Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bakal Ada BPJS Kesehatan Khusus Untuk Orang Kaya, Ini Penjelasan Menkes Budi Gunadi Sadikin

Kelas BPJS Kesehatan yang ada yakni kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus total. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan KRIS JKN.

Tribunnews.com/Herudin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin Singgung soal Rencana Penyelenggaraan BPJS Kesehatan Khusus Untuk Orang Kaya 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyinggung soal rencana pembentukan BPJS Kesehatan khusus untuk orang kaya.

Hal itu diungkap Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/11/2022).

Budi Gunadi Sadikin, membeberkan kalau BPJS Kesehatan selama ini harus menanggung beban pengobatan orang-orang yang tergolong kaya.

Ke depan, Kementrian Kesehatan RI akan membentuk kelas BPJS Kesehatan khusus untuk peserta dari golongan ekonomi menengah ke atas.

"BPJS Kesehatan mau dibikin sustainable memang kelasnya harus standar dan 1."

"Karena selama ini kita layani seluruh masyarakat Indonesia dengan menggunakan (konsep) universal health coverage (semua penduduk mendapatkan layanan kesehatan)," tutur Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/11/2022).

Diketahui pada tahap awal ini, kelas BPJS Kesehatan yang ada yakni kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 akan dihapus total.

Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) jaminan kesehatan nasional (JKN).

Sementara untuk kalangan orang kaya, dibuat kelas khusus bernama kelas 1.

Tentunya dengan iuran lebih besar dengan imbalan layanan fasilitas yang lebih baik.

Menurut Budi Gunadi Sadikin, program BPJS Kesehatan idealnya tidak terbagi dalam kelas-kelas seperti sekarang.

Sebab, hal tersebut memberi peluang bagi orang kaya untuk memanfaatkan BPJS Kesehatan yang pada dasarnya diperuntukkan bagi orang kurang mampu.

"Untuk nasabah-nasabah yang kaya harusnya menambah dengan kombinasi iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan dengan (asuransi) swasta, dan yang bersangkutan harus bayar sendiri," kata Budi Gunadi Sadikin, dilansir dari Kompas.com.

"Sedang yang miskin itu dibayarkan pemerintah, sehingga dengan demikian memastikan BPJS Kesehatan tidak kelebihan bayar dan kelebihan bayarnya tidak diberikan ke orang-orang yang seharusnya tidak dibayar (dari BPJS Kesehatan)," kata Budi Gunadi Sadikin.

Budi Gunadi Sadikin mengungkap ada laporan yang menyebut bahwa ada banyak orang kaya yang mendapatkan perawatan kesehatan dari layanan BPJS Kesehatan.

Imbasnya, jelas Budi Gunadi Sadikin, hal itu yang mengakibatkan keuangan BPJS Kesehatan bisa negatif.

Oleh karena itu, pemerintah akan mengkombinasikan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan bagi masyarakat golongan mampu.

Cara Mengelompokkan Kelas Khusus Orang Kaya

Menurut Budi Gunadi Sadikin, mendeteksi peserta BPJS Kesehatan dari golongan kaya raya sebenarnya cukup mudah.

Dari bermodalkan nomor NIK KTP, bisa ditelusuri pengeluaran kartu kredit hingga tagihan listrik rumahnya.

Semakin kaya orang, semakin banyak pengeluaran yang terdeteksi.

Menurut dia, tak seharunya mereka yang termasuk golongan kaya raya ikut menikmati layanan kesehatan tidak membebani BPJS Kesehatan.

"Saya sendiri nanti mau ngomong sama Pak Ghufron (Direktur Utama BPJS Kesehatan), saya mau lihat 1.000 orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya," kata Budi Gunadi Sadikin.

"Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA (kilovolt ampere), kalau kVA nya udah di atas 6.600 ya pasti itu adalah orang yang salah (tidak seharusnya,” ungkapnya.

Meski dinilai kurang etik, lanjut Budi, perilaku orang kaya yang berobat menggunakan BPJS Kesehatan tak sepenuhnya melanggar aturan.

Lantaran memang layanan di BPJS Kesehatan belum mengakomodir untuk semua kalangan ekonomi.

Dilansir dari laman BPJS Kesehatan, berikut besaran iuran BPJS Kesehatan 2022:

1. Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK)

Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah alias gratis.

Peserta yang termasuk PBI JK ini adalah peserta yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

2. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)

Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) terdiri dari pekerja yang bekerja di Lembaga Pemerintahan yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri.

Iuran PPU ini sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan sebagai berikut:

3. Iuran bagi PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, dan swasta

Sementara itu, peserta PPU adalah mereka yang menerima upah dan bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta.

Iuran BPJS Kesehatan PPU ini sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Adapun ketentuannya adalah sbeagai berikut:

4. Iuran keluarga tambahan PPU

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah sebesar 1 persen dari gaji atau upah per orang per bulan, dan dibayar oleh pekerja penerima upah.

Iuran keluarga tambahan PPU ini terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

5. Kerabat lain, peserta PBPU, dan iuran peserta bukan pekerja

Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah, seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain, peserta peserta bukan pekerja dibayar dengan rincian berikut:

Kelas III sebesar Rp 42.000 per orang per bulan, per 1 Januari 2021 iuran peserta kelas III sebesar Rp 35.000 dan pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.

Kelas II sebesar Rp 100.000 per orang per bulan

Kelas I sebesar Rp 150.000 per orang per bulan.

6. Iuran veteran dan perintis kemerdekaan

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan ditetapkan sebesar 5 persen dari 45 persen gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

Iuran BPJS Kesehatan Dipastikan Tidak Naik Hingga 2024

Iuran BPJS Kesehatan hingga 2024 dipastikan tidak mengalami kenaikan.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebagaimana arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pernyataan itu menjadi angin segar di tengah inflasi yang mungkin terjadi pada tahun depan.

Menurut Budi, kenaikan inflasi pada umumnya akan diikuti oleh kenaikan premi asuransi. Namun, secara politik kenaikan tarif premi iuran BPJS Kesehatan kemungkinan masih belum bisa diterima.

"Secara politik kan susah menerima (kenaikan tarif), sehingga Bapak Presiden yang minta kalau bisa jangan naik sampai 2024," ucapnya, dikutip dari Kontan, Selasa (22/11/2022).

Meskipun begitu, pemerintah akan melakukan revisi tarif jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam Perpres Nomor 82/2018 dan Permenkes Nomor 52/2016.

Revisi tersebut mengenai penyesuaian tarif kapitasi dan Indonesia case base Groups (INA-CBG's).

Revisi dilakukan karena sejak 2014 belum ada penyesuaian tarif kapitasi. Begitu pun sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif INA-CBG's.

Padahal seharusnya, sesuai aturan review aturan dilakukan setiap tahun dan setiap dua tahun dilakukan peninjauan untuk penyesuaian tarif.

"Hitungan kami sebenarnya dengan menaikkan INA-CBG's ini, sampai 2025 kondisi keuangan BPJS masih bisa meng-cover kekuatan ini. Sehingga nanti diharapkan pada tahun 2025 memang harus kenaikan tarif yang menurut saya memang wajar," tandas Budi.

Sebagian diolah dari artikel di Kompas.com

Baca Berita Tribun Manado disini:
https://bit.ly/3BBEaKU

(Tribunmanado.co.id/Kompas.com/Muhammad Idris/Alinda Hardiantoro)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved