Berita Bitung
Mice Makatengkeng dari SPORC BPPHLHK Sulawesi: Babi Rusa Jangan Punah
Berkurangnya populasi Babirusa di Provinsi Sulawesi Utara adalah karena perburuan yang tidak terkendali.
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado – Babi Rusa satu di antara satwa endemik dan langka di Pulau Sulawesi.
Mice Makatengkeng SH Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Bitung Sulawesi menegaskan, Babi Rusa jangan sampai punah.
Dalam artikel yang diterima tribunmanado.co.id, Mice Makatengkeng SH dari SPORC BPPHLHK Wilayah Sulawesi, kekayaan Sulawesi sebagai benteng spesies endemik memang tak terbantahkan.
Demikian pula keunikan bentang alamnya yang terbentuk dari kompleksitas geologi membuat pulau ini layak menjadi laboratorium alam tiada duanya.
Namun, hutan-hutan Sulawesi yang menjadi benteng keragaman dan keunikan hayati itu terus menyusut.
Akibatnya, menemukan satwa-satwa endemis di habitatnya, khususnya babirusa, maleo (Macrocephalon maleo), dan anoa, menjadi sulit.
Berkurangnya populasi Babirusa di Provinsi Sulawesi Utara adalah karena perburuan yang tidak terkendali.
Babirusa sering diburu dengan perangkap dan jerat untuk dijual di pasar-pasar daging satwa liar.
Sulawesi Utara memiliki banyak pasar satwa liar dan banyak daging Babirusa yang dijual di pasar-pasar seperti itu.
Faktor lain yang juga menyebabkan kepunahan Babi Rusa yaitu laju pembiakannya yang rendah dan rusaknya habitat.
Setiap kali melahirkan, Babirusa hanya melahirkan anak yang sedikit.
Ini berarti bahwa perburuan yang kecil saja sudah dapat membahayakan populasinya.
Babirusa juga menyukai daerah-daerah pinggiran sungai atau kubangan lumpur di hutan dataran rendah.
Padahal, kebanyakan hutan dataran Sulawesi (khususnya di bagian timur laut) telah hilang.
Salah satu hutan yang menjadi benteng terakhir satwa endemis Sulawesi adalah Suaka Margasatwa Nantu yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sesuai SK. No.573/Kpts-1/1999 tanggal 22 Juli 1999 Kabupaten Boalemo Propinsi Gorontalo.
Dengan luas 31,125 ha, area ini sekaligus menjadi hutan terakhir di sekitar Paguyaman yang masih memiliki sumber mata air panas atau adudu.
Di kawasan ini Babirusa seakan diberi rumah untuk terus mempertahankan populasinya dari ancaman kepunahan.
Panjang badan dan kepala Babirusa adalah 85-100 cm, ekornya 25-30 cm, dan beratnya dapat mencapai 100 kg.
Babirusa memiliki kulit yang kasar berwarna keabu-abuan dan hampir tak berbulu.
Ciri yang paling menonjol dari binatang ini adalah taringnya.
Taring atas Babirusa tumbuh menembus moncongnya dan melengkung ke belakang ke arah mata.
Babirusa berkeliaran dalam kelompok kecil dan mengeluarkan suara dengus yang rendah.
Organisasi sosialnya kebanyakan terdiri atas kelompok-kelompok yang dipimpin oleh induk, dan jantan yang soliter.
Tidak seperti babi lain, Babirusa betina hanya melahirkan satu sampai dua ekor anak.
Masa buntingnya sekitar 160 hari.
Babirusa adalah binatang yang diperkirakan aktif pada siang hari.
Pada waktu mencari makan, mereka tidak menyuruk tanah seperti babi hutan, tapi memakan buah dan membelah kayu-kayu mati untuk mencari larva lebah.
Mereka suka berkubang dalam lumpur dan tampaknya menyukai tempat-tempat yang dekat dengan sungai.
Kondisi fisik habitat Populasi Babi Rusa di sekitar lokasi Sungai Adudu pada umumnya masih baik, walaupun sudah terdapat perambahan terhadap kawasan.
Perlu penanganan pengamanan kawasan khususnya terhadap penabangan liar, perambahan dan perburuan satwa di kawasan Suaka Margasatwa Nantu, sehingga tidak merusak habitat populasi Babi Rusa yang ada. (rls/crz)
• Instruktur Mekanik: Salah Pilih BBM Bisa Berakibat Puluhan Juta Keluar di Bengkel
• Kecelakaan Maut Tadi Malam, Seorang Pemotor Tewas, 4 Orang Lain Jadi Korban, Pohon Ambruk ke Jalan
• Gubernur Anies Terancam Digugat Arbitrase, Soal Commitment Fee Formula E