Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa Cianjur

Suasana Mencekam Gempa Cianjur, Enjot Lihat Orang-orang Terkubur Reruntuhan, Teriak Minta Tolong

Terungkap suasana mencekam saat musibah gempa Cianjur terjadi. Berikut cerita korban selamat dari gempa bumi tersebut.

Editor: Tirza Ponto
TRIBUN JABAR/GANI
Warga melihat sejumlah rumah yang ambruk di Kampung Kedung Girang, Desa Sukamanah, Kecamanat Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022) - Suasana Mencekam Gempa Cianjur, Enjrot Lihat Orang-orang Terkubur Reruntuhan, Teriak Minta Tolong 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Terungkap suasana mencekam saat musibah gempa Cianjur terjadi.

Kesaksian demi kesaksian diungkap para warga Cianjur yang mengalami musibah gempa bumi ini.

Seperti diketahui, musibah gempa Cianjur memakan ratusan korban jiwa.

Hingga berita ini turunkan, sebanyak 271 jiwa dikabarkan meninggal akibat gempa Cianjur yang terjadi pada Senin (21/11/2022).

Salah satu korban selamat dari musibah tersebut adalah Enjot (45) warga Cianjur, Jawa Barat.

Baca juga: 3 Fakta Penemuan Tubuh Azka Bocah 5 Tahun yang Tertimbun Reruntuhan Selama 48 Jam Usai Gempa Cianjur

Tribunnews.com/ Adi Suhendi
Kondisi rumah warga di RT3 RW 2 Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Cianjur, hancur oleh guncangan gempa, Senin, 21 November 2022.
Tribunnews.com/ Adi Suhendi Kondisi rumah warga di RT3 RW 2 Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Cianjur, hancur oleh guncangan gempa, Senin, 21 November 2022. (Tribunnews.com/ Adi Suhendi)

Enjot menceritakan kisah pilunya saat mengalami gempa Cianjur dengan magnitudo 5,6.

Enjot pun mengaku harus kehilangan 11 anggota keluarganya dalam musibah ini.

Keluarganya tersebut masuk menjadi korban tewas gempa Cianjur.

Sementara itu, adik iparnya dan dua anaknya terluka sehingga masih harus mendapat perawatan di fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah.

Dilaporkan Associated Press (AP), Rabu (23/11/2022), pusat gempa diketahui berada di selatan kampung halaman Enjot.

Kala itu, ia selamat lantaran sedang menggembalakan sapi-sapinya di perbukitan dekat rumah.

Setelah mendapat telepon dari putrinya, Enjot naik sepeda motornya dan bergegas pulang hanya untuk melihat kampungnya sudah rata dengan tanah.

"Laki-laki, perempuan, dan anak-anak menangis, sementara orang-orang yang terjebak di reruntuhan rumah berteriak minta tolong," tutur Enjot.

"Saya lihat kehancuran yang mengerikan dan adegan yang menyayat hati."

Kakak iparnya dan anak-anaknya, yang berkunjung dari desa terdekat, termasuk di antara orang yang beruntung.

Mereka berhasil ditarik oleh warga yang mendengar teriakannya dari puing-puing.

Seperti banyak penduduk desa lainnya, Enjot mati-matian menggali puing-puing mencari korban selamat, dan berhasil menyelamatkan beberapa orang.

Tetapi jalan yang terhalang dan jembatan yang rusak membuat pihak berwenang tidak dapat membawa alat berat yang diperlukan untuk memindahkan lempengan beton besar dan puing-puing lainnya.

Sepanjang hari, para kerabat meratap ketika mereka menyaksikan relawan menarik tubuh berlumpur dari bangunan yang hancur, termasuk seorang keponakan Enjot.

Tidak jauh dari rumah Enjot, gempa susulan memicu tanah longsor yang menimpa rumah salah satu kerabatnya dan mengubur tujuh orang di dalamnya.

Empat orang berhasil diselamatkan, tetapi dua keponakan dan seorang sepupu tewas.

Sementara itu, kata Enjot, di desa tetangga, saudara perempuannya, sepupu dan enam kerabat lainnya tewas ketika rumah mereka runtuh.

Dihadapkan dengan kehilangan nyawa yang begitu tiba-tiba, dan dibiarkan tanpa tempat tinggal, Enjot bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dia bersama ribuan orang lainnya kini tinggal di tenda atau tempat penampungan sementara yang didirikan oleh sukarelawan.

"Situasinya lebih buruk daripada yang muncul di televisi," ujar Enjot.

"Kami kelaparan, haus dan kedinginan tanpa tenda dan pakaian yang memadai, sementara tidak ada akses ke air bersih."

"Yang tersisa adalah pakaian yang saya kenakan sejak kemarin."

Sekarang, Enjot hanya bisa mengunjungi orang-orang terkasihnya yang dirawat di rumah sakit dan mencoba membangun kembali hidupnya yang hancur.

"Hidup saya tiba-tiba berubah," ucap Enjot.

"Saya terpaksa harus menjalaninya mulai sekarang."

Dilaporkan bahwa wanita dan anak-anak menderita luka parah di kepala serta patah tulang, mereka dirawat di rumah sakit yang kewalahan dengan jumlah korban.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, hingga Selasa malam lebih dari 268 orang tewas, dengan ratusan hilang dan terluka, hampir semuanya di dan sekitar Cianjur.

Namun jumlah korban diperkirakan akan meningkat lantaran sebanyak 151 orang masih dikabarkan hilang.

Kisah Para Korban Selamat

Sejumlah warga di Cianjur, Jawa Barat mengisahkan pengalaman mereka selamat dari gempa berkekuatan 5,6 magnitudo yang terjadi pada Senin (21/11/2022).

Dilansir TribunWow.com, seorang warga sempat tertimbun tembok rumahnya, sementara yang lain mencari pertolongan dengan tubuh berlumuran darah.

Baca juga: Catatan Sejarah Gempa Cianjur Sejak Tahun 1844, Disebut Kawasan yang Permanen Menjadi Rawan Gempa

Kondisi setelah gempa mangnitudo 5,6 di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022). Ribuan rumah rata dengan tanah sementara upaya evakuasi korban masih terus dilakukan.
Kondisi setelah gempa mangnitudo 5,6 di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022). Ribuan rumah rata dengan tanah sementara upaya evakuasi korban masih terus dilakukan. (YouTube Associated Press)

Di antaranya, ada pula kisah heroik seorang nenek yang berhasil menyelamatkan cucunya saat gedung di dekatnya runtuh.

Jajang (51), mengaku sedang berada di bengkelnya saat gempa mulai terasa.

Warga Kampung Garogol Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, tersebut tengah memperbaiki mobil ketika bangunan di dekatnya ambruk.

Ditemui di halaman RSUD Sumedang, Senin (21/11/2022), Jajang mengaku mengendarai sendiri motornya ke Puskesmas dengan tubuh berdarah-darah.

"Tanpa aba-aba, kerasa goyang sedikit langsung bangunan ambruk," kata Jajang dikutip Kompas.com.

"Saya naik motor ke Puskesmas sendiri muka sudah penuh darah," imbuhnya.

Warga yang tinggal sekampung dengan Jajang, Ai Rohmah (47), mengaku sempat tertimbun reruntuhan rumahnya sendiri.

Ia kemudian berhasil diselamatkan dari kulkas dan batu bata yang jatuh menimpa wajahnya.

"Saya ketiban bata dan kulkas lagi berdiri di rumah. Ditolong tetangga," kata Ai.

Cerita serupa dikisahkan Fadillah, remaja 14 tahun yang kini dirawat di RSUD Cimacan, Kabupaten Cianjur.

Ia mengaku sedang berada di dapur rumahnya ketika gempa mulai terasa.

Meski sudah lari sekencang-kencangnya, Fadillah tertahan tembok yang ambruk mengenai tubuhnya.

Namun beruntung, ia berhasil keluar sendiri dari timbunan tersebut meski mengalami luka di bagian kepala dan kaki.

"Langsung kencang (gempanya), pas mau keluar (dari rumah) lari, ambruk temboknya," tutur Fadillah dikutip TribunnewsBogor.com.

"Nggak semua bagian rumah ambruk, tapi ada rumah lain yang hampir semuanya ambruk."

Sementara itu, Yayah (58), warga kelurahan Pamoyan, Kabupaten Cianjur mengaku mengalami luka di bagian tangan.

Luka tersebut diperolehnya lantaran tertimpa bangunan yang ambruk di dekatnya.

Namun, Yayah bersyukur berhasil menyelamatkan sang cucu saat atap dari gedung di dekat mereka runtuh.

"Tadi getarannya cukup besar, saya pun sempat menyelamatkan cucu, karena atap dari gedung sebelah ambruk," ucap Yayah dikutip TribunJabar.id.(TribunWow.com/Via)

Baca juga: Angkot Tertutup Longsor Akibat Gempa Cianjur Ditemukan, Sementara Sopir dan 10 Siswa Belum Ditemukan

Artikel ini telah tayang di TribunWow.com

Baca Berita Tribun Manado disini:

https://bit.ly/3BBEaKU

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved