Tragedi di Stadion Kanjuruhan
Cerita Elmiati, Saksikan Kengerian di "Pintu 13 Stadion Kanjuruhan" Suami dan Anak Meninggal
Seorang ibu muda Aremanita menceritakan momen mengerikan Tragedi di Stadion Kanjuruhan yang dialaminya pada Sabtu (1/10/2022).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pintu 13 Stadion Kanjuruhan disebut sebagai saksi bisu karena menjadi tempat banyaknya korban suporter Aremania yang meninggal dunia.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan ini menjadi tragedi kelam bagi sejarah persepakbolaan Indonesia bahkan dunia.
Ratusan korban meninggal usai laga Arema FC Vs Persebaya.
Baca juga: Abel Camara Ungkap Momen & Kronologi Mencekam Tragedi Kanjuruan, Lihat 8 Orang Tewas di Ruang Ganti

Seorang ibu muda Aremanita menceritakan momen mengerikan yang dialaminya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Usai menonton bola untuk hiburan, Ibu muda Aremanita itu, Elmiati (33) warga Blimbing, Malang harus kehilangan dua orang yang dicintainya untuk selamanya yaitu suami Rudi Harianto dan anak bungsunya M Firdi Prayogo (3).
Elmiati sendiri sempat merasa ajalnya sudah dekat ketika merasakan sesak dan lemas akibat paparan gas air mata dan himpitan Aremania yang berdesakan di lorong Gate 13, tapi ia bisa terselamatkan.
Tapi nasib berbeda dialami putra balitanya dan suaminya yang pada akhirnya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Kebersamaan Elmiati dengan suami dan anak bungsunya berakhir di lorong Gate 13 stadion Kanjuruhan.
Mereka terpisah di lorong pintu keluar stadion itu di antara himpitan sesama Aremania, hingga akhirnya jenazah suami dan putra balitanya ditemukan di dua rumah sakit terpisah pada Minggu (2/10/2022) dini hari.
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang bak kiamat bagi keluarga kecil Elmiati (33) warga Blimbing, Malang.
Suami dan anaknya yang masih balita, tewas diduga karena tergencet kerumunan massa suporter, di malam kelabu itu.
Mengenang kembali petaka pada dua hari lalu, yang terjadi itu, untuk kesekian kali, kini ia hanya bisa melamun dan menatap kosong ke arah lain.
Elmiati tak menyangka, di malam itu, sang suami, Rudi Harianto, dan anak bungsunya M Firdi Prayogo (3), bakal tewas terhimpit kerumunan suporter yang panik karena upaya pembubaran massa dari aparat menggunakan gas air mata.
Peluit Panjang Pertandingan Dibunyikan
Seingatnya, insiden kerusuhan tersebut, terjadi seusai peluit panjang pertandingan dibunyikan, sekitar pukul 22.00 WIB.
Para pemain kedua belah pihak kesebelasan yang berlaga bergegas memasuki pintu utama ruang ganti stadion.
Baca juga: Aksi Fans Bayern Munchen Mengenang Tragedi Kanjuruhan, Bentangkan Spanduk Bertuliskan Hal Ini

Di momen itu, sejumlah penonton yang berupaya menaiki pagar pembatas tribun, berhasil merangsek masuk menyusuri tengah lapangan pertandingan.
Psikologis massa suporter yang saat itu kecewa dengan kekalahan tersebut, mendadak makin keruh.
Ratusan aparat yang semula bersiaga di sudut-sudut area stadion, mulai menyebar dan mengejar setiap suporter yang terpantau berlarian.
Gas Air Mata Ditembakan
Entah dari mana asalnya, beberapa selongsong gas air mata beterbangan ke arah area tribun 13.
Tribun yang menjadi tempat Elmiati, bersama suami yang sedang mendekap sang anak balita dalam gendongan, menonton laga Derbi Jatim tersebut.

Saat itu posisi Elmiati bersama suami dan putra balitanya berada di barisan tengah tribune stadion 13.
"(Lontaran bola gas air mata) iya ke arah tribun. Lontaran itu masuk ke kerumunan penonton. Suami saya mengajak pulang; ayo pulang aja selak adik keno gas (keburu anak terkena gas). Posisi itu sudah ricuh," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com (Grup SURYAMALANG.COM) di kediamannya, kawasan Blimbing, Malang, Senin (3/10/2022)
Menuju Pintu 13
Keluarga kecil itu lalu berjalan menyusuri tangga tribun menuju pintu keluar 13 yang juga menjadi tempat mereka semula masuk ununtuk menonton.
Kepanikan karena gas air mata tersebut, membuat semua orang di atas tribun 13 itu, memiliki pikiran yang sama dengan Elmiati dan sang suami.
Yakni memanfaatkan tangga tribun tersebut untuk keluar menghindari kepungan gas air mata.
Ternyata, di tangga tersebut, terdapat ratusan orang yang berjejal.
Nahas, Elmiati, suami dan balita mereka, terlanjur merangsek ke dalam lorong tangga pintu 13 terjebak karena terdorong oleh ratusan orang lainnya di belakang mereka.
"Posisi saya ada di pinggir di tangga pegangan biru-biru (pegangan anak tangga)itu. Suami saya berada di dekat pintu gerbang. Suami saya berada di baris kedua dekat pintu gerbang (yang tertutup)," ungkapnya.
Lantaran terus terdesak merangsek masuk ke dalam tumpukan orang. Elmiati yang semula berdiri di belakang suami, mengaku, tiba-tiba kehilangan sosok suami dari pandangan matanya.
Entah di mana keberadaan sang pujaan hatinya itu dan sang anak. Apakah sudah berhasil keluar menyelamatkan diri, ataukan malah tewas terinjak kerumunan.
Tubuhnya juga tergencet di antara tumpukan tubuh penonton.
Kengerian Mulai Terjadi
Pada momen serba pelik nan putus asa itu, Elmiati mengaku sempat merasa bahwa di situlah ajalnya akan tiba.
"Saya juga sudah pasrah kalau nanti ikut meninggal, saya meninggal dengan suami dan anak saya, pikiran saya cuma begitu," gumamnya, kala itu, sembari mengenang.
Apalagi di tengah himpitan ratusan tubuh merangsek segala sisi tubuhnya. Elmiati melihat langsung dengan mata kepala sendiri, kengerian itu.

Wajah-wajah para suporter yang semula melihat pertandingan sepak bola di atas tribun bersamanya itu, berteriak, merintih kesakitan meminta bantuan pertolongan.
Ia bisa melihat sendiri bagaimana beberapa Aremania terkapar sekarat tak berdaya dengan mulut mengeluarkan busa.
"Itu (orang-orang) masih teriak-teriak. Ada yang keluar busa. Ada yang sekarat. Saya lihat sendiri," ungkapnya.
Entah dari manah datangnya, laiknya malaikat penolong. Tubuh Elmiati tiba-tiba ditarik oleh orang lain agar terhindar dari desakan kerumunan tersebut, untuk kembali mencari area lapangan yakni di atas tribun.
Tak seperti beberapa menit sebelumnya. Area tribun tersebut kini bebas dari asap gas air mata.
Hujan gerimis yang menghujani stadion tersebut mampu menghilangkan bubuk kimia gas air mata.
"Ternyata, ada yang menolong saya. Saya diajak ke atas tribun lagi. (Gas air mata hilang) bukan karena angin, tapi karena hujan," terangnya.
"Saya dirawat saudara saya. Saya diminta istirahat dan saudara saya itu pergi cari suami dan anak saya," tambahnya.
Anak dan Suami Ditemukan Meninggal
Berbekal dokumentasi foto wajah sang anak dan sang suami, dalam memori kamera ponselnya Elmiati mengaku, berhasil menemukan keberadaan sang anak, sekitar pukul 01.00 WIB, atau tiga jam seusai kerusuhan tersebut.

Foto tersebut dicocokkan oleh beberapa orang saudaranya yang berusaha membantu mencari keberadaan sang suami dan anaknya.
Ternyata, wajah imut nan tampan dari buah hatinya itu, telah terbujur kaku di dalam kantung mayat yang teronggok di salah satu lorong kamar mayat RSUD Kanjuruhan Malang.
Sedangkan, sejam kemudian, jasad sang suami ternyata berhasil ditemukan di kamar mayat RS Wava.
Kedua jasad orang tercinta Elmiati itu, akhirnya dibawa ke rumah duka Jalan Sumpil Gang 2, Purwodadi, Blimbing, Malang, sebelum adzan petanda Salat Subuh berkumandang.
Tak Memiliki Firasat tentang Insiden Nahas
Elmiati merasa, dirinya tidak memiliki firasat yang menandai adanya insiden nahas tersebut.
Hanya saja, sekitar dua pekan sebelum insiden tersebut terjadi, Sang suami sempat mengaku kepadanya, bermimpi kalau rambutnya terpotong.
Namanya juga bunga tidur. Cerita bagaimana rambut sang suami bisa terpotong dalam penggalan mimpi itu, juga tak terlalu jelas.
Hanya saja, ungkap Elmiati, semenjak sang suami menceritakan pengalaman aneh tentang mimpinya itu, perilaku sang suami dirasa belakangan berubah. Seperti merasa resah dan takut.
"Rambutnya sudah dipotong. 'Ma aku kok mimpi rambutku aku potong yo' sembari istigfar.
Dan (belakangan) terlihat resah, enggak seperti biasanya, habis mimpi itu," jelasnya.
Menonton sepak bola di dalam stadion, kini menjadi kengerian tersendiri bagi Elmiati, sejak peristiwa yang membuatnya kehilangan nafsu makan sejak dua hari lalu.
Trauma mendalam, tentu itu yang dirasanya kini.
Apalagi, sebenarnya sang suami dan dirinya juga bukan pegiat sepak bola.
Malam kelabu itu, merupakan pertandingan kedua yang ditontonnya bersama sang suami dan sang buah hati, kurun setahun ini.
Hanya sebatas sebagai hiburan di kala senggang mengisi momen liburan.
Elmiati menyebut tujuannya ke pstadion Kanjuruhan malam itu untuk menyenangkan hati si kecil anak bungsu yang gemar dengan olahraga mengocek si kulit bundar itu.
"Baru 2 kali ini nonton sepak bola. Kurun setahun. Sebenarnya suami saya engga terlalu fanatik, hanya saja, pingin cari hiburan biar gak bosen. Yang suka sepak bola, anak saya yang kecil," ujar perempuan berkerudung itu.
Saat disinggung harapannya terkait tragedi itu, Elmiati tak ingin muluk-muluk.
Ia hanya meminta agar sejumlah pihak dan stakeholder terkait, mengevaluasi sistem pengamanan di dalam stadion.
"Kenapa yang ricuh di lapangan. Tapi kok yang ditribun juga ikut ditembak gas air mata, karena ada anak kecil.
Elmiati mengaku, dirinya sudah tak peduli dengan penanganan kasus tragedi maut tersebut. Apakah bakal diusut atau tidak. Ia memilih pasrah.
"Terserah, pasrah (soal penyelidikan). Yang penting agar tidak terjadi masalah lagi," pungkasnya.
Polri dalami 6 CCTV
Sementara itu, Polri mendalami 6 titik CCTV yang menjadi tempat paling banyak jatuhnya korban dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan rekaman CCTV itu diambil dari 6 titik lokasi pintu keluar Stadion Kanjuruhan.

"Untuk labfor hari ini masih mendalami 6 titik CCTV, khususnya di pintu 3, 9, 10, 11, 12 dan pintu 13. Kenapa di 6 titik CCTV ini yang didalami oleh labfor karena dari hasil analisa sementara dinilai titik jatuhnya korban yang cukup banyak," kata Dedi dalam konferensi pers di Malang, Selasa (4/10/2022).
Dedi menuturkan bahwa pihaknya memerlukan ketelitian untuk memeriksa rekaman CCTV tersebut.
CCTV itu nantinya bisa dijadikan alat bukti untuk menetapkan tersangka di kasus tersebut.
"Oleh karena itu, perlu ketelitian dan kehati-hatian juga dari Labfor agar nanti bisa dijadikan sebagai alat bukti bagi penyidik sebelum penyidik nanti tentunya menetapkan tersangka terhadap seseorang," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menambahkan tim inafis Polri juga bekerja sama dengan Labfor untuk melakukan identifikasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di dalam maupun luar stadion Kanjuruhan.
"Tim ini sudah meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan, masih mengumpulkan beberapa alat bukti dan keterangan saksi juga sudah dimintai dan keterangan ahli kemudian ada pemeriksaan alat bukti lainnya seperti petunjuk, surat dan baru nanti pada saatnya kita akan menetapkan tersangka dan langsung memeriksa statusnya sebagai tersangka," katanya.
(SuryaMalang.com/Luhur Pambudi/Dyan Rekohadi) (Tribunnews.com/Adi Suhendi)
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com Tribunnews.com
Baca Berita Tribun Manado disini: