Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Ketika Orang Maluku Pro RMS Menuntut Janji Merdeka: Teror Tahun 1975 di Belanda

Sebelumnya, orang Maluku Selatan yang ada di Belanda berasal dari KNIL yang dipindahkan ketika situasi di Indonesia runyam setelah kemerdekaan.

Editor: Rizali Posumah
Anefo Reportage.
Seorang penyandera pro RMS di balkon gedung KJRI Amsterdam. 

Mereka juga menuntut pemerintah mengirimkan pesawat untuk digunakan menuju tempat yang dirahasiakan. 

Pemerintah dituntut untuk memublikasikan keluhan-keluhan orang Maluku di Belanda. 

Kemudian pemerintah juga dituntut menyelesaikan masalah ketidakadilan terhadap orang Maluku, memberikan panggung kepada pemimpin komunitas Maluku Selatan, hingga mengadakan pertemuan antara pihak Indonesia, Belanda, dan PBB, bersama Republik Maluku Selatan (RMS).

Tak ada respons, pada hari ketiga para pembajak membunuh Leo Butler, tentara nasional muda.

Kemudian Bert Bierling, seorang ekonom muda pada keesokan harinya di depan polisi, tentara, dan media.

Menteri Hukum Belanda, Andries van Agt memberikan respons, dikutip dari The Times edisi 3 Desember 1975:

"Mereka menuntut agar mereka diizinkan pergi dengan sandera. Kami tidak pernah menyerah pada tuntutan seperti itu, bahkan ketika teroris Jepang menahan Duta Besar Prancis tahun lalu, dan kami tidak akan menyerah sekarang. Lebih jauh lagi, sekarang orang-orang ini telah membunuh, kita tidak bisa membiarkan mereka meninggalkan Belanda sama sekali.

5 Desember, salah satu gerbong meledak yang mengakibatkan lima pembajak dan tiga tawanan terluka.

Para pembajak ini menyerah pada 14 Desember dengan alasan perlawanan yang meningkat di Maluku, dan temperatur musim dingin yang hampir menyentuh nol derajat Celsius.

Mereka dipenjara 14 tahun, dan Eli Hahury, salah satu pembajak, bunuh diri di jeruji pada 1978.

Teror di KJRI Amsterdam

4 Desember 1975, dua hari setelah pembajakan Beilen, teror dilakukan pula oleh enam orang Maluku bersenjata di KJRI Amsterdam.

Mereka mengincar Dubes Indonesia, Letjen Sutapo Yuwono Projohandoko, tetapi tidak hadir karena pergi rapat membahas pembajakan kereta.

Akibatnya, 32 orang termasuk 17 anak sekolah yang ada di kantor konsulat, ditawan.

Para teroris itu membuat siaran radio lewat telpon merespons pernyataan Andries van Agt:

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved