Tragedi Stadion Kanjuruhan
Pelatih Arema Temui Manajemen Bersedia Dipecat Sebab Kekalahan dan Kericuhan di Stadion Kanjuruhan
Buntut kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan, Pelatih Arema FC, Javier Roca mengaku bersedia dipecat atas kekalahan timnya
TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini reaksi Javier Roca, usai Arema FC dipermalukan Persebaya Surabaya di BRI Liga 1 hingga berujung ricuh di Stadion Kanjuruhan
Pelatih Arema FC Javier Roca buka suara usai Singo Edan dipermalukan Persebaya Surabaya di BRI Liga 1
Diketahui, Arema FC menyerah di tangan Persebaya Surabaya di BRI Liga 1 dengan skor 3-2.
Baca juga: Sosok Brigadir Andik Purwanto, Polisi yang Tewas dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Bhabinkamtibmas
Alhasil buntut kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan, Pelatih Arema FC, Javier Roca mengaku bersedia dipecat atas kekalahan timnya dari Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Terlebih karena kekalahan itu mengakibatkan ratusan Aremania meninggal dunia.
"Hasil ini memang menyakitkan dan membuat kecewa. Tapi tanggung jawab tetap ada pada saya sebagai pelatih."
"Saya bicara kepada manajemen. Saya siap bertanggung jawab dan siap dipecat,” kata Javier Roca, Minggu (2/10/2022).
Roca meminta maaf atas kekalahan timnya hingga berakibat kerusuhan dan banyak menelan korban jiwa.
Baca juga: Pengamat Sepak Bola Nilai Indonesia Terancam Sanksi Berat, PSSI Diminta Yakinkan FIFA
Pihaknya meminta agar suporter tak menyalahkan pemain karena tim merupakan tanggung jawabnya.
"Dari dalam hati saya meminta maaf pada Aremania dan warga Malang."
"Kalau mau mempertanyakan kualitas permainan, itu semua tanggung jawab saya,” jelas pelatih asal Chile itu.
Striker Arema Saksikan Kengerian Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Kengerian 1 Oktober di Stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya memberikan pengalaman pahit sepak bola Indonesia.
Pemain Arema dan Persebaya turut merasakan trauma terdalam usai laga itu. Suporter Arema FC yang memiliki julukan Aremania terihat brutal usai timnya Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya.
Striker Arema FC Abel Camara menceritakan bagaimana kengerian yang dialaminya saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan yang memakan 125 korban jiwa meninggal dunia.
Penyerang asal Guinea-Bissau itu mengatakan, panasnya tensi pertandingan antara Arema vs Persebaya memang sudah terasa bahkan sepekan sebelum pertandingan.
Bahkan, pemain yang baru di musim ini bermain di Indonesia itu menjelaskan, bagi suporter pertandingan tersebut layaknya urusan hidup dan mati.
“Ini pertandingan derbi klasik dan sepekan sebelumnya ketegangannya sudah terasa, bahwa pertandingan ini bukan sekadar mencari tiga angka," ucap Abel dikutip dari media Portugal, Maisfutebol, Minggu (2/10/2022).
"Bagi mereka (suporter), pertandingan ini semacam urusan hidup dan mati bagi mereka. Kami boleh kalah dari tim mana saja, kecuali yang ini," tambahnya.
Dan benar saja, Arema FC yang bermain di kandang harus keok dari Persebaya dengan skor 2-3.
Para pemain Singo Edan yang tahu pendukung pasti kecewa dengan hasil ini lalu menghampiri tribun penonton untuk meminta maaf.
Namun keadaan justru mulai ricuh saat suporter mulai menyerbu ke lapangan dan pemain pun harus diamankan menuju ruang ganti.
Saat di ruang ganti inilah, Abel menceritakan mulai mendengar suara tembakan gas air mata dan melihat banyak suporter berdesakan.
Dia juga mengatakan ada tujuh hingga delapan suporter yang meninggal di hadapannya.
"Pertandingan berlangsung tegang. Ketika kami kalah, kami meminta maaf kepada suporter. Mereka mulai memanjat pagar pembatas, kami segera menuju ruang ganti," tuturnya.
"Kemudian kami mendengar suara tembakan dan orang-orang yang berdesakan. Di ruang ganti ada beberapa orang yang terkapar akibat terkena gas air mata. Mereka meninggal di hadapan kami. Ada sekitar tujuh hingga delapan orang yang meninggal," ungkap Abel.
Akibat kericuhan itu, para pemain Arema harus tertahan di Stadion Kanjuruhan selama empat jam sebelum bisa keluar area.
Namun kengerian tak sampai di situ.
Saat keluar dari stadion, pemain berusia 32 tahun itu melihat sisa-sisa kericuhan seperti darah dan pakaian yang berceceran hingga bus serta mobil polisi yang terbakar.
"Kami bertahan di ruang ganti sekitar tiga hingga empat jam sebelum petugas mengusir orang-orang keluar."
"Ketika kami pergi dan situasi sudah lumayan mereda, kami melihat darah, sepatu, pakaian berceceran di stadion. Ada juga bus dan mobil polisi yang terbakar," ujarnya.