SJMJ
Mengenal Kongregasi Suster-suster Jesus Maria Joseph
Bersejarah 29 Juli SJMJ 200 Tahun Berkarya di Dunia, SR Justien Tiwow Menjelaskan Terobosan Pendidikan dan Pastoral di
Penulis: Fistel Mukuan | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Tepatnya 29 Juli 2022 Suster-suster Jesus Maria Joseph (SJMJ) akan merayakan 200 tahun berkarya di Indonesia.
SJMJ ada di beberapa negara, antara lain abelanda, Afrika India dan Australia.
Hal itu dikatakan SR Justien Tiwow Pemimpin Provinsi SJMJ dalam Tribun Podcast yang dipandu Maximus Geneva Jurnalis Tribun Manado, Senin (25/7/2022) dengan Topik 200 tahun SJMJ Berkarya.
Tribun Podcast ini bisa disaksikan melalui siaran di Facebook Tribun Manado dan Youtube Tribun Manado Official.
Menurut SR Justien Tiwow, SJMJ adalah satu kongregasi lembaga hidup bakti yang didirikan di Belanda tahun 1822, kalau di Indonesia pada tahun 1898, jadi tahun depan akan berusia 125 tahun .
Baginya, suster-suster yang bergabung mereka itu masuk harus mendaftar dan ada proses tahapnannya sampai menjadi suster.
Iapun menceritakan karya SJMJ di Sulut, ada pendidikan, kesehatan, sosial dan pastoral.
"Jadi di pendidikan ada TK, SD, SMP, SMA, SLB dan pendidikan kesehatan juga ada sekolah tinggi kesehatan," tuturnya.
Lanjutnya, kalau di kesehatan ada Rumah Sakit (RS) Budi Mulia di Bitung, RS Hermana Lembean, RS Gunung Maria Tomohon, ada juga RS di Tompaso Baru dan di Langoan serta ada Poli Klinik.
Dikatakannya, untuk SLB atau Sekolah Luar Biasa itu ada di Panti Tomohon, disana ada sekitar 58 anak cacat mental, jadi meraka diasramakan dan sekolahnya disitu.
Kalau pastoral katanya ada panti Werda di Lembean dan panti asuhan di Langowan.
Menjadi seorang biarawati ditegaskannya, harus kemauan sendiri bukan dari orang lain, minimal Sekolah Lanjutan Atas.
Ia menceritakan sedikit untuk menjadi suster ada pendidikan dasar di Tomohon untuk selama satu tahun.
Sesudah itu selama satu tahun lagi masa pembinaaan mereka akan menerima busana biara.
Suster juga benceritakan tantangan pembinaan suster-suster sekarang berbeda dengan yang dulu.
"Pembinaan suster muda yaitu anak-anak muda sekarang sudah berbeda dengan jaman dulu. Anak-anak sekarang sudah terbiasa dengan instan dan pengaruh gadget, karena calon suster itu perlu fokus," ungkapnya.
Dikatakannya lagi, jumlah suster sekarang 354 orang di dunia, kalau di Sulut 115.
"Kami terus berusaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan selalu melakukan tanggang jawab dari dulu hingga sekarang," lanjutnya.
Harapannya kedepan dimana ada sekolah yang kurang, mereka akan berusaha supaya bisa mendirikan sekolah disana.
"Harap juga semoga suster-suster kita atau semua yang terlibat di dalam kegiatan inj bisa mengalami suatu kegembiraan di momen 200 tahun boleh bertahan dan bisa bertahan seterusnya," tutupnya.
Diketahui, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara menjadi tuan rumah perayaan 200 tahun Kongregasi Suster-suster Jesus Maria Joseph (JMJ) di dunia.
Puncak perayaan dipusatkan di Gereja Hati Kudus Tomohon pada Jumat (29/097/2022).
Undangan Perayaan 200 Tahun Kongregasi Suster Jesus Maria Joseph (SJMJ) dari seluruh Indonesia .
Tomohon menjadi tempat SJMJ Berkarya pertama kalinya di Indonesia. Biara Walterus di Kolongan Tomohon adalah Biara SJMJ pertama di Indonesia
Dari Tomohon, karya pelayanan SJMJ bagi umat, gereja, masyarakat terus berkembang. Karya pelayanan SJMJ meliputi bidang pendidikan dan kesehatan di Sulut Beberapa di antaranya, persekolahan di Kota Manado, yakni TK dan SD Santa Theresia; SMP Pax Christy; SMA Rex Mundi.
Lalu sejumlah rumah sakit, di antaranya, RS Gunung Maria Tomohon; RS Stella Maris Bitung; RS Hermana Lembean, Minut; RS Budi Setia Langowan. Ada juga Panti Samadi; Panti Walterus dan beberapa panti sosial lainnya yang merupakan karya pelayanan SJMJ.
Selain Sulawesi Utara, Tarekat SJMJ berkarya di 22 Keuskupan yang ada di Indonesia.
Sedangkan di dunia, Tarekat SJMJ yang berdiri pada 29 Juli 1822 di Amersfoort, Belanda, melakukan karya pelayanan di sejumlah negara.
Selain di Belanda dan Indonesia, SJMJ berkarya India, Australia, Italia hingga Ghana (Afrika).
Pendirinya Pater Mathias Wolff SJ. Panggilan untuk mendirikan sebuah Kongregasi berawal dari situasi Gereja di Belanda pada waktu itu yang membutuhkan kemerdekaan.
Pada tahun 1819, tiga gadis muda dari Culemborg menyatakan keinginannya kepada Pater Wolff untuk menjadi biarawati. Mereka adalah Maria Stichters, Sophia Miltner dan Maria Josepha van Elk. Pada tahun 1819.
Pater Wolff mengirim mereka sebagai calon-calon untuk kongregasi yang akan didirikannya kepada Kongregasi Suster-Suster Notre Dame di Gent (Belgia) untuk dibina dalam hidup religius.