Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Alasan Mengapa Letjen S Parman Masuk Daftar Penculikan G30S, Padahal Kakak Kandungnya Petinggi PKI

Petinggi TNI Angkatan Darat ini rupanya memiliki kakak yang merupakan petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
Kolase Tribun Manado/ Foto: Istimewa
Alasan Mengapa Letjen S Parman Masuk Daftar Penculikan G30S, Padahal Kakak Kandungnya Petinggi PKI 

Namun ia menolak, hingga kedekatan berubah menjadi sasaran kunci dibalik G30S PKI.

Kakaknya, Sakirman, pernah terlibat dalam pemberontakan PKI di Madiun pada September 1948 dan ditahan.

Dilansir dari buku "Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan" karya Soe Hok Gie, Sakirman pernah menjadi anggota Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) yang didirikan Amir Sjarifoeddin.

Banyak aktivis Gerindo yang belakangan menjadi pimpinan PKI, seperti DN Aidit, Anwar Kadir, dan lainnya.

Meski haluannya komunis, banyak pemuda yang masuk PKI justru bukan karena ideolginya, melainkan karena PKI adalah partai yang terang-terangan berani melawan Belanda atau Jepang.

Jenderal S Parman Dekat dengan Dalang <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/pki' title='PKI'>PKI</a> Hingga Melihat Burung Sriti Jelang Ditembak 30 September

Sakirman misalnya, ia adalah seorang nasionalis yang bersuka cita melihat kedatangan Jepang daripada komunis yang anti-fasis.

Adapun adiknya, S. Parman, pernah mengenyam pendidikan di Algemeene Middlebare School (AMS) atau setara sekolah menengah atas (SMA), dan melanjutkannya di di Geneeskundige Hogee School (GHS), sekolah kedokteran di Jakarta.

Namun pendidikannya tidak selesai karena Jepang mengambil alih Indonesia dari Belanda.

Ketika kekuasaan Jepang berakhir, S. Parman memutuskan untuk tidak melanjutkan studi kedokterannya dan mengabdi di militer dengan mendaftarkan dirinya ke Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Kariernya di militer moncer.

Ia berperan dalam penumpasan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) sehingga jabatannya naik menjadi Kepala Staf Gubernur pada Markas Besar Angkatan Darat.

Bersamaan dengan itu, pangkatnya pun menjadi Letnan Kolonel.

Pada 1962, S. Parman kembali ke Indonesia setelah bertugas di London.

Saat itu, pengaruh PKI makin meluas.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved