G30S PKI
Alex Kawilarang Sudah Peringatkan Jauh Hari Bahaya PKI Kepada Ahmad Yani
Peristiwa G30S PKI merupakan noktah hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Peristiwa G30S PKI merupakan noktah hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sulit menghalaunya dari ingatan kolektif bangsa.
Sampai kapanpun, publik tak akan melupakan tokoh - tokohnya, baik pelaku maupun korban, terlepas dari kontroversi yang belum terungkap.
Salah satu tokoh yang terus diingat publik adalah Ahmad Yani.
Saat G 30 PKI terjadi, Ahmad Yani menjabat Komandan TNI Angkatan Darat.
Dari dokumen sejarah yang beredar, Ahmad Yani ditembak saat membentak prajurit Cakrabirawa yang hendak menculiknya.
Ahmad Yani dikenal sebagai prajurit yang masak di berbagai pelagan pertempuran.
Salah satunya pemberantasan Permesta di Manado.
Dalam perundingan Pemerintah pusat dan Permesta, Ahmad Yani turut serta.
Ia kemudian bertemu dengan Alex Kawilarang, perwira TNI yang menjadi panglima angkatan bersenjata Permesta. Keduanya bersahabat dekat.
Pertemuan keduanya terjadi di Popareng Minsel.
Seperti disaksikan Frans Pangkey, ajudan dari Alex Kawilarang, Ahmad Yani menaiki sebuah Tank Ampibi yang datang dari laut.
Dalam percakapan keduanya, Ahmad Yani mengatakan. "Jangan seperti katak dalam tempurung".
Kawilarang lantas menjawab.
"Hati - hatilah kamu dan anak buahmu".
Permesta dikenal sebagai anti PKI.
Salah satu tujuan perjuangan Permesta adalah menghalau komunisme dari Indonesia.
Bisa jadi ucapan Kawilarang tersebut hendak memperingatkan sahabatnya tentang bahaya komunisme yang sudah merasuki setiap sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Sebagai perwira terkemuka TNI, pendiri Kopassus ini sudah dapat memprediksi masa depan.
Di kemudian hari, peringatan Kawilarang itu jadi kenyataaan. Ahmad Yani bersama beberapa Jenderal menjadi korban keganasan PKI.
Sebut Pangkey, pasukan Siliwangi yang merupakan anak buah Alex Kawilarang bersih dari pengaruh PKI. Karena itulah pasukan tersebut jadi penumpas PKI.
Jenazah Ahmad Yani
"Sedih, saya melihat pak Yani ( Jenderal Ahmad Yani ) lehernya disayat hampir putus," kata Ven Kandou, salah satu Pasukan KKO AL yang ditugaskan dalam proses evakuasi jenazah di Lubang Buaya, korban G30S PKI 1965.
Tepat pada malam 30 September 1965, 56 tahun lalu, sejarah kelam bangsa Indonesia tercipta. Para dewan Jenderal ABRI (sekarang TNI) harus meregang nyawa karena pemberontakan PKI.
Jenderal Ahmad Yani hingga Jenderal AH Nasution serta sejumlah prajurit ABRI kala itu menjadi korban pembunuhan antek PKI. Para Jenderal tersebut disiksa hingga dibunuh dan dimasukkan ke dalam Sumur tua ( Lubang Buaya ).
Jasad para perwira tinggi ABRI itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan di dalam Lubang Buaya. Salah satunya, kondisi mayat Jenderal Ahmad Yani saat dievakuasi dari Lubang Buaya.
Diketahui, sejarah mencatatkan Jenderal Ahmad Yani adalah salah satu korban kebiadaban para pembelot Gerakan 30 September 1965, bersama 6 perwira lainnya.
Gerakan para pembelot yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunis ini menargetkan 7 orang perwira tinggi Angkatan Darat lantaran dianggap vokal menghalangi niatan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tepat tahun ini, sejarah kelam 55 tahun lalu, peristiwa kejam dilakukan oleh PKI dalam aksi G30S.
Melalui sebauh kesaksian Personel KKO AL dalam pengangkat jenazah korban G30S PKI di Lubang Buaya.
Pengangkatan jenazah dari Lubang Buaya dilaksanakan oleh Personel KKO AL di bawah komando Mayjen Hartono.
Dengan menumbalkan Resimen Tjakrabirawa, G30S PKI menculik dan membunuh para Jenderal TNI AD hingga satu Perwira hebatnya.
Dalam proses evakuasi para perwira tinggi TNI AD tersebut, yakni Jenderal Ahmad Yani hingga Letnan Pierre Tendean di Lubang Buaya berlangsung selama berjam-jam.
Kesaksian personel KKO AL dalam proses evakuasi tersebut menyisahkan kisah sedih.
Di mana Personel KKO AL adalah pasukan yang ditugaskan dalam proses evakuasi jenazah di Lubang Buaya.
Kisah yang menyayat hati ketika mengevakuasi Panglima TNI saat itu, Jenderal Ahmad Yani.
Kondisi Jenderal Ahmad Yani diungkap personel KKO AL itu, ia menyebutkan jasad Jenderal Ahmad Yani kondisinya sungguh tragis di antara jenazah lainnya.
Dan dalam proses evakuasi jenazahnya, satu kejadian menegangkan terjadi.
Dikutip dalam artikel Sosok.id yang menguitp dari Akun Youtube MTA TV, Senin (30/9/2019) dalam tayangan video tersebut mewawancarai
Pelda (Purn) Sugimin dan Pelda (Purn) Evert Julius Ven Kandou.
Keduanya adalah tentara yang diberikan tugas oleh Komandan KKO AL saat itu Mayjen Hartono untuk mengangkat jenazah korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Kompleks Halim.
Sugimin dan Ven Kandou termasuk dari 12 orang yang jadi saksi hidup melihat kekejaman apa yang dilakukan PKI terhadap tujuh perwira TNI AD. Awal keduanya ditugasi saat itu 3 Oktober 1965 sore hari, seorang personel Kostrad bernama Kapten Sukendar mendatangi Pusat Kormar untuk menemui perwira dinas disana.
Tujuan Kapten Sukendar ialah meminta bantuan personel KKO AL untuk mengangkat jenazah para perwira TNI AD atas mandat dari Pangkostrad Mayjen Soeharto. Lantas Sugimin dan Kandou bersama rekan-rekan naik truk menuju Lubang Buaya.
Sesampainya di Lubang Buaya, Sugimin dan Ven Kandou mengetahui secara jelas tugas apa yang bakal mereka lakukan. Cepat saja Ven Kandou dan Sugimin langsung diperintahkan untuk masuk ke sumur tua tempat dimana tujuh jenazah perwira tinggi TNI AD dibunuh.
Dari 100 meter bau busuk mayat sudah tercium oleh Sugimin dan Ven Kandou saat masuk ke sumur tua itu.
"Masker anti huru-hara tembus baunya, dari 100 meter kita masuk sudah terasa bau (busuknya) jenazah," ujar Ven Kandou.
"Dua hari setelahnya kami tak bisa makan (gara-gara bau itu)," tambahnya. Untuk mengangkat jenazah pun secara wajar tidak mungkin. Hal ini lantaran posisi jenazah dari ketujuh perwira TNI AD di sumur itu terbalik, yakni kaki berada diatas dan kepala dibawah. Mau tak mau kaki jenazah harus diikat dan ditarik keatas dalam keadaan terbalik.
"Yang ngenes sekali itu (jenazah) pak Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Sutoyo ketika ditarik ke atas sudah dimulut sumur talinya putus," kata Ven Kandou.
Putusnya tali itu membuat jenazah keduanya jatuh lagi kedalam sumur tua. Ven Kandou melanjutkan jika dirinya semakin sedih tatkala melihat kondisi para jenazah, terutama jenderal Ahmad Yani.
"Sedih, saya melihat pak Yani lehernya disayat hampir putus," kata Ven Kandou. Sugimin juga mengatakan kondisi jenazah Ahmad Yani yang paling memprihatinkan.
"Mungkin Pak Yani diberondong tembakan berkali-kali.
"Perlu 2-3 jam bagi tim untuk mengangkat semua jenazah keluar dari sumur tua di Lubang Buaya itu. Berikut Para Jenderal dan satu Perwira TNI AD yang ditemukan dalam sumur tua (Lubang Buaya).
1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
7. Lettu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal A.H Nasution). (art)
Baca juga: Cerita Yasin, Saksi Sejarah G30S yang Masih Hidup, Saat Itu Dia Kelas 3 SD
Baca juga: Pantas Sampai Dilengserkan Karena Dituduh PKI, Terungkap Alasan Presiden Soekarno Dekat dengan PKI
Baca juga: Kesaksian Dokter Forensik Usai Otopsi Mayat Jenderal Korban G30S, Hasilnya Tak Seperti yang Beredar