Human Interest Story
Nestapa Warga Tanpa Negara di Bitung, 'Hidup Kami Jauh Lebih Baik di Sini’
Bitung adalah surga perikanan di Indonesia. Tak heran, kota ini bak magnet bagi sejumlah warga Filipina yang akhirnya bermukim dan menjadi stateless
Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
Laut memang menjadi tempat nelayan Filipina ini menggantungkan hidup mereka. Richard Calumba pun menganggap hidup di Bitung jauh lebih baik dari Filipina. Ikan mudah didapat, warga sekitar pun baik.
Akses untuk mendapatkan kebutuhan mereka juga mudah. "Ikan di sini banyak, kemudian dekat kota. Jadi kalau kebutuhan sangat mudah ditemui. Pokoknya di sini enak," ujarnya.
Ikan yang melimpah dan kehidupan yang lebih enak membuat mereka enggan untuk kembali ke Filipina. Seperti pemukiman Richard Calumba yang bertetangga dengan Masita Makidatu dan Caesar Adam yang tinggal di pesisir pantai di Kelurahan Manembo-nembo, Kota Bitung.
Di pemukiman mereka ada 14 kepala keluarga yang tinggal, yang semua kepala keluarga berasal dari Filipina. Para lelaki ini mengikuti agama istri mereka, ada yang muslim ada yang protestan. Agama asal mereka di Filipina adalah Katolik.

Di kampung Filipina ini lengkap dengan warung tempat warga belanja kebutuhan sehari-hari. Rumah yang mereka tinggali rata-rata berdinding tripleks dan berukuran kecil.
Sebuah pohon mangga raksasa, menjadi tempat bersantai para warga, terutama ibu-ibu yang menjaga anak-anak mereka bermain. Ada peliharaan anjing yang berkeliaran sana sini. Tepat di bibir pantai, ada ada gazebo tempat warga bersantai. Bersebelahan dengan kapal-kapal para nelayan.
Masalah Kemanusiaan Adalah yang Utama
Data di Dinas Kependudukan dan Pecatatan Sipil Bitung dan Kantor Imigrasi Bitung, saat ini ada 1.479 warga stateless di Bitung. Mereka tersebar di sejumlah pesisir di Kota Bitung. Proses pemberian kewarganegaraan telah berlangsung sejak tahun 2016 yakni ada 54 orang yang mendapat surat keputusan naturalisasi, tahun 2018 ada 277 orang serta tahun 2019 ada 156 orang yang masih berproses di Kemenkumham. Namun sepanjang 2017 ada 86 warga Filipina yang dipulangkan ke negaranya karena terlibat kasus pencurian ikan dan pemalsuan dokumen.
Wali Kota Bitung Maurits Mantiri mengatakan warga pemukim tanpa identitas kewarganegaraan yang kemudian dikategorikan sebagai stateless person di Kota Bitung mulai teridentifikasi pada saat verifikasi dan validasi ulang data terkait sengketa pilkada tahun 2005.
Ia mengungkap ini dalam seminar nasional Universitas Dipenogoro bekerja sama dengan UNHCR yang bertajuk Understanding Statelessness Situation in Indonesia through Baseline Survey Project in 2021, yang berlangsung secara daring pada 21 Desember 2021.
Ia mengatakan DPRD Kota Bitung pun menginisiasi dan memfasilitasi pendataan warga tanpa identitas sejak tahun 2010 dan ditindak lanjuti pada tahun 2015. Data biometric yang diambil Polres Bitung saat itu terdata ada 1.492 jiwa pemukim tanpa dokumen kewarganegaraan (stateless) yang beretnis Filipina Sangir di Kota Bitung
Pada umumnya warga tanpa identitas dan stateless di bitung merupakan etnis Sangir Filipina. Rata-rata sudah bermukim di Bitung selama lebih dari 15 tahun. Sebagian besar bekerja pada perusahaan/kapal perikanan tangkap di Kota Bitung, karena umumnya mereka adalah nelayan.
Maurits Mantiri mengungkap upaya Pemerintah Kota Bitung dalam menangani permasalahan stateless ini di antaranya melakukan pendataan di masing-masing wilayah kecamatan dan kelurahan. Pendataan ini dilakukan oleh lintas terkain yakni Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pariwisata dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. "Ada koordinasi dan kerja sama tim pengawasan orang asing (Timpora)," ujarnya.

Selain itu, Pemerintah Kota Bitung juga terus melakukan sosialisasi dan bantuan hukum dengan melibatkan akademisi dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara. Juga pertukaran informasi dengan Konsulat Jenderal Filipinan di Manado.
Menurutnya, kondisi saat ini tinggal 24 orang dari jumlah 277 stateless berdasarkan SK tahun 2018 yang belum mengambil SK tersebut, sehingga proses pengurusan NIK, dokumen kependudukan KK dan KTP serta akte kelahiran belum dapat dilakukan.