Berita Bitung
Pemerintah dan Destructive Fishing Watch Lakukan Ini untuk Cegah Kerja Paksa AKP di Bitung
DFW Indonesia mencatat, ada 1.074 kapal penangkap ikan ukuran 1-200 Gross Ton (GT) yang beraktivitas di sejumlah pelabuhan penyanggah.
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mencatat, ada 1.074 kapal penangkap ikan ukuran 1-200 Gross Ton (GT) yang beraktivitas tangkap ikan dan bongkar di pelabuhan perikanan Samudera (PPS) Aertembaga Bitung dan di pelabuhan penyangga lainnya.
Selain itu DFW juga melihat, guna menopang operasional kapal ikan itu, ada sekitar 8.00 orang awak kapal perikanan (AKP) yang bekerja.
Adapula AKP asal Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) bekerja di luar daerah, seperti Muara Baru Jakarta, Bali dan Dobo, Kepulauan Aru, Maluku serta di luar negeri sebagai AKP Migran terutama di Taiwan.
Kondisi ini karena Bitung merupakan satu diantara sentra industri perikanan Tuna dan jenis ikan lainnya di Indonesia.
Sementara itu pada sisi hilir saat ini tercatat 22 perusahaan pengolahan atau industri pengolahan ikan skala besar dan menengah yang beroperasi di kota Bitung.
Industri pengolahan tersebut menghasilkan produk frozen, tuna fresh, ikan kayu, dan ikan kaleng.
Melihat potret dan kondisi di atas, tak bisa dipungkiri, AKP merupakan profesi dan pilihan pekerjaan bagi sebagian masyarakat kota Bitung.
Namun demikian, berdasarkan laporan Fishers Center Bitung, pada tahun 2020 beberapa kasus yang menonjol dan sering dilaporkan AKP adalah pemotongan gaji, gaji yang tidak dibayar, jaminan sosial dan keselamatan kerja.
Berdasarkan hal tersebut, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dalam rangkaian implementasi SAFE Seas Project di kota Bitung telah mendorong dan memfasilitasi Surat Edaran Lurah Aertembaga Satu tentang Sistim Perlindungan Awak Kapal Perikanan Kelurahan Aertembaga.
Surat edaran ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pencegahan awak kapal perikanan agar tidak terjebak dalam praktik kerja paksa dan perdagangan orang di kapal perikanan.
Menurut Laode Hardiani Fasilitator lapangan DFW Indonesia untuk SAFE Seas Project, surat edaran tersebut merupakan bentuk terobosan dan inovasi pemerintah kelurahan untuk meminimalisasi, mencegah dan memantau pergerakan warga yang akan bekerja di kapal ikan domestik maupun migran.
“Surat edaran tersebut sebagai bentuk pencegahan kerja paksa dan edukasi warga Bitung yang akan bekerja di industry penangkapan ikan karena memuat ketentuan dan syarat bagi AKP domestik, migran, pemilik kapal dan perusahaan penangkapan ikan domestik dalam melakukan rekruitmen AKP’ kata Laode Hardiani, Minggu (4/7/2021).
Surat Edaran Lurah Aertembaga Satu No. 09/SE/AGA I/VII/2021 tertanggal 29 Juni 2021 memuat persyaratan awak kapal perikanan yang akan bekerja di kapal ikan domestik.
Persyaratan tersebut antara lain berumur paling sedikit 18 tahun dan memiliki kartu identitas diri, sehat jasmani dan rohani sesuai hasil pemeriksaan kesehatan, memiliki buku pelaut, memiliki sertifikat keterampilan, terdaftar sebagai peserta jaminan sosial dan memiliki Perjanjian Kerja Laut.
Sementara untuk AKP migran ketentuan tersebut di atas ditambahkan syarat harus memiliki paspor dan visa, serta melapor diri ke kantor kelurahan pada saat pemberangkatan dan kembali pada saat berlayar.