Polisi Tembak Polisi
Baru Terungkap Decoder CCTV Disabotase Sehari Setelah Penembakan Brigadir J, Irjen (Purn) Seno Kesal
Kasus penembakan di Rumah Dinas Polri, CCTV diganti sehari setelah terjadi baku tembak di kediaman Kadiv Propam
TRIBUNMANADO.CO.ID - Baru terungkap soal CCTV di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Kabarnya hal tersebut membuat kesal RT di kompleks tersebut.
Ternyata sehari setelah kejadian baku tembak CCTV disabotase polisi.
Baca juga: Kumpulan Twibbon Ucapan Selamat Ulang Tahun ke-399 Kota Manado Sulawesi Utara
Baca juga: Kecelakaan Maut, Mobil Datsun Go Terjun ke Jurang 20 Meter, 3 Penumpang Tewas Serta 5 Korban Parah
Baca juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini Kamis 14 Juli 2022, BMKG: Bandung Hujan Ringan, Surabaya Berawan Tebal
Insiden saling tembak antara polisi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore, 8 Juli 2022 lalu masih menyisakan banyak misteri sekaligus berbagai kejanggalan.
Misalnya, soal CCTV yang disebut sudah 2 minggu mati, dugaan perangkat CCTV disabotase setelah kejadian, tidak adanya police line saat hari H kejadian, hingga tidak ada ambulans yang lalu lalang membawa korban ke rumah sakit.
Sampai kemarin tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih menyelidiki insiden yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu.
”Tim khusus sudah bekerja dan setelah selesai akan kami sampaikan,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu, 13 Juli 2022.
Sejumlah fakta menarik ditemukan di lapangan. Sehari setelah kejadian penembakan itu, tepatnya pada Sabtu, 9 Juli 2022 atau sehari setelah kejadian.
Perangkat CCTV di kompleks Polri yang pusatnya berada di Pos Satpam sempat disabotase polisi.
Foto : Rumah Dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. (via Tribunnews.com)
Dekoder CCTV itu diganti oleh polisi tanpa izin ke pengurus lingkungan.
Hal itu diungkapkan oleh Irjen Pol (Purn) Seno Sukarto yang merupakan Ketua RT 05 RW 01 di kawasan rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Seno mengatakan di kompleks tersebut terpasang sejumlah CCTV di beberapa sudut. Namun sehari setelah kejadian penembakan, kata Seno, decoder CCTV di kompleks itu diganti oleh polisi.
"Maksudnya (yang diganti) itu bukan CCTV di rumah Pak Sambo, (tapi) CCTV alatnya yang di pos. Iya (diganti polisi)," kata Seno kepada wartawan, Rabu (13/7/2022).
Seno mengaku baru mengetahui sabotase CCTV itu pada Senin (11/7). Dia mendapat informasi dari petugas keamanan kompleks.
Akibat decoder CCTV komplek diganti, maka sebagai ketua RT ia tak bisa memutar ulang rekaman beberapa jam setelah kejadian.
Itu sebabnya, dia juga tak mengetahui jenazah korban diangkut menggunakan mobil ambulance atau mobil pribadi.
”Saya tanya ke Satpam, ya dia aja enggak tahu diganti yang baru alatnya ininya itu, ya mungkin karena semua CCTV sini kan pusatnya di pos keamanan," terangnya.
Seno mengaku geram karena tidak ada yang melapor saat kejadian baku tembak terjadi.
”Sampai sekarang saya ketemu aja nggak, terus terang saya juga ya kesal. Saya ini dianggap apa sih, maaf saja saya ini Jenderal loh, meskipun RT," kata Seno.
Mantan Kapolda Sumatera Utara dan Kapolda Aceh itu juga tersinggung atas sikap polisi yang tidak memandang dirinya sebagai ketua lingkungan.
Seno menambahkan, pihak kepolisian juga kerap memerintah sekuriti tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pengurus RT termasuk Ketua RT.
"Jadi saya memang tersinggung juga dalam hal ini. Sama sekali nggak ada laporan, nggak ada ini, merintahkan satpam seenaknya saja. Kenapa tidak memberi tahu saya sebagai ketua RT," ujar dia.
Seno juga menuturkan, setelah insiden penembakan tersebut, tidak ada mobil ambulans ke lokasi untuk mengevakuasi korban.
Jenderal polisi purnawirawan bintang dua tersebut mengaku sudah menanyakan kepada satpam kompleks Polri yang bertugas saat kejadian, Jumat sore, 8 Juli 2022.
Seno mengatakan, Satpam sama-sekali tidak melihat adanya ambulans ke lokasi atau melintas pasca aksi penembakan tersebut.
Hingga tadi malam saat berita ini ditulis, belum ada penjelasan dari polisi mengenai keterangan Seno itu.
Tribun Network sudah menghubungi Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto lewat pesan teks, namun pesan yang dikirim tidak dijawab.
Penjelasan Mabes Polri Dinilai Janggal
Sebelumnya dalam penjelasan resminya ke wartawan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan, insiden baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam itu berawal dari teriakan minta tolong istri Irjen Ferdy Sambo, Putri.
Ia berteriak karena Brigadir Yosua masuk ke kamarnya dan melecehkannya. Brigadir Yosua merupakan anggota Bareskrim Polri yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Teriakan Putri rupanya didengar oleh Bharada E, anggota Brimob yang bertugas sebagai pengawal Kadiv Propam. Ia kemudian mendatangi sumber suara.
Aksi Brigadir Yosua dipergoki Bharada E. Menurut polisi, Yosua panik dan melepaskan tembakan ke Bharada E. Namun tembakan itu meleset dan langsung dibalas oleh Bharada E.
Saling tembak antara Brigadir Yosua dengan Bharada E pun terjadi.
Total ada 12 kali tembakan dalam peristiwa itu. Akibatnya Brigadir Yosua tewas dalam kejadian itu. Jasadnya juga telah diserahkan ke pihak keluarganya di Jambi.
Berbagai keanehan dan kejanggalan dari keterangan Brigjen Ahmad Ramadhan ini kemudian banyak dipertanyakan.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto merasakan keanehan dari pernyataan Ramadhan terkait kasus penembakan Brigadir Yosua.
Menurut Bambang, penyataan Brigjen Ramadhan itu tidak masuk akal. Menurutnya aneh jika seorang ajudan berani melecehkan istri bosnya.
Ini mengingat Yosua sudah dua tahun melakukan pengawalan kepada istri jenderal bintang dua tersebut.
"Sangat aneh, logikanya Kadiv Propam itu pimpinannya dan secara level sangat jauh Brigadir dengan jenderal," kata Bambang Rukminto saat dikonfirmasi, Selasa (12/7/2022).
Bambang mengatakan Brigadir Yosua telah bertugas mengawal keluarga Irjen Ferdy Sambo sejak dua tahun terakhir. Dia bilang kedekatan antara Brigadir Yosua dan pihak keluarga Sambo sudah terjalin.
"Mengapa pelecehan itu baru terjadi dan berada di rumah dinas Kadiv Propam? Karena pada dasarnya prinsip kejahatan itu pasti terjadi karena peluang. Bukankah peluangnya lebih banyak di luar rumah daripada di rumah dinas?" ungkap Bambang.
Bambang menyatakan, tidak sembarang orang bisa dekat dengan keluarga pejabat Polri. Karena itu, pelecehan terhadap sang istri dinilai sangat janggal.
"Menjadi sangat aneh bila tiba-tiba pelaku menjadi berubah, berani melecehkan istri pimpinan di rumah dinas pimpinan, yang tentu saja ada anggota polisi yang berjaga atau orang-orang lain di kediaman," jelas dia.
Bambang pun meminta Polres Metro Jakarta Selatan mengusut tuntas kasus tewasnya Brigadir Yosua.
Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo dan istri, Putri Candrawathi. (Foto: twitter) (Foto Via Tribun Medan)
Pemeriksaan saksi diminta tidak fokus pada istri Kadiv Propam dan pelaku penembakan, Bhayangkara Dua (Bharada) E.
"Kalau kemudian yang menjadi saksi hanya istri Kadiv Propam dan pelaku, ini juga sangat lemah karena sulit untuk obyektif. Apakah di rumdin (rumah dinas) hanya mereka bertiga saja?," katanya.
Bukan hanya Bambang yang melihat ada banyak keanehan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melihat hal serupa.
Menurutnya banyak janggal dalam proses penanganan kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Penjelasan Polri dalam kasus itu menurut Mahfud juga tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat.
"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," kata Mahfud dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).
Foto : Polisi kembali menggelar olah TKP di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo terkait baku tembak antar ajudannya yakni Bharada E dan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hingga tewas, Rabu (13/7/2022). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)
Mahfud mengatakan kredibilitas Polri dan Pemerintah menjadi taruhan dalam kasus ini, sebab lebih dari setahun terakhir Polri selalu mendapat penilaian atau persepsi positif yang tinggi dari publik berdasarkan hasil berbagai lembaga survei.
"Kinerja positif pemerintah dikontribusi secara signifikan oleh bidang politik dan keamanan, serta penegakan hukum. Hasil survei terakhir Indikator Politik yang baru diumumkan kemarin misalnya mengatakan begitu," katanya.
Ia pun menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus terdiri orang-orang kredibel dan dipimpin oleh Komjen Gatot Eddy, sudah tepat.
"Itu sudah mewakili sikap dan langkah Pemerintah sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya," katanya.
Di sisi lain, sebagai Ketua Kompolnas, ia sudah berpesan kepada Sekretaris Kompolnas Benny J. Mamoto untuk aktif menelisik kasus itu guna membantu Polri membuat perkara menjadi terang.
"Perkembangannya bagus juga karena selain membentuk tim, Kapolri juga sudah mengumumkan untuk menggandeng Kompolnas dan Komnas HAM guna mengungkap secara terang kasus ini," kata Mahfud.(tribun network/nir/man/den/dod)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com