Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Waisak di Sulut

Kisah Biksu Thailand di Manado, Belajar Bahasa Kawanua dan Makan Pedas, Doakan Kerukunan di Manado

Di Manado, hari raya Waisak biasa dirayakan umat Buddha di Vihara Dhammadipa yang berlokasi di jalan Sudirman. 

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO/ANDREAS RUAUW
Suasana perayaan Waisak di  Vihara Dhammadipa  Selasa (29/5/2018). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Hari Raya Waisak bakal berlangsung Rabu (26/5/2021).

Di Manado, hari raya Waisak biasa dirayakan umat Buddha di Vihara Dhammadipa yang berlokasi di jalan Sudirman. 

Tahun - tahun sebelumnya, Vihara tersebut kerap mendatangkan Biksu dari Thailand

Para biksu Thailand biasa melayani warga Manado di Vihara tersebut tiga bulan hingga setahun.

Mereka terbiasa menyantap makanan khas Manado. 

Para umat membawa bunga teratai mengelilingi Vihara Dhammadipa dipimpin oleh tiga biksu dari Thailand, menandakan ketekunan dan kepercayaan sebagai umat Budha.
Para umat membawa bunga teratai mengelilingi Vihara Dhammadipa dipimpin oleh tiga biksu dari Thailand, menandakan ketekunan dan kepercayaan sebagai umat Budha. (TRIBUNMANADO/VALDY SUAK)

Seperti Tinutuan dan juga daging. 

"Pada aliran tertentu, biksu tak dapat menolak makanan pemberian umat," ujar Virya Mongkaw, pengurus Vihara Dhammadipa

Para biksu ini juga paham bahasa Manado. Pada kesempatan doa, mereka kerap memanjatkan doa keselamatan bagi Manado

"Sayang tahun ini mereka tak datang karena pandemi," ujar dia. 

Seorang biksu Thailand di Vihara tersebut yang diwawancarai Tribun Manado beberapa waktu lalu menceritakan kisahnya yang kelam sebelum ditahbiskan jadi biksu. 

Suasana perayaan Waisak di  Vihara Dhammadipa  Selasa (29/5/2018).
Suasana perayaan Waisak di  Vihara Dhammadipa  Selasa (29/5/2018). (TRIBUNMANADO/ANDREAS RUAUW)

"Saya ini dulunya seorang pemabuk, suka dunia malam, bermain perempuan," katanya. 

Suatu pengalaman rohani mengubah hidupnya. Ia menetapkan jadi biksu. 

"Saya sebelumnya tidak beragama. Lantas jadi Buddha dan biksu," kata dia. 

Dalam Buddha ia beroleh ketentraman. Latihan konsentraai yang ia lakoni menjadikannya punya kepekaan batin. 
Bisa meramal dan lainnya. 

Di Manado, ia kagum dengan toleransinya.

"Toleransi di sini luar biasa," katanya. 

Dirinya belajar bahasa Manado dan Indonesia dari pergaulan sehari - hari. Itu, katanya, tak sulit.

"Induk semua bahasa adalah bahasa sansekerta. Jadi semua bahasa ada kemiripan," bebernya. 

Kepada Tribun Manado ia buka bukaan terhadap keyakinannya. Ungkap dia, Buddha dan manusia bagaikan keluarga. 

"Buddha adalah ayah dan kita anak anaknya," bebernya. 

Buddha baginya adalah pencarian kebenaran. Dengan merendah ia bertutur.

"Jika ada kebenaran lain dari ini saya akan mengikutinya," tuturnya.

Kisah Chanpatan

Chanpatan, Bante asal Thailand sudah kali kelima datang di Manado untuk melayani umat Buddha di Vihara Dhammadipa yang beralamat Jalan Sudirman.

Mengalami lima Waisak di Manado, tak heran jika ia akrab dengan budaya, makanan serta mengerti sedikit Bahasa Manado.

"Chanpatan jo," katanya ketika Tribun bertanya namanya beberapa waktu lalu di Vihara Dhammadipa.

Sebelumnya, ia menyebut nama aslinya yakni Charon. Namun, buru - buru ia mengoreksi, dengan menyebut nama budhisnya itu, ditambah kata jo yang adalah bahasa melayu Manado.

Pagi itu, Chanpatan beserta seorang Bante asal Thailand lainnya tengah duduk di kursi dalam ruang utama Vihara.

Keduanya baru selesai sembahyang pagi, tengah menanti umat yang datang untuk membawa makanan.

Hening dalam aula itu. Di luar terdengar bunyi besi beradu, dari sejumlah pekerja yang tengah memasang tenda untuk perayaan Waisak di samping Vihara.

Chanpatan mengatakan, akan berada di Manado selama beberapa hari.

Ia tiba di Manado pekan lalu, dan akan balik Thailand pada hari Rabu atau sehari setelah Waisak.

Sehari berada di Manado, ia bertemu kembali dengan umat yang terakhir ditemuinya setahun lalu.

Baginya itu ibarat reuni. Ia merasa senang.

"Umat di Manado baik," kata dia.

Tak hanya dengan umat, ia pun kembali berjumpa dengan makanan Manado.

Tak hanya dengan umat, ia pun kembali berjumpa dengan makanan Manado. Kendati hanya makan sayur, namun dia bisa menyimpulkan masakan Manado itu pedas. "Keras masakan Manado," kata dia sambil memonyongkan bibirnya mirip orang kepedasan.

 Pertama kali datang di Manado lima tahun lalu, ia mengaku tak bisa berbahasa Indonesia, apalagi Melayu Manado.

Kini, ia sudah bisa berbahasa Manado meski dengan kosakata yang terbatas.

Para umat, akunya, adalah gurunya.

Keahliannya berbahasa Manado meningkat pesat lewat komunikasi yang intens dengan umat.

"Saya belajar sendiri," ujarnya.

Dikatakannya, bahasa di asia tenggaga berakar dari bahasa Sansekerta.

Hingga, ada kemiripan kata atau bunyi diantara bahasa - bahasa yang berbeda itu.

Selama di Manado, Chanpatan bersama biksu lainnya tinggal di bangunan lantai dua vihara.

Disana mereka tidur, membaca buku serta bermeditasi. Sesekali mereka mengintip wajah kota Manado lewat jendela.

Menurut Chanpatan, momen Pindapata sangat membahagiakan baginya.

Pertama kali datang di Manado lima tahun lalu, ia mengaku tak bisa berbahasa Indonesia, apalagi Melayu Manado.

Kini, ia sudah bisa berbahasa Manado meski dengan kosakata yang terbatas.

Para umat, akunya, adalah gurunya. Keahliannya berbahasa Manado meningkat pesat lewat komunikasi yang intens dengan umat.

"Saya belajar sendiri," ujarnya. (art)

Promo Alfamart 24 Mei 2021, Diskon Deterjen, Harga Murah Popok Bayi dan Bumbu Dapur, Cek Katalog

Buntut Panjang Dewi Perssik Manggung di Kudus, Pemilik Acara Diduga Abaikan Protokol Kesehatan

Minut Bersiap Sambut Bumi Revolusi Mental. Puan Maharani Kemungkinan Datang

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved