Sosok Tokoh
Profil Miranda Goeltom, Kini Wakil Komisaris Utama Bank Mayapada, Mantan Napi Korupsi Kasus Suap
Miranda Goeltom, mantan deputi gubernur Bank Indonesia, sempat jadi saksi kasus Bank Century, kini jadi Wakil Komisaris Utama PT Bank Mayapada
Selama tiga tahun, Miranda Goeltom mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang.
Miranda dinyatakan bebas murni pada Selasa (2/6/2015) pukul 07.00 WIB.
Ia mengibaratkan kebebasannya tersebut sebagai kelulusan dalam tahap pendidikan.
"Saya sudah lulus dari 'universitas kehidupan' meskipun banyak yang saya tidak mengerti," ujar Miranda saat ditemui di Gereja Protestan Indonesia bagian Barat Paulus, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa siang.
Ia mengatakan, banyak hikmah yang dia ambil atas kasus korupsi suap cek pelawat yang menjeratnya sebagai terpidana Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, setelah keluar dari tahanan, ia seperti dilahirkan menjadi manusia baru.
"Kita diremukkan, tetapi kita tetap tegar dan selamat. Semoga Allah memberi saya tetap kekuatan, saya boleh menjalani kehidupan saya lagi dengan sukacita," kata Miranda.
Miranda bersyukur karena dapat kembali berkumpul bersama keluarga dan orang-orang terdekatnya. Oleh karena itu, kata dia, keluarga menggelar ibadah syukuran untuk menyambut bebasnya Miranda.
"Memang saya juga tidak ingin ada apa-apa tadinya. Tapi ibadah syukur adalah sesuatu pengucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa," kata Miranda.
Dalam kasus ini, Miranda terbukti bersama-sama Nunun Nurbaeti menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI pada 2004. Adapun Nunun lebih dulu divonis dua tahun enam bulan penjara dalam kasus ini.
Meski pemberian suap tidak dilakukan Miranda secara langsung, majelis hakim menilai ada serangkaian perbuatan Miranda yang menunjukkan keterlibatannya. Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, seperti Nunun Nurbaeti, serta anggota DPR 1999-2004, Hamka Yamdhu dan Dudhie Makmun Murod. Miranda dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Diutarakan majelis hakim, kasus berawal saat Miranda dinyatakan sebagai calon DGS BI 2004 oleh presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri. Pada akhir Mei 2004, Miranda terbukti melakukan pertemuan dengan Fraksi PDI-Perjuangan di Hotel Dharmawangsa dan dengan Fraksi TNI/Polri di kantornya Graha Niaga, Sudirman, Jakarta. Dalam dua pertemuan itu, Miranda menyampaikan visi dan misinya sebagai calon DGS BI 2004.
"Menimbang berdasarkan keterangan saksi Agus Condro, Dudhie Makmun Murod, dan Tjahjo Kumolo, ada pertemuan dengan Fraksi PDI-P dan keterangan Udju Djuhaeri ada pertemuan dengan TNI/Polri, dalam pertemuan tersebut terdakwa menyampaikan visi dan misinya soal perbankan," papar hakim Anwar.
Fakta ini diperkuat dengan fakta lain yang menggambarkan kedekatan hubungan Miranda dengan Nunun Nurbaeti. Terkait pencalonan Miranda ini, Nunun terbukti memerintahkan Arie Malangjudo untuk mengantarkan "tanda terima kasih" kepada anggota Dewan.
Sebelum fit and proper test berlangsung atau pada 7 Juni 2004, office boy di kantor Nunun mengantarkan empat kantong belanja ke ruangan Arie Malangjudo. Keesokan harinya, di tengah berlangsungnya fit and proper test calon DGS BI 2004, Arie dihubungi sejumlah anggota DPR yang menanyakan titipan dari Nunun tersebut.
"Pada saat fit and proper test berlangsung, saksi Dudhie, Endin, Udju, bersama Darsuf Yusuf dan Suyitno, serta Hamka menerima cek perjalanan yang masing-masing amplop nilainya Rp 50 juta," tambah hakim Anwar.