Terkini Nasional
Wamenkumham Edward O.S Hiariej Besok Datang ke Sulawesi Utara, Berikut Profilnya
Wakil Menteri Hukum dan Ham Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej direncanakan akan datang ke Sulawesi Utara Pada Rabu (11/5/2022).
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Handhika Dawangi
TRIBUNMANADO.CO.ID - Wakil Menteri Hukum dan Ham Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej rencananya akan datang ke Sulawesi Utara besok Rabu (11/5/2022).
Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara Haris Sukamto.
"Besok rencananya Beliau datang, kami mengundang teman-teman media untuk datang meliput," jelasnya Selasa (10/5/2022).
Berikut Profil Wakil Menteri Hukum dan Ham Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH M.Hum, lahir di Ambon, Maluku, pada 10 April 1973.
Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej.
Selama ini dikenal sebagai sosok akademisi yang kerap dimintai pendapat soal isu-isu hukum.
Eddy OS Hiariej meraih gelar professor pada usia yang terbilang muda, yaitu 37 tahun.
Eddy Hiariej mendapatkan gelar profesor di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
SK guru besar tersebut turun pada 1 September 2010.
Capaian tersebut tidak lepas dari prestasi ketika menempuh pendidikan jenjang doktoral.
Eddi Hiariej berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam waktu yang lebih singkat.
Ia berhasil menyelesaikan pendidikan doktor dalam waktu 2 tahun 20 hari.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini kerap menjadi saksi ahli di berbagai persidangan.
Kritik UU Cipta Kerja
Sebelum dilantik menjadi wamenkumham, Eddy sempat mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja.
Ia mengatakan, UU Cipte Kerja Berpotensi menjadi “macan kertas” karena tidak memiliki sanksi yang efektif.
Eddy Hiariej juga menilai UU Cipta Kerja tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya.
"Dia (UU Cipta Kerja) bisa sebagai macan kertas.
Artinya apa? Artinya sanksi pidana dan sanksi-sanksi lainnya bisa jadi dia tidak bisa berlaku efektif," kata Eddy, dikutip sebelumnya Rabu (7/10/2020).
Selain itu, dia menilai jika UU Ciptaker hanya memiliki sanksi administrasi.
"Saya melihat dalam RUU Cipta Kerja itu ada sanksi pidana di dalamnya, tetapi di atas tertulisnya adalah sanksi administrasi.
Padahal, sanksi administrasi dan sanksi pidana itu adalah dua hal yang berbeda secara prinsip.
Jadi judulnya sanksi administrasi, sementara di bawahnya itu sanksi pidana isinya," tambah Eddy.
Ia juga menilai ada kesalahan konsep penegakan hukum dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melakukan pelanggaran.
Sebab, dalam UU itu, pertanggungjawaban korporasi berada dalam konteks administrasi atau perdata.
Namun, aturan tersebut juga memuat sanksi pemidanaan bagi korporasi.
"UjuNg-ujung ada sanksi pidana yang dijatuhkan kepada korporasi dan celakanya itu adalah pidana penjara," kata dia. (Ren)