G30S PKI
Inilah 9 Cakrabirawa Dalang G30S PKI yang Eksekusi Para Perwira TNI, Dipimpin Mantan Ajudan Soeharto
Dimana 6 Jenderal dan satu perwira gugur dibantai pasukan cakrabirawa hingga dimasukan di Sumur lubang buaya.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Peristiwa mencekam G30S PKI yang terjadi pada 1965.
Dimana 6 Jenderal dan satu perwira gugur dibantai pasukan cakrabirawa hingga dimasukan di Sumur lubang buaya.
Hingga para dalang dari tragedi pembantaian jenderal ini hukum mati.
Beriktu ini daftar 9 dalang peristiwa G30S PKI, yang semuanya dieksekusi mati.
Baca juga: Pantas Janda Ini Ngaku Baru Puas Setelah Nikahi Pemulung Brondong, Ternyata Begini Perlakuan Suami
Baca juga: Trauma Saksi Hidup Peristiwa Lubang Buaya Saat G30S Belum Hilang, Yasin: Orang Kampung Sangat Takut
Baca juga: Gempa Terkini Jumat 1 Oktober 2021 Terjadi di Darat, Berikut Titik Lokasi dan Magnitudonya
6 Jenderal dan 1 Perwira TNI AD yang jadi Korban dalam G30S PKI 1965. (istimewa)
Malam itu ditaklimatkan nama 8 jenderal yang akan dijemput.
Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayjen Soewondo Parman, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono, Brigjen Donald Izacus Pandjaitan, Brigjen Soetojo Siswomihardjo, dan Brigjen Ahmad Soekendro.
Dilansir dari Intisari dalam artikel 'Seharusnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik G30S PKI, Kenapa Akhirnya Hanya 7?'.
Jenderal TNI Ahmad Sukendro sebenarnya merupakan salah satu target yang akan disingkirkan oleh PKI saat peristiwa G30S/PKI
Tapi takdir berkata lain, Ahmad Sukendro selamat karena Soekarno memerintahkannya menjadi anggota delegasi Indonesia di acara peringatan Hari Kelahiran Republik Cina pada 1 Oktober 1965
Selain Sukendro, Abdul Haris Nasution juga berhasil lolos dari kejaran tentara antek PKI.
Dilansir dari Tribunnewswiki dalam artikel '17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution', pada waktu itu ada tentara yang melepaskan tembakan, namun terpeleset.
Ia berhasil memanjat dinding dan terjatuh ke halaman Kedutaan irak untuk bersembunyi.
Namun akibat kejadian ini ia mengalami patah pergelangan kaki.
AH Nasution bisa selamat juga berkat pengorbanan ajudannya yakni Perre Tendean
Sementara itu, putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma, nyawanya tak tertolong karena tertembak.
Peristiwa penculikan para jenderal pada malam 30 September 1965 masih menyisakan luka bagi bangsa Indonesia.
Gerakan yang dikenal dengan sebut G 30S/PKI ini menyasar para Jenderal TNI untuk dibawa ke Lubang Buaya.
Lantas siapa saja dalang dibalik pristiwa G30S PKI? berikut daftarnya.
Julius Pour dalam bukunya 'Benny: Tragedi Seorang Loyalis' (2007), menulis bahwa, dari 3.000 orang anggota resimen Cakrabirawa, hanya sekitar 60 orang atau 2 persen yang terlibat.
Dari 60-an orang itu, beberapa di antaranya disebut-sebut memimpin langsung penculikan dan menembak para perwira Angkatan Darat dalam G30S, pada malam menjelang subuh, 1 Oktober 1965.
Mereka menghabisi para perwira tinggi Angkatan Darat yang dianggap tidak loyal kepada presiden (Soekarno) lewat isu Dewan Jenderal.
Foto Letkol Untung Dieksekusi Mati karena Pimpin G30S PKI. (Foto via kumpulankisahdansejarah.blogspot.com)
1. Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri.
Letkol Untung adalah Komandan Batalion Kawal Kehormatan II Cakrabirawa. Dia lahir di Desa Sruni, Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926.
Untung adalah mantan anak buah Soeharto saat menjadi Komandan Resimen 15 di Solo. Dia juga Komandan Kompi Batalyon 454 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh PKI, Alimin.
Dihukum Mati dan eksekusi dilakukan oleh regu tembak polisi militer. Hukuman tersebut dilaksanakan di Lembang, Jawa Barat pada tahun 1967
2. Letnan Satu Dul Arif.
Lettu Dul Arif adalah Komandan Kompi C dari batalion yang dipimpin Letnan Kolonel Untung. Bersama Untung, dia dieksekusi mati karena memimpin penculikan.
3. Sersan Mayor Soekardjo.
Dia memimpin penculikan Brigadir Donald Izacus Panjaita dan dieksekusi mati pada Oktober 1988.
4. Johannes Surono.
Dia lahir di Pucungsawit, Solo. Dia adalah komandan peleton III kompi C Batalyon pimpinan Untung di Cakrabirawa, yang memimpin penculikan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo.
Surono ditangkap pada 8 Oktober 1965, dan sempat menjadi saksi dalam perkara Letkol Untung. Kala itu usianya masih 36 tahun dan ia masih beragama Islam dengan nama Surono Hadiwijono.
Tahun 1970, ia dijatuhi hukuman mati oleh mahkamah militer distrik Jakarta. Pengajuan bandingnya ditolak pada 1986 dan grasinya juga ditolak pada 1989.
Pasukan Cakrabirawa penagkap 7 Jenderal RI. (Handover)
5. Paulus Satar Suryanto.
Dia memimpin penculikan Mayor Jenderal Suwondo Parman. Satar dijatuhi hukuman mati pada 29 April 1971 oleh mahkamah militer distrik Jakarta. Sebelum dieksekusi mati, Satar memakai nama Paulus Satar Suryanto, usai permohonan bandingnya ditolak.
6. Simon Petrus Solaiman.
Lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, pada 1927. Dia memimpin penculikan Mayor Jenderal Raden Soeprapto, yang kemudian ditembak oleh Norbertus Rohayan. Dia kemudian ditangkap pada 5 Oktober 1965, pada hari ketika Mayor Jenderal Soeprapto dan perwira Angkatan Darat lainnya dikebumikan di Taman Makam Kalibata, Jakarta.
Solaiman dijatuhi hukuman mati pada November 1969 oleh mahkamah militer distrik Jakarta. Banding dan grasi yang ia ajukan juga ditolak.
7. Norbertus Rohayan.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, dia adalah penembak Mayor Jenderal Raden Soeprapto. Rohayan ditangkap pada 5 Oktober 1965 dan dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Militer Distrik Bandung pada 8 November 1969. Februari 1987, bandingnya ditolak. 5 Desember 1989, grasinya juga ditolak.
8. Anastasius Buang.
Dia adalah penembak Mayor Jenderal Suwondo Parman. Dia sebaya dengan dengan Rohayan. Pertengahan 1980-an, Buang terancam dihukum mati.
Namun ia baru meninggal secara misterius pada September 1989. Jenazahnya berhasil ditemukan oleh keluarganya.
9. Sersan Dua Gijadi Wignjosuhardjo.
Dia adalah penembak Letnan Jenderal Ahmad Yani. Dia ditangkap pada 4 Oktober 1965, dan dijatuhi hukuman mati pada 16 April 1968 oleh mahkamah militer distrik Jakarta.
Seperti Surono, dia jugasempat menjadi saksi dalam perkara Letkol Untung.
Eksekusi matinya baru dilakukan 20 tahun kemudian, tepatnya Oktober 1988, bersamaan dengan eksekusi mati Sersan Mayor Soekardjo yang memimpin penculikan Brigadir Donald Izacus Panjaitan.
Artikel ini telah tayang di Sripoku.com