Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kabar Tokoh

Profesor Emil Salim Sebut Pembangunan Ekonomi Keliru Arahnya

Meski tidak lagi menjabat sebagai menteri, namun perhatian pada isu pembangunan dan lingkungan hidup tidak surut

Editor: Finneke Wolajan
Kompas TV
Ekonom senior Profesor Emil Salim saat berbincang dengan Rosiana Silalahi pada program ROSI di KOMPAS TV, Kamis (11/11/2021). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ekonom senior sekaligus tokoh lingkungan hidup, Profesor Emil Salim pada program ROSI, Kamis (11/11/2021) malam.

Profesor Emil Salim berbincang dengan pemimpin Redaksi KOMPAS TV Rosiana Silalahi

Ia adalah tokoh lingkungan hidup internasional yang pernah menerima The Leader for the Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF), suatu lembaga konservasi mandiri terbesar dan sangat berpengalaman di dunia.

Lelaki kelahiran Lahat, Sumatera Selatan, 8 Juni 1930 ini, adalah  salah seorang di antara sedikit tokoh Indonesia yang berperan internasional.

Emil menjabat menteri di era Presiden Soeharto. Sebagai Menteri Perhubungan pada 1973-1978,  dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup pada 1978-1993. 

Meski tidak lagi menjabat sebagai menteri, namun perhatian pada isu pembangunan dan lingkungan hidup tidak surut. 

Lewat yayasan dan lembaga swadaya masyarakat seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Yayasan Kehati, Emil terus menyuarakan keprihatinannya pada isu-isu pembangunan dan lingkungan hidup.  

Salah satu perbincangan dengan Rosi adalah kegundahan Emil Salim yang merasa bahwa ekonomi yang dipelajarinya tidak sempurna.


Prof Emil Salim (Istimewa)

Ia bahkan mengatakan bahwa selama ini ilmu bekonomi ikut merusak lingkungan, dan peranan itu harus segera diperbaiki.

Berikut ini perbincangan Rosi bersama Profesor Emil Salim.

Prof,  saya ingin mendengar banyak pemikiran Prof Emil Salim. Anda ini di masa Presiden Soeharto, pernah menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan pernah menjadi Menteri Perhubungan?

Saat kita bicara di bulan November, biasanya jika bulan sudah ber-ber, sudah musim hujan dan pasti kabar yang sering terdengar kabar buruk mengenai bencana alam, ada banjir bandang, tanah longsor.

Menurut Anda  ini adalah persoalan dari dulu yang yang tak pernah selesai, atau ada kontribusi pembangunan saat ini?

Jadi saya ini pendidikannya ekonomi. Jadi belajar ekonomi melalui pasar, di beberapa sumber daya alam, menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan dan demikian imbasnya pada product domestic bruto, pendapatan nasional dan sebagainya.

Itu adalah pola pikir dalam pendidikan yang saya alami, lalu saya diminta Pak Harto masuk ke lingkungan. Saya terus terang berkata pada beliau,  saya ini ekonom, jadi tak mengerti ekonomi ekologi.

Tapi dia berkata, ekonomi rumah tangga oleh masyarakat, ekologi rumah tangga alam. Jadi sama-sama rumah tangga.

Beliau kemudian berkata, saya juga tak dilatih menjadi presiden, maka kita sama-sama belajar. Sejak itu saya belajar, apa itu ekologi, mengapa lahir ekologi, apa salahnya. Dalam proses mencari makna lingkungan hidup, maka saya jumpai dunia lain.

Bahwa ekonomi yang saya pelajari tidak sempura. Kedua,  ekonomi yang saya pelajari jadi penyebab kerusakan lingkungan, jadi Masyallah, apa yang saya pelajari menjadi penyebab dan sekarang harus saya perbaiki.

Profil Singkat <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/emil-salim' title='Emil Salim'>Emil Salim</a>, Profesor yang Dibentak dan Ditunjuk-tunjuk Arteria Dahlan di Mata Najwa
Profesor Emil Salim (Istimewa/TribunnewsWiki)

Ini jadi semacam soul searching, bagaimana caranya ini. Apa yang salah? Kebetulan terbentuk Komisi Brundtland, World Commission on Environment and Development. Nah,  itu saya jadi anggota di pihak pimpinan,  semua jago-jago dan paham lingkungan.

Tahun berapa itu?

Tahun 1980-an. Dan tiga  bulan kita keliling dunia melihat di lapangan apa soal lingkungan, mana permasalahan ekonomi. Dampaknya pada lingkungan, dan bagaimana cara perbaikannya.

Dalam tim World Comission itu ada Saburo Okita, yang arsitek pembangunan Jepang setelah perang.

Beliau berkata, kita ini ekonom membikin kesalahan melihat pembangunan sumber daya alam to exploit, bukit ada batu bara gali, minyak gali, hutan tebang, tanam kebun macam jadi alam itu diubah untuk menghasilkan output.

Demi pembangunan?

Jadi apa itu pembangunan, merusak alam. Resource, eksplorasi. Maka kita harus sadar, kita ini ekonom keliru melihat masalah.

Menurutnya, resource itu bukan mati, resource itu hidup, namanya lingkungan hidup. Hutan itu bukan cuma pohon, hutan itu keanekaragaman hayati, ada burung, ada lebah dan macam-macam.

Laut bukan hanya air atau ikan, ekosistem, lingkungan hidup. Maka kata beliau, bagaimana kita bangun sumber daya alam bukan ekspolitatif tapi enrichment, atau pendayaan.

Dari sana saya dapat wawasan pembangunan ekonomi keliru arahnya. Satu resource dilihat eksploitatif, betul pembangunan, tapi generasi berikut bagaimana, mewariskan lobang.

Jadi lahirlah gagasan bagaimana membangun bukan ekspolitasi sumber daya alam tapi pendayaan sumber daya alam.

Jadi alam itu ada keanekaragaman hayati, ada lebah ada macam-macam, bagaimana menggunakan fungsi dari lebah, dari alam itu memperkaya value added, nilai tambah.

Apa itu nilai tambah, yaitu yang berguna bagi manusia, gizi, obat dan macam-macam.

Alam ini jangan dirusak karena mengandung potensi yang diberikan Tuhan tetapi kita perkaya dengan akal, otak, pikiran, value added, resource enrichment, bukan resource eksplorasi.

Maka jika keputusan bahwa hutan harus kita cegah deforestasi, betul, karena tanpa deforistasi hutan akan berkembang menjadi resource untuk  enrichment. Banyak dari isi hutan yang berguna.

Jadi kita ini duduk di atas peti alam, tropical rainforest, kita duduk di atasnya, tapi kuncinya di otak tidak ada.

Maka, jika ada orang mau buka hutan selalu setuju, jual, eksploitasi, mengorbankan kemungkinan resource enrichment.

Pembangunan itu bukan kelola resource,  merusak hutan, merombak hutan menjadi kelapa sawit. Bukan. Tetapi bagaimana dengan alam yang Tuhan berikan, kita kembangkan value added-nya.

Artikel ini tayang di Kompas.TV dengan judul Profesor Emil Salim: Pembangunan Ekonomi Keliru Arahnya

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved