BACAAN ALKITAB
BACAAN ALKITAB Lukas 1:39-45 “Berbahagialah Ia Yang Percaya”
Kebahagiaan berarti kesenangan dan ketentraman hidup (lahir batin); keberuntungan; kemujuran (Kamus besar Bahasa Indonesia).
MTPJ 12 – 18 Desember 2021 (Minggu Adven III)
TEMA BULANAN : “Aku Ini Adalah Hamba Tuhan”
TEMA MINGGUAN : “Berbahagialah Ia Yang Percaya”
BACAAN ALKITAB : Lukas 1:39-45
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Kebahagiaan berarti kesenangan dan ketentraman hidup (lahir batin); keberuntungan; kemujuran (Kamus besar Bahasa Indonesia). Para filsuf dan pemikir agama sering mendefinisikan kebahagiaan dalam kaitan dengan kehidupan yang baik dan tidak hanya sekedar sebagai suatu emosi. Sedangkan dalam bahasa Yunani mακάριος: makarios yang artinya berbahagia juga berarti “diberkati” atau “untung”.
Pada dasarnya manusia punya kerinduan untuk membangun bangsa, gereja dan keluarga, ingin hidup dalam kebahagiaan, perdamaian, adil, dan sejahtera yang ditandai dengan hubungan saling menghargai, menghormati antara satu dengan yang lain.

Namun seiring dengan perkembangan zaman di era Millennium dimana ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting. Sungguh disayangkan banyak orang yang salah menggunakannya. Hal tersebut membawa pengaruh bagi pertumbuhan spiritualitas Iman Kristen.
Sekarang ini kehidupan dan keberimanan orang Kristen semakin menghadapi tantangan dan persoalan yang begitu kompleks.
Kenyataannya untuk menciptakan suatu suasana yang sungguh-sungguh hidup bahagia, aman dan damai sangatlah sulit terjadi diakibatkan karena manusia lebih cenderung mencari kebahagiaan semu yang ditawarkan oleh dunia seperti memiliki gaya hidup dimana segala sesuatu diukur dengan materi (materialisme), pemakaian barang-barang yang berlebihan (konsumerisme), kenikmatan dan kesenangan dunia menjadi tujuan hidup (hedonisme), mementingkan diri sendiri (egoisme).
Manusia seolah-olah tidak mau lagi hidup menurut buah Roh yaitu hidup dalam kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetian, kelemah lembutan dan penguasaan diri (band. Gal. 5:22-23). Padahal jaminan kebahagiaan dan kehidupan kekal yang sesungguhnya bagi orang Kristen hanya diperoleh jika sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus.
Hal ini menjadi pertayaan sekaligus persoalan yang membutuhkan jawaban dari gereja secara konsistensi dalam menata pelayanan untuk membina persekutuan keluarga, membangun negeri dan menjaga lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal ini diangkatlah tema “Berbahagialah Ia Yang Percaya”. Tema ini diangkat bukan hanya dibicarakan saja tetapi harus direspon secara konsisten oleh setiap orang percaya untuk sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus yang sudah datang ke dunia menyelamatkan umat manusia dan berjanji akan datang kembali dengan kemuliaan-Nya.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Lukas ditulis oleh seorang dokter atau tabib, sejarawan yang baik, rendah hati dan berdisiplin, yang bernama Lukas. Lukas jugalah yang menulis Kitab Para Rasul (sekitar tahun 70 M). Lukas menjadi saksi mata tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman pertumbuhan gereja mula-mula. Roh Kudus mendorong Lukas untuk menulis kepada Theofilus supaya ia akan tahu semua yang benar tentang ajaran Yesus guna mengisi keperluan pelayanan dalam pertumbuhan Gereja di awal kekristenan.
Dalam awal Injil Lukas, diceritakan dua tokoh perempuan bernama Maria dan Elisabet yang memiliki hubungan darah sebagai sepupu.
Mereka berdua hidup kudus dihadapan Allah dan sama-sama beroleh kasih karunia, serta sedang menjalani masa kehamilan. Elisabet adalah istri dari seorang imam yang bernama Zakharia yang bertugas di Bait Suci dan diusia yang sudah tua Elisabet diijinkan TUHAN untuk memperoleh seorang anak laki-laki yang diberi nama Yohanes yang artinya utusan Allah yang mendahalui Yesus untuk mempersiapkan kedatangan-Nya.
Sedangkan Maria yang bertunangan dengan Yusuf dipilih dan ditentukan Allah untuk mengandung secara ajaib dari Roh Kudus dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Yesus, yang kemudian disebut Anak Allah yang Mahatinggi.
Lukas 1:39-45 menceritakan tentang keberangkatan Maria dari Nasaret menuju ke pengunungan di sebuah kota kecil di Yehuda tanpa ditemani oleh tunangannya Yusuf untuk berjumpa dengan Elisabet saudara sepupunya. Maria mendengar bahwa Elisabet sedang mengandung di masa tuanya.
Tujuan Maria adalah sebagai bentuk kepeduliannya untuk memberikan semangat kepada Elisabet sekaligus juga mau menolongnya.