Masih Ingat
Masih Ingat Engeline? Gadis 8 Tahun yang Dibunuh Ibu Angkat di Bali, Begini Kisah Harunya
Pada Juni 2015, publik digemparkan dengan kematian bocah 8 tahun yang bernama Engeline Margriet Megawe, murid kelas 2 SDN 12 Sanur, Denpasar, Bali.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Masih Ingat Engeline? Gadis 8 Tahun yang Dibunuh Ibu Angkat di Bali, Begini Kisah Harunya.
Engeline dibunuh oleh ibu angkatnya bernama Margriet Christina Megawa.
Pada Juni 2015, publik digemparkan dengan kematian bocah 8 tahun yang bernama Engeline Margriet Megawe, murid kelas 2 SDN 12 Sanur, Denpasar, Bali.
Dengan berjalannya waktu, Engeline ternyata dibunuh oleh ibu angkatnya, Margriet Christina Megawa.
Pembantu rumah tangga di rumah Magriet, Agustinus Tay Hamdani juga ikut terseret kasus tersebut.
Baca juga: Masih Ingat Leony? Dulu Penyanyi Cilik Trio Kwek Kwek, Penampilannya Kini Bikin Pangling
Baca juga: Masih Ingat Yan Vellia? Istri Mendiang Didi Kempot, Kini Kesulitan Cari Uang
Foto: Brosur pencarian Angeline (KOMPAS.com/SRI LESTARI)
Sebelum kasus pembunuhan tersebut terungkap, Engeline dikabarkan hilang sejak 16 Mei 2015 oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W.
Hampir sebulan hilang, mayat Engeline ditemukan terkubur di belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali pada Rabu, 10 Juni 2015.
Tujuh tahun berlalu, cerita Engeline menjadi bagian kelam dari kekerasan dalam rumah tangga yang menewaskan seorang anak di rumah yang seharusnya memberikan rasa aman pada dirinya.
Orangtua kandung tak punya biaya melahirkan
Engeline lahir pada tanggal 19 Mei 2007 di sebuah klinik di daerah Canggu dari seorang ibu, Hamidah dan ayah bernama Achmad Rosyidi.
Hamidah dan suaminya kesulitan melunasi biaya persalinan.
Seseorang pun mempertemukan mereka dengan Margriet yang menawarkan bantuan untuk melunasi biaya persalinan Hamidah.
Margriet juga berniat untuk mengadopsi bayi Hamidah.
Untuk keperluan persalinan Hamidah, Margriet mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800.000 dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.
Tiga hari setelah lahir, Engeline langsung dibawa oleh Margriet dan tidak pernah bertemu lagi dengan kedua orangtuanya.
Saat itu, bayi perempuan tersebut belum diberi nama oleh Hamidah.
Nama "Engeline" diberikan oleh Margriet, mengikuti nama depan ibunya (nenek angkat Engeline).
Kala itu Hamidah bercerita jika ia tak berniat bayi tersebut kepada siapa pun.
"Saya tidak berniat sama sekali untuk memberikan Angeline kepada siapapun.
Keadaan yang memaksa saya untuk merelakan dia diasuh oleh orang lain.
Seandainya saat itu kami memiliki uang untuk membayar biaya kelahiran anak saya," kata Hamidah pada pada 15 Juni 2015.
Hamidah berasal dari Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi.
Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara.
Perempuan kelahiran 6 November 1987 itu pertama kali Bali tahun 2001 dan bekerja di sebuah warung milik kerabatnya.
Pada 2005, ia menikah dengan Rosyidi, warga Gombeng, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.
Anak pertama yang diberi nama Inna pun lahir.
Namun karena kondisi ekonomi yang belum stabil, Inna dititipkan di keluarganya di Banyuwangi.
Saat hamil kedua, Hamidah tak memberi tahu keluarganya di Banyuwangi karena tak ingin merepotkan keluarganya di Jawa.
"Saya sungkan merepotkan keluarga.
Apalagi anak saya yang pertama ikut keluarga suami saya yang pertama," kata Hamidah.
Terkait Margriet, ia mengaku baru mengenalnya setelah dikenalkan oleh suaminya.
"Suami saya katanya kenal dari temannya.
Ibu itu yang akan membayar biaya persalinan saya," kata dia.
Saat menyerahkan bayinya, Hamidah bercerita jika ia tak boleh menemui anak kandungnya hingga sang anak berusia 18 tahun.
"Selama 18 tahun saya sebagai ibu kandungnya selalu ingat sama dia.
Jangankan tahu wajahnya saat dewasa.
Namanya saja saya juga baru tahu setelah ia dikabarkan hilang," katanya sambil menghela nafas.
Setelah melahirkan bayi yang kelak diberi nama Engeline, Hamidah menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia.
Selama bekerja di Malaysia, ia beberapa kali mengirim uang untuk suami dan anak pertamanya,
Dua tahun di Malaysia, Hamidah pulang dan hamil anak ketiga.
Namun setelah anak ketiganya lahir, Hamidah bercerai dengan sang Rosyidi.
Ia pun tak mengetahui kabar anak keduanya.
Hingga polisi mendatangi keluarganya dan mengatakan Engeline hilang hingga ditemukan tewas di rumah ibu angkatnya.
Hilang hingga keluarga buat Fan Page Facebook
Foto: Engeline Margriet Megawe (Tribunnews.com)
Engeline terakhir kali terlihat oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W di depan rumahnya pada 16 Mei 2015.
Namun hingga tiga hari, Engeline tak kunjung pulang.
Setelah engeline hilang, kakak angkat Angeline, Yvonne, membuat fan page di Facebook bernama "Find Engeline-Bali's Missing Child". Selain itu, keluarga juga melapor ke polisi.
Pada 19 Me 2015, tim pencari Engline memcari keberadaan bocah 8 tahun itu ke rumah keluarga kandungnya di Banyuwangi.
Polisi juga mengerahkan anjing pelacak untuk mengetahui arah perjalanan Engeline keluar rumah.
Namun, anjing pelacak hanya berputar-putar di sekitar rumah.
Hilangnya Engeline menjadi perhatian banyak pihak.
Pada 5 Juni 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi berkunjung ke rumah Engeline.
Namun, kedatangan Yuddy tidak disambut baik oleh keluarga Engeline.
Dia justru dilarang masuk oleh satpam sewaan yang bertugas menjaga rumah Angeline.
Pada 6 Juni 2015 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yambise juga mengunjungi rumah Engeline.
Namun, lagi-lagi Margriet menolak untuk menemuinya.
Hingga akhirnya Engline ditemukan tewas di terkubur di halaman rumahnya di Jalan Sedap Malam pada Rabu (10/6/2022).
Mayat Engeline dikubur di kedalaman 1,5 meter di bawah pohon pisan dan ditutupi sampah.
Saat digali, polisi menemukan mayat Engeline dalam kondisi membusuk dengan sebuah boneka.
Pelaku pembunuhan itu pun mengarah ke ibu angkatnya, Margriet dibantung pembantunya, Agus Tay.
Jalan kaki ke sekolah dan sering dimarahi
Foto: Rumah anak hilang bernama Angeline (8) di jalan Sedap Malam nomor 26 Denpasar. (KOMPAS.com/SRI LESTARI)
Sri Wijayanti, wali kelas Engeline merasa terpukul dengan kematian Engeline. Ia bercerita Engelina adalah anak yang pendiam dan tertutup.
Sebelum hilang, Engline sempat mengaku pusing karena belum makan.
“Angeline pendiam, pemurung, wajahnya sendu. Saya hampir setiap hari mengorek keterangannya, susah dia bicara, susah ngaku, tertutup.
Terakhir sebelum hilang pernah mengeluh pusing karena belum makan, dan saya ajak pulang untuk makan di rumah (wali kelas),” kata Wijayanti, Rabu (3/6/2015).
Menurut Wijayanti, Engeline yang masuk sekolah siang hari sering terlambat.
Selain itu badannya lusuh dan bau kotoran.
Engelin pernah menangis dan mengaku harus memberi puluhan ayam, anjing dan kucing milik ibu angkatnya.
Engeline juga sering dimandikan dan rambutnya dicuci oleh gurunya karena tubuhnya kotor.
Dibunuh 3 hari sebelum ulang tahunnya
Engeline dibunuh pada 16 Mei 2015. Hal tersebut terungkap dari persidangan.
Di hari kejadian, Margriet memukuli Engeline berkali-kali di bagian wajah dengan tangan kosong.
Akibatnya pukulan tersebut hidung dan telingan Engeline mengeluarkan darah.
Setelah itu Margriet menyuruh pembantunya, Agus Tay untuk menguburkan mayat Engeline dengan iming-iming uang Rp 200 juta.
Margriet pun menyuruh Agus untuk menyalakan rokok dan menyudutkannya ke tubuh Engeline.
Setelah dipastikan tewas, mayat Engeline dikubur ke lubang di dekat kandang ayam.
Atas kasus tersebut, Agus Tay divonis 12 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan penjara) pada Selasa, 2 Februari 2016.
Dua hari kemudian, Margriet dituntut dengan penjara seumur hidup.
(Kompas.com)
Tayang di Kompas.com