Liga Italia
Dulu Calciopoli, Kini Juventus Terseret Plusvalenza, Berikut Skandal yang Hancurkan Si Nyonya Tua
Pengadilan Banding Federasi Sepak Bola Italia menyatakan Juventus bersalah atas kasus transfer pemain.
Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini asal muasal Juventus terkena sanksi.
Secara mengejutkan klasemen Liga Italia mengalami perubahan.
Padahal pekan ke-19 Liga Italia 2022-2023 baru akan dimulai Sabtu (21/1/2023) malam WIB.
Pengadilan Banding Federasi Sepak Bola Italia menyatakan Juventus bersalah atas kasus transfer pemain.
Alhasil Juventus mendapat hukuman pengurangan 15 poin.
Baca juga: Juventus Disanksi Pengurangan 15 Poin, Hilang dari Top 5 Klasemen Liga Italia 2022-2023
Lantas bagaimana asal-muasal Juventus terkena sanksi?
Sanksi dijatuhkan setelah jaksa Giuseppe Chine meminta Pengadilan Banding FIGC membuka kembali penyisikan setelah adanya bukti-bukti baru soal kasus transfer.
Si Nyonya Tua disebut merekayasa nilai transfer pemain untuk mengakali aturan FFP (Financial Fair Play).
Skandal 'plusvalenza' dan manipulasi laporan keuangan Juventus Beberapa investigasi digencarkan untuk menyelidiki Juventus.
Sekitar dua tahun yang lalu, COVISOC, badan pengawas untuk Serie A, membuka investigasi terhadap "lusinan" kesepakatan yang melibatkan nilai transfer pemain.
Temuan tersebut diteruskan kepada Jaksa Penuntut Umum Turin, yang lantas membuka penyelidikan kriminal pada Mei 2021 dengan nama 'Investigasi Prisma'.
Menurut investigasi tersebut, sebanyak 14.000 halaman dokumen hasil penyadapan dan dokumen elektronik berisikan bukti beberapa kasus pemalsuan laporan tahun finansial 2018/19 sampai 2020/21.
Dipalsukan lewat keuntungan modal fiktif dari transfer dan peminjaman pemain serta penghematan fiktif hasil pemotongan gaji pemain.
Juventus dan 12 pejabat tertinggi mereka, termasuk bekas direktur sepakbola Fabio Paratici (kini di Tottenham) dan penasehat hukum Cesare Gabasio, telah didakwa.
Mereka semua dituduh melakukan semua atau sebagian dari empat dakwaan berikut: manipulasi pasar, faktur palsu, pemalsuan pengungkapan perusahaan, serta mencegah otoritas pengawas melakukan tugasnya.
INVESTIGASI PERTAMA adalah terkait keuntungan modal atau plusvalenza artifisial.
Dalam sepakbola, plusvalenza pada dasarnya adalah keuntungan yang diperoleh dari penjualan aset, seperti pemain.
Katakanlah, sebagai contoh, Juventus merekrut pemain seharga €100 juta dengan kontrak lima tahun.
Mereka akan mengamortisasi biaya hak pendaftaran pemain selama masa kontraknya, biasanya disebarkan secara merata selama lima tahun.
Singkatnya, nilai amortisasi pemain adalah €20 juta per tahun (€100 juta dibagi lima) alih-alih tercatat sebagai €100 juta penuh di tahun pembelian.
Jadi, jika Juve kemudian menjual pemain itu setelah tiga tahun seharga €60 juta, mereka akan memperoleh keuntungan modal sebesar €20 juta atas hak pendaftarannya (€60 juta dikurangi sisa €40 juta dalam nilai yang diamortisasi).
Tindakan seperti ini tidak ilegal dan bisa digunakan untuk memermak pembukuan yang babak belur.
Mari keembali ke investigasinya. Jaksa Penuntut Umum Turin dan CONSOB - otoritas yang bertanggung jawab memonitor aktivitas keuangan perusahaan Italia yang terdaftar di bursa saham - mendeteksi €156 juta plusvalenza dari 2018/19 sampai 2020/21, dan €60 juta di 2021/22 sebagai hasil dari 22 aktivitas transfer yang dicurigai.
Pihak penyelidik menegaskan bahwa semua orang di kubu Juventus tahu apa yang terjadi.
Transfer yang 'berlebihan' dan dicurigai tersebut ialah transfer "operasi cermin", yakni pertukaran pemain dengan nilai jual yang sama tanpa melibatkan uang (karena nilai kedua pemain saling 'mencerminkan' satu sama lain).
Yang paling terkenal tentu saja pertukaran antara Arthur dan Miralem Pjanic yang melibatkan Barcelona pada 2020, dengan kedua pemain dinyatakan memiliki nilai €75 juta - keuntungan modal / plusvalenza besar-besaran untuk Juventus, yang merekrut gelandang Bosnia-Herzegovina tersebut di harga €32 juta pada 2016.
Meski pada akhirnya Juventus dinyatakan tak bersalah pada April 2022 lantaran lemahnya bukti, invesitgasi kembali dibuka terhadap Juventus dan beberapa klub beserta eksekutif mereka pada 22 Desember 2022.
Jaksa penuntut federal mengindentifikasi sebuah "sistem terorganisir serta skema perencanaan anggaran mendapatkan pemain yang bukan untuk alasan teknis, melainkan demi mencapai target ekonomi secara artifisial."
Berkat relasi Paratici dengan eksekutif klub-klub lain, Juventus dan mitra-mitra mereka akan saling mentransfer pemain dengan nilai yang digelembungkan.
Mereka diduga saling bantu, dengan harapan mendapat balas budi dari pihak yang dibantu.
INVESTIGASI KEDUA terkait penghematan fiktif dari pemotongan gaji pemain, yang nyatanya tak pernah terjadi.
Dua operasi dijalankan pada 2019/20 dan 2020/21, yang kedua melibatkan 17 pemain.
Ditekan krisis pandemi, Juventus meminta para pemain untuk tak digaji selama empat bulan dan di atas kertas melaporkan penghematan sebesar €90 juta.
Yang tidak mereka laporkan adalah pemain-pemain tersebut hanya akan tak digaji selama satu bulan, sementara tiga bulan sisanya akan dibayarkan belakangan, entah sebagai bonus loyalitas untuk pemain yang bertahan atau sebagai insentif untuk pemain yang hengkang.
Kesepakatan ini tertuang dalam surat-surat privat, yang tak dilaporkan oleh Juventus, dan disita di firma hukum Federico Restano di Turin.
Jadi, Juventus berkomitmen membayarkan gaji tiga bulan, sembari tetap melaporkan penghematan €90 juta. Padahal, seharusnya hanya €22 juta.
Bekas kapten dan bek Juventus Giorgio Chiellini, yang hengkang ke Los Angeles FC pada Juni 2022, ditanya soal ini pada 4 April 2022.
Selain dua investigasi di atas, UEFA turut membuka investigasi di bulan Desember, beberapa hari setelah seluruh direksi Juventus mundur.
Pada bulan Agustus 2022, Juventus meneken kesepakatan 'penyelesaian' dengan UEFA setelah gagal memenuhi persyaratan keseimbangan neraca untuk mendapatkan Lisensi Klub demi berpartisipasi di Liga Champions dan Serie A.
Dalam kesepakatan tersebut, Bianconeri diperbolehkan membayar €3,5 juta (15 per sen dari €22 juta) untuk 'menyelesaikan' masalah finansial antara 2019 dan 2022 dengan syarat ketidakseimbangan neraca mereka diselesaikan pada 2025.
Jika investigasi Jaksa Penuntut Umum Turin dan CONSOB membuktikan Juventus melakukan manipulasi laporan keuangan, maka UEFA berhak untuk memutus kesepakatan 'penyelesaian' di atas dan mengambil langkah hukum yang sesuai.
Pernah Degradasi ke Serie B
Musim 2006/2007 bakal dikenang Juventus.
Sebab, mereka harus menjalani fase sulit karena 'degradasi' ke Serie B.
Juventus berada di level yang sulit, tetapi mereka beruntung punya barisan pemain yang setia.
Juventus harus bermain di Serie B bukan karena gagal di Serie A musim 2005/2006.
Pada musim tersebut, Si Nyonya Tua sukses meraih puncak klasemen pada akhir musim.
Namun, skandal calciopoli mengubah segalanya.
Putusan pengadilan mengharuskan Juventus turun ke Serie B.
Selain itu, Juventus juga harus kehilangan gelar scudetto, yang kemudian menjadi milik Inter Milan.
Luciano Moggi, direktur Juventus, juga mendapat sanksi larangan aktif di sepak bola seumur hidup.
Kasus calciopoli bukan hanya menjadikan Juventus sebagai pesakitan.
AC Milan, Lazio, dan Fiorentina juga mendapatkan hukuman pengurangan 30 poin.
Namun, tiga klub tersebut tidak harus dikirim ke Serie B.
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Jadwal Pertandingan Liga Italia Serie A 2025-2026 Pekan Pertama, Napoli Bertemu Klub Jay Idzes |
![]() |
---|
Jadwal Liga Italia Serie A 2025-2025 Pekan Pertama, Juara Bertahan Ditantang Tim Promosi |
![]() |
---|
Klasemen Akhir Liga Italia: AC Milan Gagal ke UCL, AS Roma Lolos Liga Malam Jumat, Venezia Degradasi |
![]() |
---|
Liga Italia: Raih Tambahan 3 Poin, Inter Milan Masih Berpeluang Kejar Napoli |
![]() |
---|
Lecce vs Napoli Sabtu Malam, Pertemuan Rekor Gol Terburuk dan Terbaik Liga Italia 2024/2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.