Pantas Bharada E Cabut Beberapa Poin Keterangan di BAP, Ternyata Masih Gunakan Skenario Ferdy Sambo
Pencabutan keterangan di BAP ini lantaran masih ada yang menggunakan skenario awal milik Ferdy Sambo.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Bharada E mencabut beberapa keterangannya yang tertulis di BAP.
Itu lantaran ia tak mau lagi mengikuti skenario yang dirancang oleh Ferdy Sambo.
Ia memilih untuk menceritakan kejadian sebenarnya, dan kini sudah menjadi justice collaborator.
Baca juga: Kondisi Bharada E Saat Ini, Jalani Terapi Trauma, Pengacara Sebut Banyak Berdoa
Simak video terkait :
Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengaku tak kuasa menolak perintah majikannya Irjen Ferdy Sambo untuk menembak dan membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.
Saat menerima perintah tersebut, Bharada E mengaku takut dan panik.
Karenanya ia mengaku sempat berdoa, sebelum akhirnya menuntaskan perintah Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Pengakuan itu dikatakan Bharada E kepada kuasa hukumnya Ronny Talapessy, terkait apa yang dirasakan Bharada E setelah menerima perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Bharada E Trauma Ingat Brigadir J Tewas di Rumah Sambo, Gemetar dan Banyak Berdoa

Namun, penyesalan datang belakangan.
Setelah sempat mengikuti skenario dari Ferdy Sambo, kini Bharada E berbalik arah meluruskan kejadian yang ia alami.
Termasuk menampik pengakuan Ferdy Sambo yang sempat mengaku tak ikut menembak Brigadir J.
Bharada E alias Richard Eliezer juga membeberkan orang yang terakhir kali menembak Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca juga: Terungkap Bharada E Sebut Ferdy Sambo Ikut Menembak Brigadir J, Sang Jenderal Masih Mengelak?

Ronny Talapessy, mengatakan, saat pemeriksaan uji kebohongan menggunakan lie detector atau pendeteksi kebohongan, Bharada E menyebut Irjen Ferdy Sambo sebagai orang yang terakhir menembak Yosua.
Sedangkan kliennya sebagai pihak pertama yang menembak Yosua sebanyak beberapa kali tembakan.
Penjelasan itu juga diungkapkan Bharada E saat rekonstruksi di TKP Duren Tiga, Rabu (30/8/2022).
"Pemeriksaan lie detector yang ditanyakan ke klien saya terkait dengan peristiwa di Duren Tiga, salah satu poin krusial adalah siapa saja yang menembak J. Klien saya menjawab, 'saya pertama dan FS yang menembak terakhir'," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (10/9). Dikutip dari Tribunnews.com.
Pada pemeriksaan lanjutan yang dilaksanakan pada Kamis (8/9), menurut Ronny, kliennya juga mencabut beberapa keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Pencabutan keterangan di BAP ini lantaran masih ada yang menggunakan skenario awal milik Ferdy Sambo.
"Pencabutan beberapa poin keterangan di BAP yang awal karena ada keterangan yang tidak benar. Masih ada keterangan yang masih pakai skenario awal (FS) makanya kita cabut," ujarnya.
Penyidik telah melakukan dua kali reka adegan penembakan Brigadir J.
Reka ulang pertama menggunakan keterangan Ferdy Sambo bahwa dirinya memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J hingga meninggal dunia.
Kemudian menggunakan senjata api yang sama ia menembak dinding seolah ada insiden tembak menembak.
Rekonstruksi kedua yakni Bharada E bahwa dirinya beberapa kali menembak Brigadir J hingga tersungkur di bawah tangga ruang dapur.
Terakhir Ferdy Sambo ikut menembak Bharada E dan kemudian menggunakan senjata api yang sama menembak dinding seolah ada insiden tembak menembak.
Namun, Ferdy Sambo membantah keterangan Bharada E yang menyatakan bahwa dirinya turut menembak Yosua.
Bharada E kini menjadi justice collaborator yang akhirnya mengungkap terjadi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yang sebelumnya diskenariokan tembak menembak.
Dalam kasus ini Polri telah menetapkan 5 tersangka. Para tersangka adalah Irjen Ferdy Sambo, istrinya Putri Candrawathi, serta ajudan mereka yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR, dan Kuat Maruf.
Kuat Maruf adalah sopir sekaligus asisten rumah tangga Putri Candrawathi.
Mereka dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, junto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang permufakatan jahat.
Dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati, penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com