Soeharto Mundur
20 Mei 1998 Malam, Satu Hari Jelang Lengsernya Soeharto, Suasana Cendana Hening dan Redup
Suasana di ruang tamu kediaman Presiden Soeharto, Jalan Cendana, menteng, Jakarta Pusat, pada 20 Mei 1998 malam begitu berbeda.
Kekecewaan Soeharto tak sebatas itu. Pada malam yang sama Soeharto menerima kabar bahwa Wakil Presiden BJ Habibie menyatakan bersedia menggantikannya sebagai presiden.
Soeharto mengeluhkan sikap Habibie. Ia tak habis pikir Habibie berubah dalam tempo singkat.
Sebelumnya, berdasar penuturan Probosutedjo, Habibie menyatakan tak sanggup menjadi presiden.
"Ini membuat kakak saya sangat kecewa. Hari itu juga dia memutuskan untuk tidak mau menegur atau bicara dengan Habibie," ujarnya.
Malam itu Habibie sempat menelepon Soeharto. Namun, pemimpin Orde Baru tersebut enggan bicara.
Cerita Habibie menelepon Soeharto pada 20 Mei 1998 malam dikonfirmasi oleh mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.
Jimly menjadi saksi momen tersebut lantaran malam itu ia tengah berada di kediaman Habibie.
Menurut Jimly, Habibie meminta ajudannya menelepon ajudan Soeharto untuk meminta waktu bertemu pasca sejumlah menteri datang ke kediaman wakil presiden dan menyatakan mundur dari Kabinet Pembangunan VII.
Namun, kata Jimly, telepon itu justru diserahkan ajudan Soeharto ke Menseneg Saadillah Mursjid.
"Mensekab malam itu langsung bicara ke Pak Habibie intinya 'Bapak tidak perlu bertemu dengan Presiden malam ini. Besok Presiden akan mundur dari jabatan presiden'," kata Jimly dalam acara Refleksi 20 Tahun Reformasi, Senin (21/5/2018).
Sementara, di kediaman keluarga Cendana, Probosutedjo menjadi saksi atas peristiwa bersejarah, kesediaan Soeharto mundur dari jabatannya.
Dengan wajah redup namun tenang, Soeharto lirih mengatakan, "Saya akan mengundurkan diri, baik."
Probosutedjo sempat menanyakan siapa yang akan menjadi presiden pasca-lengser. Dengan singkat Soeharto menyebut nama Habibie.
Soeharto juga mengatakan, "Sudahlah, saya ikhlas."