Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sosok Tokoh

Sosok Merliaty Simanjuntak, Istri Bupati Sumba Timur, Terjang Lumpur dan Pikul Bantuan Korban Banjir

Merliaty menuturkan, ia dan sejumlah relawan muda menerobos lumpur setinggi paha orang dewasa sejauh kurang lebih satu kilometer.

(KOMPAS.com/DOKUMEN GRACE EKA PUTRI RAMBU HOY ANGGUNG PRAING)
Merliaty Praing Simanjuntak (mengenakan baju kemeja) bersama sejumlah relawan muda berjibaku di jalan berlumpur saat membawakan bantuan untuk para korban banjir bandang di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kisah Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) sekaligus istri Bupati Sumba Timur, Merliaty Praing Simanjuntak saat memikul bantuan korban Banjir.

Beberapa waktu lalu Badai Siklon Tropis Seroja, tanah longsor, dan banjir bandang, menerjang sejumlah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Terjangan Badai Siklon Tropis Seroja tersebut terjadi sejak 4 April 2021.

Wilayah yang terdampak bencana alam tersebut satunya adalah Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, NTT.

Saat ini, ada ribuan warga yang mengungsi di kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Sumba itu.

Pada Kamis (8/4/2021), ada sebanyak 7.212 jiwa mengungsi, 1.919 kepala keluarga terdampak, dan 250 rumah rusak berat di Kabupaten Sumba Timur.

Musibah yang datang secara tiba-tiba itu membuat masyarakat dan pemerintah setempat ketar-ketir.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) sekaligus istri Bupati Sumba Timur, Merliaty Praing Simanjuntak mengisahkan perjuangannya di tengah musibah tersebut.

Merliaty menuturkan, ia dan sejumlah relawan muda menerobos lumpur setinggi paha orang dewasa sejauh kurang lebih satu kilometer.

Mereka melakukan hal itu sambil memikul barang bantuan darurat untuk warga penyintas bencana di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Sumba Timur, Selasa (6/4/2021) sore.

Bantuan darurat tersebut antara lain, pakaian, nasi bungkus, mi instan, bubur bayi, dan susu bayi.

Selain itu, ada popok bayi, karpet, sabun mandi, dan pasta gigi.

Sempat Ditegur Paspampres, Anak SMP di NTT Berhasil Beri Surat pada Presiden Jokowi, Bagini Isinya

"Jadi, begitu keadaan seperti itu sih yang terlintas di kepala, apa yang bisa kita lakukan, ya kita lakukan," kata Merliaty kepada Kompas.com, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (8/4/2021) malam.

"Yang kami khawatirkan begini, tidak ada korban nyawa karena bencana, tapi justru (ada korban jiwa) karena tidak terjangkau bantuan (darurat berupa makanan)," ujar Merliaty menambahkan.

Ia menjelaskan, pikiran siaga kedaruratan dalam dirinya terbentuk sejak menempuh pendidikan tinggi.

Sebab, Merliaty merupakan lulusan sekolah pamong praja.

Merliaty Praing Simanjuntak (mengenakan baju kemeja) bersama sejumlah relawan muda berjibaku di jalan berlumpur saat membawakan bantuan untuk para korban <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/banjir-bandang' title='banjir bandang'>banjir bandang</a> di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/sumba-timur' title='Sumba Timur'>Sumba Timur</a>, <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/nusa-tenggara-timur' title='Nusa Tenggara Timur'>Nusa Tenggara Timur</a> (NTT).

Pilihan melewati lumpur

Merliaty mengungkapkan, awalnya ia dan sejumlah relawan berangkat dengan menggunakan mobil dari Waingapu, ibu kota Sumba Timur.

"Waktu itu kan kita pikir bisa pakai mobil. Kan kita sudah bawa mobil yang punya derek to. Saya pikir 'eh, kalau hanya air saja masih tembus ini mobil begini.' Ternyata bukan air, lumpur. Lumpur dalam saat itu," tutur Merliaty.

Saat itu, mobil yang ditumpangi Merliaty diparkirkan di ujung jalan yang berlumpur. Kemudian, Merliaty dan para relawan berjalan kaki.

"Kalau yang di awal itu, masih setinggi lutut. Setelah itu sampai di tempat yang longsor, (lumpurnya) dalam sampai paha. Nah, itu yang paling berbahaya di situ. Karena jalannya sisa sedikit saja yang nempel di bukit itu," ujar Merliaty.

Ia mengisahkan, dirinya dan relawan harus berjalan cepat agar bantuan bisa segera tiba di lokasi bencana. Mereka harus berjibaku di tengah lumpur dan hujan yang turun tak pernah berhenti.

"Saya sih konsen ke yang lemah dulu ya. Karena (saya) pikir, ini pasti yang terdampak paling terasa itu kan biasanya ibu-ibu sama bayinya. Saya membayangkan itu anak-anak, perempuan, ibu hamil, lansia itu kayak apa nasibnya kan," kata Merliaty.

Begini Hasil Identifikasi Jenazah Denny Sakul, Kasat Reskrim AKP Sugeng: Tidak Ada Tanda Kekerasan

Relawan dan barang bantuan

Sejumlah relawan muda yang bergabung bersama Merliaty adalah warga di sekitar rumah pribadinya di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Kamalaputi, Kota Waingapu, Sumba Timur.

Merliaty menyebutkan, ajakan terhadap anak muda bertujuan untuk menanamkan rasa peduli dalam diri mereka.

Selama dalam perjalanan, Merliaty selalu menyemangati para relawan meskipun beratnya barang yang dipikul terasa menguras tenaga.

"Kami bawa banyak pakaian, makanan. Memang berat sih. Apalagi lumpur sedalam itu to," ungkap Merliaty.

Ada pun barang-barang yang dipikul Merliaty dan relawan merupakan bantuan dari para donatur di Kota Waingapu.

Sejumlah donatur tersebut memberikan sumbangan setelah Merliaty menghubungi mereka.

Berjuang sampai di titik terakhir

Merliaty mengatakan, ia dan relawan tidak bisa sampai di lokasi terdampak banjir bandang.

Mereka hanya sampai di pinggir Sungai Kiritana yang sedang banjir.

Sementara lokasi bencana terletak di seberang sungai tersebut.

Bantuan yang dibawakan itu dijemput oleh sejumlah warga dari lokasi bencana.

Menurut Merliaty, beberapa warga tersebut memiliki kemampuan khusus untuk melewati sungai yang sedang banjir.

Sebab, mereka merupakan warga asli di sana.

Kemudian Merliaty dan relawan muda bergegas pulang karena hari hampir petang.

"Waktu pulang itu, saya khawatir itu tebing hancur lagi. Makanya saya suruh pegangan tangan. Karena sempat ada yang jatuh. Jatuh, kakinya sudah separuh di jurang itu," kata Merliaty.

Merliaty mengatakan, ia dan suaminya berpencar ke beberapa lokasi yang mengalami bencana.

Merliaty memilih ke Desa Kiritana karena di wilayah itu yang terdampak cukup parah berdasarkan laporan yang ia terima.

"Mungkin dengan melihat (langsung) seperti ini, namanya saya istri bupati, setelah pulang saya bisa laporkan sama bapak. Karena saya sudah lihat langsung," ujar Merliaty.

"Susah, kalau kita tidak lihat langsung. Medan begini harus lihat langsung. Kalau tidak lihat langsung, ceritanya nanti fiktif kan. Jadi, kita harus ke lokasi. Memang yang ada di otak saya, mau lihat kesulitan seperti apa yang akan bisa ceritakan sama bapak (bupati)," ujar Merliaty lagi.

Hal itu agar proses penyaluran bantuan kepada warga di wilayah yang terisolasi bisa disiasati dengan baik.

Merliaty mengungkapkan, ia sangat bersyukur karena di wilayah tersebut tidak terdapat korban jiwa akibat bencana alam.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Istri Bupati Sumba Timur Memikul Bantuan Korban Banjir di Jalan Berlumpur Sejauh 1 Km

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved