Kabar Israel
Israel Bom Kantor Pemerintahan Palestina di Gaza, 197 Orang Tewas, Warga Bersumpah Balas Dendam
Pesawat tempur Israel membombardir dua bangunan Kementerian di Jalur Gaza, pada Minggu (16/5/2021) waktu setempat. Warga ingin balas dendam.
Ketegangan baru-baru ini yang dimulai di Yerusalem Timur pada bulan suci Ramadan lalu hingga menyebar ke Gaza setelah kelompok-kelompok perlawanan Palestina di sana bersumpah
untuk membalas serangan Israel di Masjid Al-Aqsa dan Sheikh Jarrah, jika mereka tidak dihentikan.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama perang Arab-Israel 1967.
Kota ini menganeksasi seluruh kota pada tahun 1980 dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Sebelumnya dilaporkan korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza naik menjadi 181 orang, termasuk 31 wanita dan 52 anak-anak hingga pada Minggu (16/5/2021).
Seorang juru bicara militer Israel mengatakan pasukan darat telah mengambil bagian dalam serangan pra-fajar selama 40 menit,
tidak ada yang menyeberang ke Jalur Gaza, di tengah konflik yang telah memasuki hari kelima tanpa tanda-tanda mereda.
(Foto: Gedung pemerintahan Palestina di Gaza yang dibombardir Israel. (AFP/MAJDHI FATHI)
Pejabat kesehatan di Gaza utara mengatakan seorang wanita dan ketiga anaknya tewas selama operasi Israel dan jenasah mereka ditemukan dari puing-puing rumah.
“Rentetan roket ke Israel selatan dengan cepat dibalas dengan serangan Israel,” kata juru bicara Israel yang seraya menambahkan serangan itu termasuk artileri dan tembakan tank dari dalam wilayah Israel.
Pertempuran paling serius antara Israel dan Paletina di Gaza sejak 2014 itu dimulai pada hari Senin setelah kelompok Hamas yang berkuasa di Palestina menembakkan roket di Yerusalem
dan Tel Aviv sebagai pembalasan atas bentrokan polisi Israel dengan warga Palestina di dekat masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Di bagian utara dan timur Gaza, suara tembakan artileri dan ledakan bergema lebih awal pada hari Jumat pagi.
Saksi mata mengatakan banyak keluarga yang tinggal di dekat perbatasan meninggalkan rumah mereka, beberapa mencari tempat berlindung di sekolah-sekolah yang dikelola PBB.