Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

14 Februari

Mengenang Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 Manado, Soekarno Menyebut Hari Sulawesi Utara

14 Februari 1946, peristiwa Merah Putih terjadi di Kota Manado, Sulut. Peristiwa Merah Putih adalah penyerbuan tangsi (markas) milier Belanda di Telin

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
Istimewa/Kolase Tribun Manado
BW Lapian dan Ch Taulu, dua tokoh sentral dalam Peristiwa Merah Putih 14 Februari 2022 di Manado, Sulawesi Utara. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - 14 Februari identik dengan Valentine's day. Terjemahan bebasnya Hari Kasih Sayang.

Meskipun demikian, 14 Februari adalah tanggal bersejarah bagi Sulawesi Utara. Bagi Indonesia juga.

14 Februari 1946, peristiwa Merah Putih terjadi di Kota Manado, Sulut. Peristiwa Merah Putih adalah penyerbuan tangsi (markas) milier Belanda di Teling, Manado.

Aksi pemberontakan kelompok militer pemuda, aktivis dan pejuang lokal itu menjadi salah satu peristiwa monumental Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya.

Berbagai himpunan rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda.

Dikutip dari berbagai sumber, Peristiwa Merah Putih tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Mereka menolak provokasi tentara Belanda yang menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa semata

Berita prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945.

Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya.

Namun kedatangan tentara sekutu bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh.

Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara terutama Manado.

Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan.

Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh tentara Belanda.

Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, seorang pemimpin di kalangan militer bersama Sersan S.D. Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda.

Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946. Mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil, Bernard Wilhelm Lapian (BW Lapian).

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved