Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pers

MK Putuskan Tolak Seluruh Gugatan Uji Materiil UU Pers, Dewan Pers Harap Semua Pihak Mematuhi

Tudingan bahwa hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers dimentahkan oleh MK.

Tribunnews/JEPRIMA
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat. MK memutuskan menolak seluruh gugatan Uji Materiil UU Pers, Rabu (31/8/2022) 

Hal ini menjadikan Dewan Pers memonopoli semua pembentukan peraturan pers dan tidak memberdayakan organisasi-organisasi pers yang sudah ada.

Dampak negatif dari penerapan pasal ini, Dewan Pers menafsirkan memiliki kewenangan dalam membuat peraturan-peraturan di
bidang pers sehingga secara sepihak mengambil alih peran organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.

Selain itu akibat ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU a quo, Dewan Pers Indonesia yang terbentuk melalui Kongres Pers Indonesia 2019 di Asrama Haji Jakarta tanggal 6 Maret 2019 tidak kunjung ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Hal ini melanggar hak konstitusional para Pemohon, secara khusus hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Terhadap hal tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf f tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers”, dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers “Keputusan Presiden bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers yang demokratis”.

Menanggapi permohonan Pemohon, Pemohon diberikan nasihat untuk memperjelas identitasnya dan memperbaiki kedudukan hukum serta melampirkan bukti putusan kongres agar menjadi lebih kuat.

Sidang dengan agenda Perbaikan Permohonan (7/9), kuasa hukum para Pemohon Vincent Suriadinata menyampaikan beberapa pokok perbaikan yakni kedudukan hukum para Pemohon serta menegaskan posita dari permohonan.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong memberikan keterangannya pada sidang (11/10), menurutnya ketentuan yang tercantum pada UU a quo bukan ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan karena rumusannya sudah sangat jelas.

Dewan Pers selaku Pihak terkait melalui kuasa hukumnya Frans Lakaseru menyampaikan apabila organisasi pers menyusun aturan menurut versi masing-masing akan berdampak pada kekacauan dan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat peningkatan kehidupan pers.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI Atal S Depari menyampaikan pada sidang kelima (11/1) bahwa PWI sama sekali tidak mengalami kerugian konstitusional maupun kerugian operasional dengan adanya pasal yang diuji.

Senada dengan Atal, Kuasa Hukum dari LBH Pers yang mewakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan pasal aquo yang diujikan tidak bertentangan dengan konstitusi.

Namun, apabila norma pasal tersebut berubah sesuai yang diminta oleh Pemohon, maka akan membuat ketentuan pasal-pasal a quo justru menjadi tidak jelas dan sumir.

Sidang mendengarkan keterangan Saksi Pemohon (26/1), Ketua Sindikat Wartawan Indonesia atau SWI Dedik Sugianto mengatakan pada tahun 2006 Dewan Pers menjadikan menjadikan kesepakatan organisasi-organisasi pers menjadi peraturan dalam wujud memfasilitisasi .

Hal ini menimbulkan organisasi seperti SWI tidak pernah dilibatkan dalam pemilihan dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers.

Sedangkan Hika Transisia selaku Sekretaris Umum DPP Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) mengatakan adanya ketidakjelasan tafsir dalam UU Pers mengakibatkan pihaknya tidak dapat menentukan dan menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved