Korea
Pembelot Misterius Lewat Zona Demiliterisasi ke Arah Korea Utara, Militer Korsel Hubungi Korut
Sejak Perang Korea, lebih dari 30.000 orang Korea Utara mengungsi ke Korea Selatan akibat penindasan dan kemiskinan selama bertahun-tahun di Korea Uta
TRIBUNMANADO.CO.ID - Minggu (2/1/2022), sosok misterius melewati Zona Demiliterisasi (DMZ) dari Korea Selatan dari Korea Utara.
Peristiwa ini seperti ini jarang terjadi karena umumnya warga Kores Utara yang malah membelot ke Korea Selatan.
Sejak Perang Korea, lebih dari 30.000 orang Korea Utara membelot ke Korea Selatan akibat penindasan dan kemiskinan selama bertahun-tahun di Korea Utara
Militer Korsel dikabarkan sampai harus menghubungi tentara Korut agar menyelamatkan orang tersebut.
Dikutip dari kantor berita AFP, orang itu terdeteksi oleh peralatan pengawasan di Zona Demiliterisasi (DMZ) - yang membagi semenanjung Korea - pada pukul 21.20 waktu setempat hari Sabtu (1/1/2022), ujar Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengatakan pada Minggu (2/1/2022).
Kejadian ini memicu operasi pencarian oleh militer, tetapi tidak membuahkan hasil.
"Dikonfirmasi bahwa orang tersebut melintasi Garis Demarkasi Militer ke Utara," tambahnya.
JCS mengungkapkan, tak bisa mengonfirmasi apakah orang itu masih hidup atau tidak.
Tetapi mereka telah memberitahukan hal itu kepada pihak Korea Utara lewat komunikasi hotline militer dan meminta perlindungan bagi orang tersebut.
Pada 2020, pasukan Korea Utara menembak mati dan membakar tubuh seorang pejabat perikanan Korea Selatan yang menurut Pyongyang melintasi perbatasan laut secara ilegal.
Pada tahun yang sama, seorang warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan tiga tahun sebelumnya menyelinap kembali melintasi perbatasan yang dijaga ketat.
Penyeberangannya mendorong pejabat Korea Utara mengunci kota perbatasan Kaesong, karena kekhawatiran dia mungkin mengidap virus corona.
Sebagian besar warga Korea Utara yang melarikan diri terlebih dahulu pergi ke China sebelum menuju ke Selatan, biasanya melalui negara lain.
Hanya sedikit orang yang berani menyeberangi DMZ, yang penuh dengan ranjau darat dan banyak dijaga personal militer yang kuat di kedua sisi.
Penyeberangan perbatasan, yang ilegal di Korea Selatan, itu dilakukan ketika Korea Utara menerapkan langkah-langkah ketat untuk mencegah masuknya virus Corona.
Korea Utara telah menutup perbatasannya pada awal 2020, meski saat itu belum mengonfirmasi adanya infeksi.
Kehebohan publik dan politik muncul pada September 2020, setelah pasukan Korea Utara menembak mati seorang pejabat perikanan Korea Selatan yang hilang di laut.
Ketika itu, Pyongyang menyalahkan aturan anti-virus yang mereka terapkan, dan meminta maaf.
Dua bulan sebelumnya, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengumumkan darurat nasional dan menutup perbatasan setelah pembelot Korea Utara yang lari ke Selatan dan kembali ke Utara disebut mengalami gejala Covid-19.
Meski begitu, kejadian pembelotan ini termasuk langka mengingat biasanya warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan.
Tekanan dan kemiskinan bertahun-tahun di Korea Utara yang membuat warga negara tertutup itu memutuskan membelot.
Biasanya, warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan, melarikan diri dulu ke China.
Mereka kemudian masuk ke Korea Selatan melalui negara lain.
Hanya sedikit yang berani menyeberangi DMZ karena penuh ranjau darat dan adanya kehadiran militer yang kuat di kedua sisi.
Perang Korea 1950: Bagaimana Akhirnya dan Kenapa Korsel-Korut Tidak Bersatu
Perang Korea 1950 berakhir tanpa perjanjian damai, sehingga secara teknis Korea Selatan dan Korea Utara sampai sekarang masih berperang.
Sejauh ini ujung dari Perang Korea adalah gencatan senjata, dan upaya-upaya untuk melakukan perjanjian damai selalu menemui jalan buntu.
Lantas bagaimana akhir dari Perang Korea pada 1950 serta kenapa Korsel dan Korut tidak bersatu? Berikut adalah rangkuman sejarahnya.
Bagaimana awal terjadinya Perang Korea?
Menurut National Geographic, sejarah Perang Korea berakar dari pendudukan Jepang di Korea selama 1910-1945. Ketika Perang Dunia II berakhir dan Sekutu mulai membongkar Kekaisaran Jepang, nasib Semenanjung Korea menjadi tawar-menawar antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.
Pada 1948, Korea Utara dan Korea Selatan dipisah oleh garis paralel ke-38, garis lintang yang melintasi Semenanjung Korea.
Korea Utara menjadi negara sosialis yang dipimpin Kim Il Sung dan didukung Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan menjadi negara kapitalis yang dipimpin oleh Syngman Rhee dan didukung AS.
Alasan mengapa Korea terbagi menjadi dua, karena diharapkan dapat menyeimbangkan kekuatan di Asia Timur, tetapi baik Korea Utara dan Korea Selatan memandang satu sama lain sebagai negara yang tidak sah.
Serangkaian pertempuran perbatasan pun terjadi, hingga akhirnya berujung Perang Korea pada 1950.
Apa kepentingan Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat dalam Perang Korea?
Perang Korea dimulai pada 25 Juni 1950, ketika 75.000 Tentara Rakyat Korea Utara terjun melintasi batas paralel ke-38, yang memisahkan Republik Demokratik Korea di Utara yang didukung Soviet, dan Republik Korea di selatan yang pro-Barat.
Invasi ini adalah aksi militer pertama di Perang Dingin. Pada Juli pasukan Amerika Serikat (AS) memasuki medan perang atas nama Korea Selatan, dan seperti biasa mereka memerangi komunisme.
Namun, AS memasuki Perang Korea tanpa deklarasi perang resmi dan tidak melalui persetujuan Kongres.
AS hanya menekan Dewan Keamanan PBB yang baru dibentuk, untuk mengizinkan penggunaan kekuatan guna membantu Korea Selatan.
Presiden AS saat itu, Harry Truman, tidak meminta persetujuan Kongres, padahal lembaga itulah yang satu-satunya berwenang di "Negeri Paman Sam" untuk menyatakan perang.
"Kami tidak berperang," kata Truman kepada pers pada 29 Juni 1950. "(Korea Selatan) diserang secara tidak sah oleh sekelompok bandit yang bertetangga dengan Korea Utara."
Terlepas dari pertanyaan tentang apakah Truman melampaui otoritas kepresidenan, keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Korea secara resmi dikaitkan dengan "tindakan polisi".
Ketika Amerika Serikat berkepentingan membela Korea Selatan di Perang Korea, Uni Soviet juga memiliki keperluan untuk mendukung Korea Utara dan membantu China.
Pada hari-hari awal Perang Korea, pasukan PBB sempat mendorong tentara Korea Utara ke perbatasan China, yang kemudian direspons China dengan mengerahkan lebih dari tiga juta tentara ke Korut.
Sementara itu, Uni Soviet memasok dan melatih pasukan Korea Utara dan China, serta mengirim pilot untuk misi melawan pasukan PBB.
Bagaimana akhir dari Perang Korea?
Pada musim panas 1951, pasukan kedua kubu terlibat pertempuran sengit di sekitar garis paralel ke-38. Korban-korban pun berjatuhan.
Negosiasi kemudian dimulai pada Juli 1951, tetapi terhambat karena persoalan nasib tawanan perang.
Meskipun banyak tawanan perang yang ditangkap oleh pasukan Amerika tidak ingin kembali ke negara asal mereka, baik Korea Utara maupun China bersikeras agar mereka dipulangkan sebagai syarat perdamaian.
Serangkaian pertukaran tahanan pun terjadi menjelang gencatan senjata tahun 1953. Lebih dari 75.000 tahanan komunis dikembalikan, sedangkan tak kurang dari 22.000 tawanan perang yang membelot atau mencari suaka.
Banyak juga tentara yang hilang pada akhir Perang Korea, dan keberadaannya tidak pernah diketahui.
Sekitar 80.000 tentara Korea Selatan ditangkap di Korea Utara ketika perang Korea berakhir. Korut membantah telah menahan, tetapi para pembelot dan pejabat Korsel melaporkan tawanan perang itu dipekerjakan sebagai pekerja paksa.
Sementara itu di kubu AS, ada lebih dari 7.500 tentara yang hilang. Perang Korea juga terlupakan di "Negeri Paman Sam", karena perhatian media tidak sebesar Perang Dunia I, Perang Dunia II, atau Perang Vietnam.
Tanggal 27 Juli 1953, Korea Utara, China dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian gencatan senjata Perang Korea.
Akan tetapi, Korea Selatan keberatan dengan pembagian Korea dan tidak menyetujui gencatan senjata atau menandatangani perjanjian damai formal.
Jadi, meskipun pertempuran di medan laga telah berakhir, secara teknis Perang Korea masih berlangsung.
Jumlah korban tewas dari Perang Korea diperkirakan hampir 40.000 dari militer AS, 46.000 dari tentara Korea Selatan, 215.000 tentara Korea Utara, 400.000 tentara China, dan 4 juta warga sipil.
Kenapa Korsel dan Korut tidak bersatu?
Upaya reunifikasi untuk menyatukan Korea Selatan dan Korea Utara belum ada titik terangnya, meski gencatan senjata seharusnya diakhiri dengan perjanjian damai.
Syngman Rhee dari Korsel tidak mau menandatangani perjanjian damai karena ingin mengalahkan "saudaranya", sedangkan Korut terus mengembangkan senjata nuklir serta rudal jarak jauh untuk membendung invasi AS.
Akibatnya Korea Utara dijatuhi serangkaian sanksi dari Dewan Keamanan PBB, dan Amerika Serikat masih menempatkan 28.500 tentaranya di Korea Selatan.
Hampir 70 tahun lamanya sejak gencatan senjata Perang Korea, Korsel dan Korut belum bersatu karena sama-sama mengeklaim sebagai penguasa sah dari Semenanjung Korea.
Sumber: Jarang Terjadi, Orang Asing Masuk Korut dari Korsel Saat Tahun Baru 2022