Wawancara Eksklusif
Cerita Capten David, Pilot Asal Sulut yang Sempat Mendarat Darurat di Mapanget
Ada tamu spesial dalam prodcast Tribun Baklak. Tamu tersebut yakni Deputi General Aviation PPPI Capt J David.
Penulis: Nielton Durado | Editor: Handhika Dawangi
TRIBUNMANADO.CO.ID - Prodcast Tribun Manado yakni Tribun Baklak kembali hadir bagi seluruh masyarakat di Sulawesi Utara.
Kali ini ada tamu spesial dalam prodcast Tribun Baklak yang digelar di Kantor Tribun Manado, Kamis 5 Mei 2022.
Tamu tersebut yakni Deputi General Aviation PPPI Capt J David.
Prodcast Tribun Baklak kali ini dipandu oleh salah satu redaktur senior di Tribun Manado yakni David Kusuma.
Berikut wawancara eksklusif antara Tribun Manado dan Capt J David dalam prodcast Tribun Baklak :
TM : Bagaimana awal mula Capt J David bisa jatuh hati dengan dunia penerbangan?
JD : Saya mulai mengikuti sekolah penerbangan itu semenjak lulus SMA di tahun 1989 di Curuk Tangerang disalah satu lembaga pendidikan milik pemerintah.
Selama 2 tahun saya benar-benar dididik dengan sangat luar biasa disana, dan hasilnya yah seperti saat ini.
Ditahun 1989, pendidikan penerbangan di Tangerang ini masih belum berbayar dan gratis.
TM : Apakah dari kecil memang punya cita-cita jadi pilot?
JD : Kebetulan memang background keluarga, karena ibu juga berprofesi sebagai aviasi.
Dan diusia saya saat masih tiga tahun, saya sempat diangkat oleh seorang pilot disalah satu maskapai sebagai anak mereka.
Bahkan ditahun 1973, saya sering dipangku di pesawat dan dibawa terbang oleh orang tua angkat ini.
Jadi keinginan saya untuk jadi seorang pilot sudah terbawa sejak dulu.
TM : Lalu setelah lulus dari sekolah di Tangerang, bagaimana rasanya menerbangkan pesawat untuk pertama kalinya?
JD : Pertama kali menerbangkan pesawat bukan saat lulus, tapi saat ujian tes masuk pendidikan di Tangerang.
Saat tes terakhir, kami diminta untuk menerbangkan pesawat asli bukan simulator.
Ini adalah tes terakhir sebelum saya menjadi siswa di Tangerang.
Pada saat tes pesawat tersebut, saya gugup bukan main.
Tapi ada rasa bangga saat pesawat lepas landas dengan saya memegang kemudinya.
TM : Pasca selesai pendidikan, selanjutnya berkarya di maskapai mana saja?
JD : Pendidikan sebagai seorang pilot itu tidak mudah, tapi saat seorang pilot sudah bisa menerbangkan pesawat sendiri itu berarti dia sudah berstatus Capten.
Untuk pesawat di perusahaan seperti Garuda dan lain-lain seorang Pilot membutuhkan Komersial Pilot Lisense.
Mendapatkan ini tidaklah mudah, seorang pilot harus menghabiskan penerbangan hingga ratusan jam lamanya.
Pada saat seorang pilot melamar disalah satu perusahaan penerbangan, maka dia juga harus sekolah lagi untuk belajar tipe pesawat yang akan dia terbangkan.
TM : Lalu berapa lama waktu yang dibutuhkan semenjak pertama kali sekolah hingga mendapatkan Bar 3?
JD : Pendidikan biasanya hanya 18 bulan saja, tapi karena faktor cuaca bisa lebih lama bahkan sampai dua tahun.
Dari dua tahun, kemudian masuk proses maskapai akan ada pendidikan lagi untuk mencapai 1000 jam penerbangan.
Karena seorang pilot itu diatur untuk jam terbang. Dimana dalam sehari tidak boleh melebihi sembilan jam terbang.
Satu Minggu tidak boleh melebihi 30 jam terbang. Satu bulan tidak boleh lebih dari 110 jam terbang, dan satu tahun tidak boleh lebih dari 1050 jam terbang.
Kalau dia karirnya cepat paling tidak hanya dalam waktu lima tahun saja, seorang pilot bisa mendapatkan gelar Capten.
TM : Adakah pengalaman unik saat anda menerbangkan pesawat?
JD : Pada tanggal 17 Agustus 2000, saya diminta untuk menerbangkan satu pesawat kecil untuk membawa satu penerjun payung di Manado.
Kegiatan ini masih dalam rangka HUT Kemerdekaan RI di Kota Manado.
Misinya adalah dia terjun untuk membawa bendera.
Saat berada diatas stadiun Klabat sekitar pukul 10.00 Wita dan menunggu instruksi.
Tiba-tiba dapat kabar penerjunan ditunda jam 11.
Pada saat itu pengawas bertanya apakah saya bertahan atau kembali ke base.
Saya kemudian memilih untuk kembali ke base. Saya juga diminta melapor saat mau kembali ke base.
Pada saat hendak turun ketinggian dan kembali ke base, pesawat itu mati mesinnya.
Saat itu sih penerjun ini sangat panik, tapi saya tetap melakukan sesuai prosedurnya.
Setelah itu pesawat itu saya kontrol, lalu cari apa penyebabnya, kemudian saya coba untuk start kembali.
Tapi usaha ini masih juga belum bisa, sehingga saya harus menentukan lokasi dimana harus mendarat darurat.
Setelah itu saya melaporkan ke base dan mereka panik.
Saya lalu mendarat disalah satu restoran di Mapanget dengan keadaan emergency.
Sih penerjun sudah lebih dulu turun karena memang sudah diintruksikan begitu.
Sebelum turun, sih penerjun tepuk bahu saya dan mengatakan dia duluan turun.
TM : Sebagai Putra Sulut, apakah ada pesan untuk generasi muda saat ini?
JD : Jangan berhenti bermimpi, dan jangan menyerah dengan keterbatasan. Percaya bahwa kita mampu dan bisa. (Nie)