Berita Gorontalo
Kisah Kurniawan Penyintas HIV/Aids di Gorontalo, Lawan Penyakit dan Hadapi Stigma Negatif Keluarga
Penyintas Aids, Kurniawan mengisahkan bagaimana dirinya berjuang melawan penyakit dideritanya.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Para penyintas Aids dulu sangat tertutup, namun kini sudah banyak yang mau bicara dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Satu di antaranya adalah Kurniawan penyintas Aids di Gorontalo.
Ia menceritakan pengalamannya berjuang melawan HIV/AIDS yang menggerogoti tubuhnya.
Baca juga: 22 Kata-kata Ucapan Hari AIDS Sedunia 2022 Bahasa Indonesia yang Cocok di Bagikan ke Media Sosial
Kurniawan, Penyintas Aids berbagi testimoni dalam Peringatan Hari Aids Sedunia dan HUT Dharmawanita di Kantor Bupati Bone Bolango, Jumat (2/11/2022). (TribunGorontalo.com/Fajri Kidjab)
Selain harus menghadapi penyait tersebut, ia juga harus menghadapi pandangan masyarakat terhadap dirinya.
Dua hal tersebut sama-sama menyakitkan baginya.
Tapi mengakhiri hidup saat itu bukanlah jalan terbaik bisa diambil.
Sehingga ia terus bertahan hingga saat ini dan menjadi lebih baik dan berguna.
Penyintas Aids, Kurniawan mengisahkan bagaimana dirinya berjuang melawan penyakit dideritanya.
Baca juga: Sebut Siap Bongkar Aib Sambo dan Putri, Pengacara Brigadir J: Siapa Tahu Wanitanya Kena AIDS
Kurniawan mengaku diidentifikasi HIV di Rumah Sakit Umum Bekasi, Jawa Barat. Saat pertama kali diperiksa, Kurniawan dinyatakan telah stadium Aids.
"Pada waktu itu HB saya tinggal 2, ditambah lagi infeksi TBC," kata Kurniawan.
Namun, pria yang akrab disapa Wawan ini mengungkapkan, dirinya jauh lebih sehat sekarang. Dia juga sudah sembuh dari penyakit TBC.
Wawan terinfeksi virus HIV lewat jarum suntik. Kala itu, Ia mengatakan sempat jadi pecandu narkoba.
Baca juga: 10 Kata-kata Ucapan dan Kutipan Hari AIDS Sedunia 2022 dalam Bahasa Inggris dan Terjemahannya
"Jarum suntik itu dipakai bergantian dan saya terpapar," ucap dia.
Wawan memiliki lima orang teman sesama pemakai narkoba, dan mereka telah meninggal dunia.
"Jadi yang tersisa hidup itu tinggal saya," imbuh dia.
Kurniawan harus berjuang dari stigma negatif keluarganya. Di mana, satu per satu keluarga mulai menjauhinya.
"Saya mendapat perlakuan diskriminatif dengan cara dipisahkan alat makan, bahkan tempat tidur," lanjut dia.
Akhirnya dia memutuskan pergi ke satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khusus mendampingi para penderita HIV.
Di sana Wawan diberikan penguatan informasi dan cara hidup setelah menderita Aids.
Kemudian, Dia berobat ke Rumah Sakit (RS) Aloei Saboe untuk melanjutkan pengobatan.
"Dan di situ saya dilayani dengan baik," akunya.
Bahkan dirinya kini telah bertugas sebagai mitra LSM di RS Aloei Saboe.
Tugasnya mendampingi para orbit (penderita HIV-AIDS) untuk dukungan psikososial dan moral.
"Jadi kalau ada orbit baru mengetahui statusnya, saya memberikan motivasi kepada orbit itu," jelas dia.
Dia berpesan agar semua orang harus menerapkan triple eliminasi.
Pertama, 90 persen orang yang belum mengetahui status kesehatannya agar segera memeriksa status HIV nya.
Kedua, 90 persen orang yang sudah mengetahui status HIV agar segera mendapatkan pengobatan.
Selanjutnya, 90 persen orang yang sudah mendapatkan pengobatan HIV agar melakukan pemeriksaan secara mendalam.
Hal itu bertujuan mengetahui seberapa besar keberhasilan pengobatannya.
Sebagai informasi, HIV atau Aids tidak menular melalui sentuhan atau jabat tangan, batuk/bersin, berpelukan/ciuman, berbagi alat makan, menggunakan kolam renang atau toilet yang sama, maupun gigitan nyamuk atau hewan lainnya.
Melansir dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Gorontalo dan Dinas Kesehatan Gorontalo, pengidap HIV/AIDS di Gorontalo tahun 2022 mencapai 788 orang.
Dari 788 pengidap HIV/AIDS di Gorontalo tersebut, sebanyak 388 orang berstatus stadium HIV, sedangkan 400 lainnya telah menderita AIDS. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribungorontalo.com