Kasus Pembunuhan
Seolah Seperti Kecelakaan Biasa, Ada Pertanyaan Tersisa Dalam Kematian Sejoli Nagreg
Handi dan Salsa sempat dinyatakan hilang, bahkan perkiraan diculik orang jahat mencuat selama 7 hari.
Menyeruak kejanggalan kasus
Setidaknya ada tiga kejanggalan yang menyeruak. Saya tertarik untuk terjun ke setiap titik tempat kejadian perkara, dan menelusuri kejadiannya!
Kejanggalan pertama adalah, ketiga oknum TNI ini, bertugas di tiga daerah yang berbeda.
Kolonel Priyanto di Gorontalo, Kopda Ahmad di Demak, Jawa Tengah, sementara Kopda Dwi di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Bagaimana mereka bisa berada di tempat yang sama, apakah atas seizin atasan atau ada hal lainnya?
Fakta kedua, bagaimana mungkin seorang perwira menengah senior berpangkat Kolonel, mengambil jalan pintas dengan dugaan memberi perintah kepada bawahannya untuk membuang jasad korban kecelakaan.
Padahal bisa diantar ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat, seperti Puskesmas atau klinik rawat inap.
Ada puluhan yang tersedia di sepanjang perjalanan dari Bandung, Jawa Barat menuju Banyumas, Jawa Tengah.
Melewati 6 Kabupaten, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap, dan Banyumas, Jawa Tengah.
Kejanggalan ketiga, sang Kolonel sesungguhnya tidak bersalah karena ia bukan yang mengendarai mobil. Yang bertanggung jawab atas kendaraan adalah sang pengemudi.
Dan sang pengemudi bahkan bisa bebas dari segala perkara, karena bisa jadi kecelakaan merupakan kesalahan pemotor, atau kecelakaan yang diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Tapi janggalnya, Sang Kolonel menempuh jalan lain!

Ada kesalahan lain yang ditutupi?
Atas pertanyaan-pertanyaan ini, saya tanyakan langsung kepada Kepala Oditurat Militer Tinggi-II, Brigadir Jenderal (TNI) Edy Imran.
Oditurat Militer Tinggi, jika dilingkup penegakan hukum sipil, adalah Kejaksaan Tinggi.