KKB Papua
Kisah Kopassus dan Kostrad, saat Misi Rahasia Bebaskan Sandra saat Ditawan OPM di Hutan Papua
Peristiwa penyanderaan terjadi saat Kwalik dan anak buahnya pada 8 Januari 1996 menyandera 26 anggota Ekspedisi Lorentz 95.
Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.
Hari itu sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan Alama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya.
Tiba-tiba, datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.
Tak hanya itu, salah satu dari mereka, diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara.
Mereka lalu mendobrak mendobrak pintu yang dikunci Tim Lorentz, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.

Sejak itu, Tim Lorentz hilang jejaknya.
Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai menghiasi media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.
Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan.
Beberapa satuan TNI lainnya juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Sekitar lima bulan berlalu, penyanderaan Tim Lorentz oleh GPK-OPM yang akhirnya diketahui dipimpin oleh panglima bernama Kelly Kwalik, belum juga membuahkan hasil.
Penyandera terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Dalam buku Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapenduma (1997) disebutkan, pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang.
Namun kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.