Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Nasional

Cina Ganggu Pengeboran Minyak dan Gas Indonesia di Natuna, Ini yang Terjadi Kemudian

Konflik Natuna memanas lagi setelah Cina menuntut Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas alam (migas)

Editor: Alpen Martinus
via trial.id (dok:Ilustrasi/Istimewa)
Ilustrasi - 3 KRI usir kapal asing China yang masih mencuri ikan di laut Natuna 

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan, "Setiap komunikasi diplomatik antarnegara bersifat privat dan isinya tidak dapat dibagikan." Dia menolak berkomentar lebih lanjut.

Adapun Kedutaan Besar Cina di Jakarta tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.

Selain Muhammad Farhan, tiga orang lainnya yang mengaku juga telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut membenarkan adanya surat dari Cina.

Dua orang di antaranya mengatakan, Cina berkali-kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.

2. Sikap Indonesia soal kepemilikan Laut Natuna Utara

Indonesia mengatakan ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona ekonomi eksklusif milik kedaulatan Republik Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan pada 2017 menamai wilayah itu Laut Natuna Utara.

Cina keberatan dengan perubahan nama itu dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut Cina Selatan, yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U.

Namun, batasan ini tidak memiliki dasar hukum menurut Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.

"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat Cina untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.

Komisi I DPR yang mengurusi pertahanan dan luar negeri, kata Farhan, mempertanyakan sikap pemerintah.

"Dalam pendalaman itu terungkaplah Cina pernah mengirim surat protes. Ada dua surat protes diplomatik yaitu latihan bersama Garuda Shield dan protes keberadaan drilling (pengeboran) itu," ujar Muhammad Farhan kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (2/12/2021).

Farhan mengaku tidak mengetahui persis tanggal dua surat itu dikirim karena nota diplomatik hanya boleh dibuka dan dilihat oleh pihak yang memiliki kewenangan diplomatik.

Akan tetapi, merujuk pada dua peristiwa yang disinggung Cina, dia memperkirakan surat protes tersebut dikirim dalam rentang antara Agustus hingga awal September.

Kementerian Luar Negeri RI, kata dia, membalas nota diplomatik itu.

"Pemerintah mengirim surat balasan yang mengatakan bahwa protes itu tidak bisa kami terima karena kalau drilling (pengeboran) di wilayah landasan kontingen sesuai UNCLOS. Kalau latihan, karena kita tidak punya pakta pertahanan dengan siapa pun."

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved