Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Sukitman Lihat Kekejaman Letkol Untung ke Para Jenderal dan Dengar yang Mendukung G30S Naik Pangkat

Polisi bernama Sukitman menjadi saksi yang melihat kekejaman yang dilakukan pasukan Letkol Untung.

Editor: Glendi Manengal
Istimewa/Tribun Manado
Cerita Sukitman Agen Polisi Lolos dari Lubang Buaya saat G30S PKI 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Detik-detik peristiwa G30S PKI yang disaksikan seorang anggota polisi.

Polisi bernama Sukitman menjadi saksi yang melihat kekejaman yang dilakukan pasukan Letkol Untung.

Sukitman melihat jasad-jasad Jenderal yang dimasukan ke dalam sumur.

Baca juga: Peringatan Dini Besok Minggu 3 Oktober 2021, BMKG: 21 Wilayah Potensi Alami Hujan Lebat dan Angin

Baca juga: Kecelakaan Maut Pukul 13.30 WIB, Seorang Mahasiswi Tewas, Mobil Tabrak Pembatas Lalu Terjun dari Tol

Baca juga: Rencana Arya Saloka Jika Berhenti dari Dunia Hiburan, Ternyata Ingin Lakukan Hal Ini

Proses Pengangkatan Jenazah Jenderal Ahmad Yani di Lubang Buaya. (YouTube @Official ABU ADAM - Kajian Sunnah/Arsip Nasional RI)

Seorang anggota polisi bernama Sukitman, menjadi saksi tragedi kelam G30S/PKI yang meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Pengalaman pahit itu dibagikannya pada wartawan Intisari Edisi September 1992 silam.

Sukitman, kala itu masih berpangkat Agen Polisi Dua kala ikut merasakan getirnya udara malam 30 September 1965.

Kala itu ia sedang menjalankan tugas di Seksi Vm Kebayoran Baru (sekarang Kores 704) yang berlokasi di Wisma AURI di Jl. Iskandarsyah, Jakarta, bersama Sutarso yang berpangkat sama.

Di tengah tidurnya, Sukitman mengaku dikejutkan oleh bunyi rentetan tembakan, yang rasanya tidak jauh dari posnya.

Tanggungjawabnya pada tugas membuat Sukitman mencari sumber tembakan,

Sukitman yang kala itu baru berusia 22 tahun, kaget dan lemas kala seseorang berbaju loreng dan berbaret merah mencegatnya dan memintanya melempar senjata.

Di bawah ancaman senjata di kiri-kanan, Sukitman kemudian diseret dan dilemparkan ke dalam truk dalam keadaan tangan terikat dan mata tertutup.

Entah di mana, akhirnya kendaraan yang membawa Sukitman berhenti.

Ia pun diturunkan dan tutup matanya dibuka.

Pandangan Sukitman tertuju pada orang-orang terlentang mandi darah, ada pula orang-orang yang duduk dan bersimbah darah.

Begitu hari terang, dari jarak sekitar 10 m Sukitman bisa melihat dengan jelas sekelompok orang mengerumuni sebuah sumur sambil berteriak, "Ganyang kabir, ganyang kabir!"

Tampak tubuh sejumlah orang dimasukkan ke dalam dan diberondong peluru.

Dengan perasaan tak keruan, Sukitman menyaksikan kekejaman demi kekejaman berlangsung di depan matanya.

Polisi tersebut juga menyaksikan ketika orang-orang buas itu mengangkuti sampah untuk menutupi sumur tempat memendam para korbannya.

Sukitman tak tahu jelas siapa siapa aja kelompok yang menghabisi nyawa jenderal-jenderal itu.

Yang melekat di ingatannya, sosok Letkol Untung, muncul di hadapannya dan mengepalai kejadian kelam itu.

Masih di tengah suasana getir, Sekitar satu dua jam kemudian melalui radio disiarkan, siapa yang mendukung G30S itu akan dinaikkan pangkatnya.

Satu tingkat untuk prajurit, sementara yang aktif akan memperoleh kenaikan dua tingkat.

Mendengar pengumuman itu semua yang merasa terlibat bersalam-salaman, karena merasa gerakan mereka sukses.

Mengira Sukitman bukan musuh, bahkan teman senasib, Jumat sore itu Sukitman diajak menuju Halim bersama iring-iringan pasukan.

Sesampai di Gedung Penas (daerah Bypass, sekarang Jl. Jend. A. Yani) pasukan itu diturunkan di lapangan, sementara Sukitman masih bersama Dul Arief.

Lewat pertemuannya itu, Sukitman akhirnya mengerti, kata 'Ganyang Kabir' adalah membunuh para jenderal.

Lantaran kelelahan, Sukitman mengaku sempat tertidur di bawah truk.

Hanya saja, ketika ia bangun, tak ada pasukan yang begitu banyak layaknya pada saat pembantaian berdarah terjadi.

Sukitman mengingat, kala itu datanglah pasukan tentara yang kemudian diketahui sedang mencari jejak anggota yang terlibat G30S/PKI.

Pasukan itu mengenakan tanda pita putih.

Sukitman diminta bercerita soal apa apa saja yang ia lihat saat pemberontakan G30S/PKI.

Sukitman juga dijemput dan segera dihadapkan kepada Pangdam V Jaya yang waktu itu dijabat oleh Mayjen Umar Wirahadikusumah.

Foto: Jenazah Para Jenderal yang diangkat dari Lubang Buaya. (via Kaltim Tribunnews)

Kemudian Sukitman dibawa oleh Mayor Mubardi, ajudan Jenderal A. Yani, ke Jl. Lembang, Jl. Saharjo, dan ke Cijantung.

Di sana Sukitman menghadap Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.

Sementara laporan Sukitman pun sudah ada di sana.

Bersama pasukan RPKAD Sukitman segera menuju ke lokasi pembantaian.

Sejak membuat pengakuan, Sukitman tak boleh lagi berbicara pada siapapun soal pembantaian itu.

Para Pahlawan Revolusi berhasil akhirnya berhasil diangkat dari sumur dan segera dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (kini RS Gatot Subroto).

Bintang Satria Tamtama diperolehnya bertepatan dengan Hari Kepolisian, 1 Juli 1966, dan Bintang Satya Penegak diberikan oleh Presiden Soeharto, tepat pada Hari ABRI, 5 Oktober 1966.

Artikel ini telah tayang di Tribun-medan.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved