Berita Nasional
Pro Kontra Penundaan Pemilu, Usul Elite Partai hingga Kecemasan Orang-orang Sekitar Jokowi
Wacana penundaan pemilu kali pertama dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Menurut Zulkifli, terdapat sejumlah alasan bagi PAN mendukung penundaan pemilu, mulai dari situasi pandemi, kondisi ekonomi yang belum stabil, hingga anggaran pemilu yang membengkak.
"PAN setuju bahwa pemilu perlu dipertimbangkan untuk diundur," kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli, dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).
Pada Januari lalu, usulan memperpanjang masa jabatan presiden juga sempat disampaikan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengeklaim, usulan itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya.
Alasannya, perlu waktu untuk memulihkan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga para pengusaha ingin penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.
Baca juga: Roman Abramovic Jual Chelsea Senilai Rp 57,5 Triliun, Tawarkan ke Taipan AS
Ramai ditolak
Meski tiga partai politik mendukung wacana penundaan pemilu, lima parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menyatakan menolak. Sementara, Gerindra belum menentukan sikap.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, wacana penundaan pemilu tidak penting dibicarakan.
Sebaliknya, persoalan kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat hingga kelangkaan minyak goreng dinilai lebih penting ditangani segera.
"Urusan rakyat ini jauh lebih penting ditangani daripada menunda Pemilu," kata Hasto dalam keterangannya, Minggu (27/2/2022).
Ditinjau dari segi hukum, ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum yang diatur Konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Yusril menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Jadi, jika pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).
Penundaan pemilu juga disinyalir akan menyebabkan timbulnya pemerintahan yang ilegal. Sebab, dilakukan oleh penyelenggara negara yang tidak memiliki dasar hukum.
Adapun penyelenggara negara yang dimaksud Yusril adalah mereka yang seharusnya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali dalam pemilu.