Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mafia Minyak Goreng

Sosok Mafia Minyak Goreng Ditangkap, Tersangka Pejabat Kemendag, Segini Total Harta Kekayaannya

Mafia Minyak Goreng akhirnya ditangkap. Tersangkanya pejabat Kemendag, inisial IWW. Berapa harta dan kekayaannya?

Editor: Frandi Piring
Foto via holopis.com
Indrasari Wisnu Wardhana, Dirjen PLN Kemendag yang ditangkap kasus mafia minyak goreng. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Akhirnya Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan ( Dirjen PLN Kemendag ) RI,

berinisial IWW alias Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus tindakan melanggar hukum dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.

Indrasari Wisnu Wardhana diduga terlibat dalam tindakan korupsi ekspor minyak sawit mentah.

Berdasarkan data yang dilihat Kompas.com dalam situs elhkpn.kpk.go.id milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indrasari mempunyai harta kekayaan sebesar Rp 4.487.912.637.

Angka tersebut diketahui dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Indrasari pada 19 Maret 2021 atau laporan periodik 2020.

Kala itu, Indrasari masih menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Kerja Sama Antar Lembaga Kementerian Perdagangan.

Indrasari memiliki tiga lahan dan bangunan yang terletak di Tangerang Selatan dan Bogor senilai Rp 3.350.000.000.

Ia tercatat memiliki kendaraan berupa sepeda motor dan mobil dengan nilai Rp 445.500.000.

Selain itu, Indrasari juga mempunyai harta bergerak lain sebesar Rp 68.200.000, kas dan setara kas senilai Rp 872.960.609.

Pejabat Kemendag ini juga tercatat memiliki hutang sebesar Rp 248.747.972. 

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan 4 tersangka dalam kasus tindakan melanggar hukum dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.

“Tersangka ditetapkan 4 orang. Pertama, pejabat eselon 1 pada Kementerian Perdagangan,

bernama IWW Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/4/2022).

Menurut Burhanuddin, tersangka Indrasari telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil atau CPO

dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.

Padahal, perusahaan itu belum memenuhi syarat untuk diberikan izin persetujuan ekspor tersebut.

Tiga tersangka lainnya yakni dari pihak swasta. Mereka adalah berinisial SMA yang merupakan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau.

Kedua tersangka lainnya, Parulian Tumanggor (PT) atau Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia dan Togar Sitanggang (TS) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.

Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 19 saksi serta memeriksa 596 dokumen atau surat terkait.

“Berdasarkan laporan hasil penyidikan ditemukan alat bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.

Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Kemudian, tiga ketentuan BAB 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 2

Perdagangan Luar Negeri per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.

“Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri,“ ujarnya.

Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung)

melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.

Kejagung menemukan sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir

yang tak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

"Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya,

karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa.

(*)

Artikel ini tayang Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved