Berita Sulut
Warga Toulour di Perantauan Siapkan Perayaan Paskah di TMII, Tonjolkan Budaya Mapalus dan Sumakei
Toulour atau Toudano di perantauan bakal menghelat Paskah bersama di Anjungan Sulawesi Utara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Toulour atau Toudano di perantauan bakal menghelat Paskah bersama di Anjungan Sulawesi Utara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Rencananya Ibadah Perayaan Paskah akan dihelat 15 Mei 2022.
Bert Toar Polii, Tokoh Masyarakat Tondano, Kabupaten Minahasa menjelaskan, sebenarnya Toudano dan Toulour itu sama artinya orang air.
Toulour digunakan oleh orang Tomohon menyebut Toudano karena lour artinya air dalam Bahasa Tomohon. Sedangkan dalam Bahasa Tondano, lour itu artinya danau, sedangkan untuk air digunakan kata rano atau dano.
Toulour menjadi sangat popular karena buku-buku sekolah oleh penulis-penulis Graafland dan Riedel (anak dari Johann Friedrich Riedel); ke-dua-duanya bekerja diwilayah Toumbulu atau Tomohon.
Kembali soal Perayaan Paskah Bersama,
Ia mengatakan, kegiatan ini idenya berawal dari Perkumpulan Alumni Smanto 170.1 di bawah pimpinan Carlo Tewu yang kemudian mengajak Greetty dan Grace Tielman atau yang lebih dikenal dengan Tielman Sister.
Grace Tielman merupakan Ketua Wanita ne Toudano (WnT) sedangkan Greetty Tielman, Ketua Pinasungkulan Mapalus ne Toulour (PMnT).
Dari diskusi para tokoh ini, kata Bert kemudian munculah ide munculah ide untuk mengganti Paskah Bersama menjadi Paskah Mapalus.
Ide ini muncul dari Andre Sumual Ketua Yayasan Mapalus Alumni Smanto 170.1 yang langsung disetujui bersama.
Dari hasil diskusi tersebut, ada beberapa alasan yang membuat terselenggaranya kegiatan bersama ini.
Pertama adalah mempertahankan Warisan budaya Mapalus berbasis kearifan lokal oleh Masyarakat Minahasa yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi zamannya. Oleh sebab itu mungkin lebih pas disebut Mapalus Modern.
Kedua, kebersamaan sebagai sesama Warga Minahasa di Tanah Rantau.
''Ini juga sesuai kearifan local yang ditinggalkan para leluhur untuk Maesa-esaan, maleos-leosan, mangenang-genangan, malinga-lingaan, masawang-sawangan, matombo-tomboan," kata Pentolan Bridge Sulut ini.
Artinya saling bersatu, seiya sekata (maesa-esaan), saling mengasihi dan menyayangi (maleos-leosan), saling mengingat (mangenang-genangan), saling mendengar (malinga-lingaan), saling menolong (masawang-sawangan), dan saling menopang (matombo-tomboan).
Ketiga, situasi dan kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan banyak kegiatan.