Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Digital Activity

Apa yang Bikin Jera Koruptor?

Tribun Bakudapa ini juga disiarkan dikanal Youtube dan Facebook Tribun Manado, berikut petikan wawancaranya:

Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO
Program Tribun Baku Dapa, Rabu (8/12/2021). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG – Apa yang bikin jera koruptor, adalah topik yang dipilih Tribunmanado.co.id, pada program Tribun Baku Dapa, Rabu (8/12/2021).

Dalam program Tribun Baku Dapa, ini menghadirkan tiga orang narasumber yakni Juri Lomba Debat Anti Korupsi Djonny Pabisa (DP), Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Efer Tamangku (ET) dan Mahasiswa Unsrat Junaedi koloay (JK) dipandu Jurnalis Tribun Manado Aswin Lumintang.

Tribun Bakudapa ini juga disiarkan dikanal Youtube dan Facebook Tribun Manado, berikut petikan wawancaranya:

TM: Latar belakang mengikuti lomba debat dengan tema Anti Korupsi?

ET : Sangat menarik ketika kita akan membahas tentang anit korupsi. Ada perdebatan sengi tantara pihak yang harus terapkan hukuman mati atau tidak.

Dari sini ada permasalahan mendasar, sejak Indonesia awal berdiri yaitu tentang Hak Asasi Manusia.

Sehingga dalam lomba tersebut ingin menuangkan gagasan dan pemikiran, perlu tidaknya hukuman mati bagi terpidana Korupsi.

JK : Ada dua alasan, pertama terbiasa ikut lomba debat sejak semester I sampai sekarang semester VII senang sekali ikut lomba debat dan beberapa kali menjadi juara lomba debat juga untuk mengasah diri dan kedua tema yang diangkat sangat baik dikaji secara matang dan pemikiran murni oleh mahasiswa yang belum terkontaminasi. Terkait perlu tidaknya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi.

TM : Dengan adanya lomba debat anti korupsi, apakah harus sering dilakukan atau hal-hal lainnya?

DP : Harus dihargai dan apresiasi ke GTI dan GAK serta pemerintah provinsi, menggandeng komunitas Peduli Pendidikan Budaya Anti Korupsi (PBAK).

Ini momen untuk sharing dengan para pemikir kritis, dan menjadikan hal positif dibawa ke kampus IPDN sebagai cermin dari para praja untuk terdorong. Di IPDN sudah ada komunitas praja beritegritas.

TM: Ikut lomba, apakah ada persiapan atau bagaimana?

JK : Ada persiapan, karena sejak lomba di mulai sudah ada topik perdebatan. Kami melakukan riset terkait topik perdepatan, yang juga kerap di bahas di kampus tentang isu tindak pidana korupsi.

Kami ambil tema dipenyisihan tentang KPK, sebagai lembaga tinggi negara apakah harus dimuat di undang-undang dasar atau tidak.

Kemudian terkait topik pencabutan hak politik kepada mantan terpidana tindak pidana korupsi dan terakhir disemi final penghapusan pidana mati.

Ditinjau dari teoritikal atau praktikal layak di Indonesia atau dihapuskan atau seperti apa. Dan di final kami bicara tentang hukuman mati bagi terpidana korupsi dana covid 19.

ET: Gagasan pemikiran yang kami tuangkan pada perlombaan, kami perdebatkan tentang KPK sebagai lembaga tinggi negara mau diletakkan dalam undang-undang atau tidak. Kami pada posisi kontra, menyampaikan itu tidak perlu dimasukkan.

Karena bentuk idependensi KPK tidak boleh ada intervensi legislative dan eksekutif, kami juga sampaikan KPK harus diperkuat dari segi internal dan eksternal. Sumber daya manusia secara kualtias dan kuantitas serta kredibilitas.

TM : Terkait pernyataan Kejaksaan Agung, tentang tuntutan hukuman mati ke koruptor ada tuntutan hukuman mati.

Dengan kultur di Indonesia, hukuman mati ini akan jadi perdebadan tajam, apakah hukum kita memungkinkan? Seberapa berani penegak hukum atau KPK melakukan hukuman mati ke koruptor.

DP : Keberadaan KPK, tugasnya penindakan. Selama masih ada korupsi dengan batasan-batasan yang jadi kewenangan KPK, KPK perlu dan harus ada.

Tujuan besar KPK prilaku korupsi tidak ada lagi, karenanya KPK sudah masuk ke ranah pencegahan. Terkait dengan hukuman mati, Kejaksaaan Agung melalui jaksa penuntut umum sudah berani ajukan tuntutan hukuman mati terkait  kasus Asabri rp 22,67 Triliun.

Ini luar biasa, dengan harapan bisa tertular ke hakim dan lainnya, agar menjadi jawaban efek jerah ke sang koruptor akan berhadapan dengan hukuman mati dengan pertimbangan yang ada.

ET : Ini langkah progres pasca hadirnya KPK sampai saat ini belum ada keberanian dari penegak hukum.

Jaksa Agung, menuntut hukuman mati terhadap kasus tindak pidana korupsi ini sah-sah saja, karena hukum positif telah akomodir tentang hukuman mati. Ini kabar gembira buat masyarakat, agar ada efek jerah jika sudah diterapkan.  

TM : Apa yang harus dibenahi terkait penegak korupsi, melihat keberadaan adanya KPK sudah puluhan tahun dan koruptor yang tertangkap banyak. Namun ada jera dan ada yang tidak, apa pendapatnya terkait fenomena ini?

JK : Soal tindak pidana korupsi yang masih saja terjadi di Indonesia, karena ada masalah di Indonesia karena ada KPK sebagai lembega pemberantas korupsi namun korupsi masih tetap ada.

Untuk berantas korupsi dari akar, perlu ada mekanimis progress yang menyasar tiga poin, pertama substansi, struktural dan budaya hukum.

TM : Bagaimana dengan hal efek jerah, ketika ada hukuman yang maksimal seperti hukuman mati?

JK : Perbuatan berat harus di hukum dengan hukuman yang tinggi. Apalagi korupsi sebagai kejahatan ekstra ordineri crime, maka bentuk hukumannya harus ekstra dan luar biasa.

Karena kalau ada persepsi hukum yang tinggi tidak mampu atasi selesaikan masalah, apalagi tidak menerapkan hukuman sama sekali.

TM : Ada keberanian dari Jaksa Agung terkait Hukuman Mati, apakah hanya sekedar harapan ke public atau perlu dorongan?

DP : Terima kasih ke Jaksa Agung sudah berani sampaikan niat, hukuman mati ke kasus Asabri, meski alat dibicarakan ada yang pro dan kontra.

Bukti niat itu dalam tindakan di pengadilan, jaksa penuntut tuntut hukuman mati ke koruptor kasus Asabri

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved