Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Penemuan Mayat di Kalideres

Mantan Ketua RT Ungkap Masa Lalu Satu Keluarga yang Tewas di Kalideres, Sebut Durhaka

Simak kesaksian mantan Ketua RT yang mengungkap masa lalu satu keluarga yang tewas di Kalideres.

Editor: Tirza Ponto
Kolase Tribun Manado/ Tribun Jakarta/ Wartakota
Mantan Ketua RT Ungkap Masa Lalu Satu Keluarga yang Tewas di Kalideres, Sebut Durhaka 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus meninggalnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat masih terus diselidiki pihak kepolisian.

Identitas para korban tersebut adalah Rudyanto Gunawan (71), K Margaretha Gunawan (68), Dian Febbyana (42) dan Budyanto Gunawan (69).

Sejumlah petunjuk baru untuk mengungkap kasus sekeluarga tewas di Kalideres pun mulai ditemukan.

Motif tewasnya sekeluarga tersebut nampaknya kini mulai terang.

Muhammad Mundji, mantan ketua RT 007 RW 003, Gunung Sahari Utara,  Jakarta Pusat, menceritakan kehidupan keluarga Rudyanto sewaktu masih tinggal di wilayahnya, Rabu (16/11/2022). Diketahui, keluarga Rudiyanto terdiri dari empat orang ditemukan tewas di dalam rumah mereka di Citra Garden Kalideres Jakarta Barat.
Muhammad Mundji, mantan ketua RT 007 RW 003, Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat, menceritakan kehidupan keluarga Rudyanto sewaktu masih tinggal di wilayahnya, Rabu (16/11/2022). Diketahui, keluarga Rudiyanto terdiri dari empat orang ditemukan tewas di dalam rumah mereka di Citra Garden Kalideres Jakarta Barat. (TRIBUNJAKARTA.COM/Satrio Sarwo Trengginas)

Disamping itu, mantan ketua RT tempat satu keluarga tersebut dulu tinggali mengungkap fakta mengejutkan.

Muhammad Mundji (70) mantan ketua RT 007 RW 003 Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat mengungkap perilaku dari para korban yang meninggal tersebut.

Keluarga yang meninggal tersebut ternyata pernah tinggal di daerah Mundji.

Diketahui, keluarga tersebut sempat tinggal di Gunung Sahari Utara sampai tahun 1997.

Mundji mengaku dirinya mengenal baik Tan Giok Tjin, ayah dari Rudyanto dan Budianto Gunawan, dua dari empat anggota keluarga yang ditemukan tewas di Kalideres, Jakarta Barat.

Sama seperti keterangan para tetangga di Kalideres, Mudji juga menyebut keluarga Rudyanto ini tertutup sejak tinggal di wilayahnya.

Mereka tak pernah bersosialisasi kepada tetangga di sebelah kiri dan kanannya.

Bahkan, mereka juga tak mengacuhkan ayahnya sendiri, Tan ketika sakit.

Pada tahun 1997, Tan Giok Tjin sempat terpeleset dari kamar mandi rumahnya.

Tan mengeluh kesakitan dan sulit berjalan.

Dia hanya bisa terbaring di kamar tidur.

Namun, cerita Mundji, anak-anaknya hingga mantu tak ada yang mengurusi ayahnya saat sakit.

"Ya itu lah gara-gara enggak ngerawat ayahnya yang jatuh.

Cuek sampai sakit di kamar.

Istrinya Tan datang ke saya minta tolong," katanya saat ditemui TribunJakarta.com di Gang Lilin 11, Gunung Sahari Utara, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (16/11/2022).

Mundji kerap diminta belikan obat oleh istri Tan.

Selain itu, ia juga pernah mengantarkan Tan ke rumah sakit naik bajaj oren.

Penemuan mayat satu keluarga di Kalideres Jakarta Barat, Kamis (11/11/2022). Tetangga mengira korban sudah pindah rumah.
Penemuan mayat satu keluarga di Kalideres Jakarta Barat, Kamis (11/11/2022). Tetangga mengira korban sudah pindah rumah. (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas/tv One-Tangkap Layar)

"Anaknya enggak pernah ngurus. Anak kandung loh itu," tambahnya.

Dalam kesaksiannya, tak pernah anak-anak Tan membawa sang ayah ke rumah sakit atau tempat urut.

Tiba-tiba, Mundji mendapatkan kabar dari istri Tan bahwa Tan sudah meninggal.

"Kalau istrinya sakit karena mikirin suaminya kayaknya," katanya.

Puluhan tahun berlalu, Mundji yang saat ini sudah tak jadi Ketua RT itu mendapatkan kabar bahwa satu keluarga yang pernah dekatnya itu tewas misterius di Perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta Barat.

Penyebab di balik tewasnya satu keluarga itu masih menyisakan misteri.

Polisi masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.

Mundji seketika terbersit dengan cerita perlakuan mereka terhadap orang tuanya itu.

"Kalau saya bilang ini meninggal karena durhaka sama keluarganya.

Mereka orang yang berkecukupan enggak mungkin meninggal karena kelaparan.

Bagi saya itu karma sama orang tua," pungkasnya.

BUKTI Baru Terkuak, Pakar Curiga Keluarga di Kalideres Pengikut Santhara: Berhenti Makan Sampai Mati

Sementara itu, Pakar Forensik Emosi dan Trainer Investigasi Handoko Gani, menduga penyebab meninggalnya satu keluarga di Perumahan Citra Garden Extension Blok AC5 Nomor 7, Kecamatan Kalideres, Kakarta Barat, ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu.

Menurut Handoko, ada sebuah kepercayaan di India bernama Santhara, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal.

Diketahui, Santhara merupakan bagian dari Jainisme, salah satu agama tertua di dunia.

"Kalau dugaan saya lebih kepada kepercayan tertentu yang dianut, sehingga memutuskan bunuh diri, itu lebih cocok ya menurut saya," ujar Handoko saat dihubungi, Senin (14/11/2022).

"Mungkin ada keyakinan bahwa bunuh diri seperti itu adalah sebuah jalan hidup yang mulia dan diperbolehkan. Nah itu harus diselidiki.

Apakah ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu?" lanjut Handoko.

Rumah sekeluarga yang tewas misterius di Kalideres
Rumah sekeluarga yang tewas misterius di Kalideres (Tribunnews.com)

Menurut Handoko, polisi perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah orang pertama yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah jenazah yang dipaksa dan disiksa untuk tidak makan?

Sementara sisanya, kata Handoko, merupakan orang yang memaksanya atau dalam tanda kutip membunuhnya.

Kemudian, karena kelainan jiwa atau menganut kepercayaan tertentu, orang tersebut akhirnya depresi atau alasan lain yang membuatnya memutuskan tidak makan.

"Itu memang menarik untuk dibedah.

Saya rasa yang sangat unik dan bisa dicek adalah otaknya," ujar Handoko.

"Karena ada teori-teori tertentu, yang menyatakan kelainan jiwa itu terkait dengan kelainan struktur tertentu di otak, nah apakah ada kolerasi ke sana? karena hanya itu petunjuk-petunjuk yang ada," lanjutnya.

Handoko mengatakan, pada kasus tersebut, jika di sekitar korban tidak ada jejak penyiksaan dan kekerasan, maka akan menjadi sebuah pertanyaan besar.

Apalagi, kata Handoko, tetangga sekitar tak mendengar emosi apapun yang dilontarkan empat orang tersebut sebelum meninggal, seperti teriakan atau tangisan.

"Ini pertanyaannya, apakah ada yg meminta mereka untuk tidak makan? Menjalani ritual tertentu sehingga tidak makan dan meninggal?" Kata Handoko.

Namun, menurut Handoko, apabila benar sebuah kepercayaan, apakah penganutnya empat orang tersebut atau hanya orang terakhir yang hidup saja?

"Kenapa indikasinya orang terakhir? karena dia yang memaska, menjalani, dan dia yang menyaksikan dua orang pertama menjadi korban meninggal.

Baru kemudian, dia mungkin mengalami kelainan mental dan menjadi depresi, frustasi, sehingga ikut tidak makan juga," jelas Handoko.

"Itu yang lebih masuk akal, daripada mempercayai keempatnya. Namun, bukan berarti tidak mungkin," lanjutnya.

Handoko melanjutkan, kemungkinan tersebut bisa saja sama seperti kepercayan tertentu atau terorisme, suami yang meyakinkan isterinya dulu, baru keluarganya.

Pada kasus ini, kata Handoko, bisa jadi ada yang mengikut.

Seperti, suami yang ikut paman, dan lain sebagainya.

"Santhara itu tadi saya bilang, fasting to dead.

Jadi menarik untuk digali," ujar Handoko.

Handoko mengatakan, alasan kelainan mental karena menganut kepercayaan tertentu, itu bisa saja terjadi.

Menurutnya, jika polisi benar-benar bisa menggali soal kepercayaan, maka titik terang tersebut segera terpecahkan.

"Kalau sampai ada kepercayaan itu di Indonesia, tidak mungkin kan penganutnya hanya empat orang?," ujarnya.

Menurutnya, pasti ada dalang yang mengajarkannya.

Sementara, jika bukan karena kepercayaan, katakanlah pembunuhan atau keracunan.

Maka motif-motif, jejak, serta barang buktinya harus ditemukan.

Terlebih, rumah dalam keadaan rapih, tanpa ada bekas kekerasan atau kejahatan tertentu.

Sehingga, kata Handoko, salah satu yang paling membantu untuk melacak dan memecahkan kasus tersebut adalah alat komunikasi yang digunakannya.

"Pasti ada jejak komunikasinya, itu salah satu cara untuk membuktikan bahwa ada kelainan mental atau keunikan kepercayaan yang dianutnya," jelas Handoko.

Baca juga: 3 Fakta Terbaru Kasus Satu Keluarga Tewas di Kalideres, Jakarta Barat

Baca juga: Polisi Beberkan Fakta soal Kapur Barus dan Bedak Bayi di TKP Tewasnya Satu Keluarga di Kalideres

Artikel ini telah tayang di TribunNewsmaker.com 

Baca Berita Tribun Manado disini:

https://bit.ly/3BBEaKU

Sumber: TribunNewsmaker
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved