Sejarah
Ketika Orang Maluku Pro RMS Menuntut Janji Merdeka: Teror Tahun 1975 di Belanda
Sebelumnya, orang Maluku Selatan yang ada di Belanda berasal dari KNIL yang dipindahkan ketika situasi di Indonesia runyam setelah kemerdekaan.
"Kami bukan pembunuh; Belanda telah menjadikan kami pembunuh." Mereka membuktikannya dengan membebaskan lima anak termuda, yang kemudian lebih banyak lagi dibebaskan berkat bujukan seorang pendeta.
Tuntutan mereka sama dengan pembajak kereta, dengan tambahan untuk mengadakan debat antara Sutapo dengan Johan Manusama, presiden Republik Maluku Selatan (RMS).
Sementara Sutapo tidak meladeni tuntutan itu, dan meminta lewat Menlu Belanda Max van der Stoel, agar Belanda sendirilah yang harus mengurusi teroris itu.
Presiden Suharto yang diminta untuk bertemu kelompok RMS juga menolak.
Pemerintah Belanda akhirnyalah yang mengadakan pertemuan dengan para pemimpin Maluku Selatan di Belanda setelah pembajak Beilen menyerah.
Kabar itu diterima oleh teroris di KJRI dan baru meninggalkan kantor pada 19 Desember.
Di tahun ini juga, kelompok militan Maluku Selatan hampir berhasil menculik Ratu Juliana dengan mencuri truk besar, untuk mendekati Istana Soestdijk.
Gagal menculik, aksi beranggotakan 10 orang ini ditangkap.
Perlawanan ekstrim orang Maluku di Belanda bukan berarti berhenti. Mereka masih melancarkan aksinya pada 1977.
Tragedi ini adalah kasus terorisme besar di Belanda juga dunia pada abad ke-20.
Momen ini diuraikan oleh Gordong Kerr dan Phil Clarke lewat buku Hostages: Dramatic Accounts of Real-Life Events.
Tragedi itu juga diuraikan oleh kalangan akademisi sosial politik, seperti di jurnal Terrorism (1980) oleh Valentin Herman dan Rob van der Laan Bouma dari Faculty of Social Science Erasmus University, Rotterdam.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/seorang-penyandera-pro-rms-di-balkon-gedung-kjri-amsterdam.jpg)