Kasus Polisi Pemeras
Polisi Ditembak karena Peras Warga, Ternyata Pernah Aniaya Pacar dan Buat Perguruan Beladiri Bentrok
Sebelumnya diketahui seorang oknum polisi ditembak. Diketahui oknum polisi yang ditertembak karena memeras warga.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebelumnya diketahui seorang oknum polisi ditembak.
Diketahui oknum polisi yang ditertembak karena memeras warga.
Ternyata tak hanya suka memeras, oknum polisi Bripda PS ini banyak jalani sidang kode etik.
Baca juga: Ternyata Emak-emak Provokator Pengeroyokan Ade Armando Demo 11 April, Polisi Enggan Menindak
Baca juga: BPJamsostek Berbagi Takjil Gratis bagi Pengendara di Manado
Baca juga: Ferry Wowor Kembali Pimpin PORDASI Sulut 2022-2027, Sosok Politisi PDIP Jabat Ketua ODC
Foto : Ilustrasi Polisi. (Tribunnews.com)
Bripda PS, oknum anggota Polres Wonogiri yang ditembak karena memeras warga saat check in di hotel melati ternyata sudah beberapa kali menjalani sidang kode etik.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudussy mengatakan, Bripda PS pernah melakukan penganiayaan terhadap pacarnya.
Bukan itu saja, ia juga pernah membuat keonaran yang menyebakan dua perguruan beladiri bentrok.
Menjalani Sidang Kode Etik Selain itu, sambungnya, Bripda PS juga pernah membubarkan latihan penguruan beladiri dengan pistol.
"Dia beberapa kali menjalani sidang kode etik," Iqbal saat rilis kasus pemerasan di Polda Jateng, Kamis (21/4/2022).
Terkait dengan itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, anggota yang sudah beberapa kali menjalani sidang etik dan diketahui perkaranya ada dugaan tindak pidana penganiayaan pada pacarnya, seharusnya diproses pidana dan putusan sidang kode etiknya berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
"Pantas sekali (dipecat). Bahkan sejak yang bersangkutan menganiaya pacarnya, ia sudah pantas dipecat. Seorang polisi yang tega melakukan kekerasan terhadap pacarnya berpotensi tega melakukan kekerasan terhadap masyarakat," katanya kepada Kompas.com, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (23/4/2022).
Poengky menilai, belum adanya sanksi tegas berupa proses pidana dan belum dikenai sanksi etik PTDH pada pelanggaran-pelanggaran sebelumnya, maka membuatnya semakin menjadi-jadi tindakannya.
"Karena itu saya berharap pimpinan dan Propam harus tegas dalam melakukan pemeriksaan dan menetapkan aturan-aturan yang dilanggar yang bersangkutan agar ada efek jera. Jika hanya dijatuhi hukuman ringan, yang bersangkutan tidak akan kapok," ujarnya.
Saat ditanya seringnya terjadi aksi kekerasan yang dilakukan polisi terhadap masyarakat, Poengky mengatakan, dalam hal ini diperlukan pengawasan dari atasan.