Berita Nasional
Arteria Sentil Andika Perkasa dan Dudung, Pertanyakan Protokol TNI: Kok Bisa Wanita Itu Memerintah
Arteria meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman untuk mengevaluasi protokoler anggota TNI.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Imbas cekcok Arteria Dahlan dengan seorang wanita yang mengaku keluarga jenderal TNI, ikut membuat Legislator Komisi III DPR RI Arteria Dahlan bersuara.
Dia meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman untuk mengevaluasi protokoler anggota TNI.
"Jangan sampai polemik ini dimanfaatkan oleh banyak pihak. Kami minta betul Pak Panglima, Pak KSAD, Pak Danpuspom untuk pertama mengevaluasi, mengevaluasinya masalah protokoler yang ada di Soekarno-Hatta," kata Arteria kepada wartawan, Senin (22/11/2021).

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan. (Geraldi/mr)
Arteria bercerita bagaimana dirinya dihadap-hadapkan dengan orang yang mengaku sebagai pihak protokoler wanita tersebut.
"Terakhir pas di mobil ada videonya dia bilang 'hajar lu', menyuruh si protokol yang saya bilang orang-orang sipil itu, ada tiga atau empat orang sipil yang mengawal dia," ujar Arteria.
Politisi PDIP mengatakan, ke depannya, protokoler yang bertugas hendaknya mengenakan atribut, selayaknya anggota DPR yang mengenakan atribut sebagai anggota dewan.
Dia juga heran karena perempuan yang mengaku anak jenderal bintang tiga tersebut bisa memerintah protokoler TNI.
"Saya saja, orang tua saya, enggak bisa. Kok bisa menggunakan protokoler TNI di bandara, menyuruh-nyuruh semua orang, 'mana kapolres, mana siapa, lu enggak tahu siapa gue' dan sebagainya," kata Arteria.
Bahkan, wanita itu juga menumpangi mobil dinas TNI saat meninggalkan bandara.
Menurut dia, perlu ditelusuri apakah perempuan itu anggota TNI atau bukan serta hubungannya dengan anggota TNI.
"Kalau memang dia anggota TNI apa benar itu mobil dia. Kalau dia bukan di TNI, itu kan bukan mobil dia. Kalau mau ditarik lagi masih banyak nih, saya masih punya amunisi-amunisi yang bisa saya persembahkan nantinya saat diperlukan," tandasnya.
Usul Aparat Hukum Tak Perlu Dihukum
Baru-baru ini Arteri memberikan pendapat tentang, aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim yang hendaknya tidak dapat ditangkap melalui instrumen operasi tangkap tangan (OTT).
Arteria beralasan, mereka adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah kehormatannya.
"Sebaiknya aparat penegak hukum, polisi, hakim, jaksa, KPK, itu tidak usah dilakukan instrumen OTT terhadap mereka. Alasannya pertama mereka ini adalah simbolisasi negara di bidang penegakan hukum, mereka simbol-simbol, jadi marwah kehormatan harus dijaga," kata Arteria saat dihubungi, Jumat (19/11/2021).
Politikus PDI-P itu berpandangan, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya (distrust) antarlembaga.
Oleh sebab itu, menurut Arteria, OTT hendaknya tidak dimaknai sebagai satu-satunya cara untuk melakukan penegakan hukum.
Ia meyakini, lembaga-lembaga penegak hukum memiliki penyidik-penyidik yang andal sehingga dapat menguak sebuah kasus korupsi dengan melakukan konstruksi perkara, tidak hanya lewat OTT.
"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan. Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," kata Arteria.
Secara khusus, ia mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus suap dan gratifikasi Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara Abdul Wahid yang bermula dari OTT terhadap salah satu kepala dinas.
"Kemarin baik sekali Pak Firli, yang di-OTT itu hanya pejabat rendahan, ini kan bisa dijadikan contoh. Tapi setelah dibangun bangunan konstruksinya akhirnya yang kena Pak Bupatinya," ujar dia.
Arteria pun menegaskan, usul yang ia sampaikan itu bukan berarti dirinya menghalalkan perilaku korup dalam institusi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Ia juga menepis anggapan bahwa usulnya itu dapat menciptakan ketidakadilan di mata hukum. Menurut Arteria, tanpa adanya OTT, asas persamaan di mata hukum tetap dapat diterapkan.
"Perlakuan di mata hukumnya sama, apa, polisi bisa ditangkap, jaksa bisa ditangkap hakim bisa ditangkap, perbedaannya dengan cara menangkapnya atau melakukan penegakan hukumnya, itu bukan diskriminasi itu namanya open legal policy," ujar Arteria.
Berita Terkini Tribun Manado:
Baca juga: Toprak Razgatlıoğlu Juara Dunia World Superbike 2021, Raih Gelar di Indonesia!
Baca juga: Sosok Mayjen TNI Muhammad Hasan, Eks Danjen Kopassus Kini Pangdam Iskandar Muda, Karier Mentereng
Baca juga: Rapat Bersama Tim Anggaran Pemkab Bolmong, Banggar DPRD Minta Selisih Anggaran Dijelaskan Terperinci
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL:
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Arteria Heran Wanita yang Terlibat Cekcok dengannya di Bandara Bisa Memerintah Protokoler TNI
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/foto-andika-perkasa-kiri-dudung-abdurachman-kanan.jpg)