Masih Ingat
Ingat Kamatian Munir? Kasusnya Masih Tanda Tanya Selama Beberapa Tahun, Kini Kembali Disorot
Kasus pembunuhan terhadap aktivis Munir Said Thalib kembali disorot. Dinilai bukan hanya sekedar pelanggaran kriminal biasa.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Masih ingat dengan kasus kematian Munir, aktivis yang meninggal karena diduga keracunan di pesawat?
Kematian salah satu aktivis tanah air itu hingga kini masih menjadi tanda tanya.
Kabar terbaru, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) menyebut kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib bukan kriminal biasa.
Melainkan termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Hal ini diungkapkan dalam Orasi Kebudayaan & Diskusi Publik: Kasus Munir adalah Pelanggaran HAM Berat, yang ditayangkan di kanal Youtube KontraS, Minggu (5/9/2021).
"Kasus munir bukan kriminal biasa di sini.
Kejahatan ini tindak pidana luar biasa, extraordinary crime atau bisa kita kategorikan pelanggaran HAM yang berat dan seperti kejahatan melawan kemanusiaan.
Jadi jangan perlakukan ini sebagai kasus pembunuhan yang tidak ada konteks," ujar Sekretaris Jenderal KASUM Bivitri Susanti.
Menurut pandangan KASUM, sejatinya pembunuhan berencana terhadap Munir dengan segala kemufakatan jahatnya adalah pelanggaran HAM berat.
Sebab terdapat penyalahgunaan kekuasaan negara terhadap rakyat.
Sesuai penjelasan tim pencari fakta, terdapat keterlibatan institusi negara.
Selain itu, kasus Munir jelas ancaman bagi warga yang memperjuangkan HAM karena tidak ada penyelesaian dari negara.
"Nggak ada negara hukum, percayalah, kalau pelanggaran HAM dibiarkan tanpa penyelesaian.
Kasus Munir ini adalah praktik pelanggaran HAM yang terus berulang.
Ketika kita sebut pelanggaran HAM, tidak hanya pegiat HAM.
Dalam arti isu yang ditangani adalah korban pelanggaran HAM secara langsung, tapi juga banyak hal lainnya yang terkait dengan HAM," kata Bivitri.
Dia mencontohkan kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan yang hanya dianggap persoalan dendam pribadi.
Kasus Munir pun hanya dianggap pembunuhan biasa.
KASUM tidak setuju dengan hal tersebut.
Menurutnya, harus lebih jeli melihat dalam konteks hukum pidana Indonesia dan hukum pidana internasional,
dimana bisa ada keterkaitan yang bisa ditunjukkan dan bisa dikonstruksikan dalam konstruksi hukum formal.
"Bahwa kalau ada keterkaitan dengan apa yang dikerjakan seseorang maka itu bukan lah pembunuhan atau kekerasan biasa saja,
tapi merupakan pelanggam HAM. Dan dengan ini KASUM ingin merawat kesadaran publik melawan impunitas, tidak bisa terus-menerus seperti ini," jelasnya.
"Jadi sama halnya dengan keinginan Cak Munir sendiri untuk memutuskan menjadi pembela HAM,
KASUM juga terus memperjuangkan kasus Cak Munir untuk bangsa Indonesia ke depannya," pungkas Bivitri.
Kasus Kematian Munir Disoroti Presiden
Hasil autopsi menunjukan terdapat jejak senyawa arsenik yang membuat Munir mengembuskan napas terakhir.
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid kembali menagih janji Presiden Joko Widodo soal penuntasan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.
"Kami menuntut Presiden Joko Widodo, yang telah berjanji di hadapan publik untuk menyelesaikan kasus ini, untuk membuat aksi yang jelas dan konkret," kata Usman dalam keterangan tertulis, Senin (7/9/2020).
Jokowi pernah berjanji akan mengusut kasus Munir saat bertemu dengan sejumlah praktisi hukum di Istana, pada September 2016 lalu.
Menurut Usman, Jokowi bisa melakukan aksi konkret untuk memenuhi janjinya itu. Salah satunya dengan melakukan tinjauan atas beberapa perkara pidana sehubungan dengan pembunuhan Munir.
"Kami percaya bahwa pembunuhan Munir tidak bisa dilihat sebagai kasus kriminal biasa yang berdiri sendiri," kata dia.
Namun, Usman melihat tidak ada kemajuan dalam pemeriksaan independen atas kasus ini. Pelaku utama di balik pembunuhan ini, yang diyakini berasal dari kalangan berpengaruh, sampai sekarang belum dibawa ke pengadilan.
Ia menuturkan, hal itu membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi pembela HAM.
Pembunuhan yang terus dibiarkan tanpa penyelesaian, kata Usman, mengindikasikan adanya budaya impunitas yang makin meluas terhadap serangan dan kekerasan terhadap para pembela HAM.
"Dengan adanya pembunuhan yang sangat tidak manusiawi dan dugaan keterlibatan orang-orang yang memiliki kekuasaan, kami menuntut agar negara segera membuat pengakuan bahwa pembunuhan Munir merupakan sebuah pelanggaran HAM berat. Negara harus menanggapi ini dengan lebih serius," ucap Usman.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir memang telah dilakukan. Pengadilan telah memberi vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.
Munir diketahui tewas setelah hasil autopsi menunjukkan ada jejak-jejak senyawa arsenik di dalam tubuhnya. Sejumlah dugaan menyebut bahwa Munir diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.
Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura, atau sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KASUM: Kasus Munir Bukan Kriminal Biasa, Masuk Kategori Pelanggaran HAM Berat, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/05/kasum-kasus-munir-bukan-kriminal-biasa-masuk-kategori-pelanggaran-ham-berat.