Keluarga Soeharto
Sosok Sukirah, Ibu Soeharto, Putri Bangsawan Kemusuk yang Dinakahi Kertosudiro, Hidupnya Malang
Kisah hidup Sukirah, ibunda Presiden Soeharto putri bangsawan Kemusuk, DIY. Menikah dengan Kertosudiro. Hidup dalam kemalangan setelah menikah.
Penulis: Frandi Piring | Editor: Frandi Piring
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sosok Raden Roro Soekirah ( Sukirah ), anak bangsawan, ibu dari Presiden Soeharto yang hidup dalam kemalangan setelah ia menikah dengan Wagiyo alias Kertosedjo alias Kertosudiro yang dikenal orang sebagai seorang Penjudi kala itu.
Rr. Sukirah merupakan putri kedua dari pasangan bangsawan Sukiman dan Suminem yang lahir sekitar tahun 1903 disebuah dusun yang terletak di daerah Argomulyo - Godean Yogyakarta yang bernama Kemusuk.
Berstatus sebagai putri bangasawan Kemusuk, Sukirah dijodohkan dengan Kertosudiro ( ayah Seoharto).
Sosok Sukirah dalam kenangan dikenal sebagai seorang perempuan yang tangguh, meski hidupnya mengalami ketidaknyamanan dan kemalangan di masa mudanya, sampai harus berjuang demi sang anak.
(Foto: Orangtua Soeharto. Kertosudiro dan Sukirah ayah dan ibu Soeharto. Ibu dalam Kenangan./Foto Wikiwand)
Sukirah akhirnya mendapatkan kebahagiaan setelah bebas dari bayang-bayang sang suami, Kertosudiro.
Melansir kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id artikel bibliografi ' keluarga soeharto ' , masa kecil adalah masa-masa yang sangat membahagiakan dalam perjalanan hidup sosok Sukirah.
Pada waktu menginjak masa remaja, seperti gadis desa pada umumnya, kegiatan Sukirah di luar rumah mulai dibatasi,
sedikit demi sedikit Sukirah diberi tanggung jawab membantu pekerjaan ibunya.
Sukirah tumbuh menjadi bunga desa yang ayu tapi dikenal ramah dan mudah akrab dengan seluruh penduduk desa Kemusuk tanpa memandang status sosialnya sebagai putri bangsawan.
Mungkin dengan keangguann dan sifatnya yang seperti itu membuat sosok Kertoredjo ( Kertosudiro ), seorang duda yang telah memiliki dua orang anak meliriknya.
Sukirah dan Kertoredjo pun resmi menikah ketika Sukirah berusia 16 tahun.
Setelah menikah Sukirah tidak lagi disebut Den Roro oleh penduduk setempat melainkan disebut Raden Nganten.
Kertoredjo pun, sesuai adat Jawa kemudian berganti nama menjadi Kertosudiro.
Mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang canggung karena seorang duda menikah dengan gadis berusia muda yang masih kemanja-manjaan.