Nasional
Cerita Istri Pesiunan Polisi, Jadi Pemulung Untuk Hidupi 7 Anak dan 10 Cucu, Atap Rumah Bocor
Dulu hidup berkecukupan, istri pensiunan polisi kini harus jadi pemulung.Kisah hidup penuh perjuangan itu harus dilakukan Erni Marliana (61)
TRIBUNMANADO.CO.ID, SUMEDANG - Kehidupan itu seperti roda yang berputar, kadang kita diatas namun kadang berada di bawah.
Saat i ni kita mendapatkan rejeki banyak menjadi kaya raya, tapi bisa saja besok kita menjadi miskin.
Lantaran tidak ada yang abadi di dunia ini, semuanya semu.
Dulu hidup berkecukupan, istri pensiunan polisi kini harus jadi pemulung.
Baca juga: Sosok Jenderal Wismoyo Arismunandar Adik Ipar Ibu Tien, Tapi Ditolak Soeharto Jadi Panglima ABRI
Erni Marliana (61), istri seorang pensiunan polisi, saat ditemui di rumahnya, memperlihatkan foto almarhum suaminya. (Tribun Jabar)
Kisah hidup penuh perjuangan itu harus dilakukan Erni Marliana (61),
warga Kampung Nangkapanda, RT 03/04, Desa Mulyasari, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Di usia tuanya, Eni setiap harinya harus berkeliling Sumedang untuk mencari botol bekas.
Ya, kini dia hidup dengan segala keterbatasan setelah suaminya, seorang pensiunan polisi, meninggal dunia.
Baca juga: Potret Bayi Kembar Siam Dempet Kepala Yuliana dan Yuliani, Kini Jadi Doktor dan Dokter Cantik
Suami Erni bernama Awang Suryadi, yang terakhir berpangkat briptu dan mengemban tugas di Polsek Jatinunggal.
Awang meninggal dunia pada tahun 2007 setelah bertugas di Polda Metro Jaya dan Polda Jabar sejak tahun 1979.
Selama suaminya masih hidup, kehidupan keluarganya begitu harmonis
dan berkecukupan hingga dikaruniai 7 anak dan 10 cucu.
Baca juga: Potret Gayanti Hutami Cucu Soeharto, Pewaris Bisnis Tommy Soeharto
Namun, kehidupannya berubah setelah Awang meninggal dunia
akibat sakit setelah tulang punggungnya patah saat menjalankan tugas.
"Sempat dirawat di Rumah Sakit Pakuwon Sumedang dua kali,
dan terakhir meninggal dunia di Rumah Sakit Kramat Jati Jakarta," ujar Erni saat ditemui di kediamannya, Jumat (9/4/2021).
Setelah itu, masa-masa sulit mulai dirasakan Erni dan ia harus menjalani hidup apa adanya.
Dia juga harus membesarkan semua anak-anaknya sendirian
dengan mengandalkan uang pensiunan dari suaminya.
"Kalau sekarang begini saja, apa adanya, karena saya enggak terlalu berharap
dari anak-anak karena mereka juga kalau dagang agak sulit," katanya.
Kini, kondisi Erni tampak lusuh karena dia harus bekerja sebagai pemulung.
Setiap hari, Erini membawa karung bekas dan berkeliling
di pusat Kota Sumedang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selama ini, Erni juga tinggal di rumah sederhana yang sudah tidak layak huni.
Bahkan atapnya sering bocor saat turun hujan.
"Saya memulung mencari bekas botol plastik dan kardus, sejak tahun 2010.
Sebelumnya saya sempat ngurus ayam, tapi karena ada kesalahan, usahanya hancur," ucap Erni.
Sejak saat itu, dia mencoba menjadi pemulung dengan pendapatan Rp 2 ribu
hingga Rp 5 ribu karena belum mengerti caranya menjadi pemulung.
Namun, setelah itu dia terus belajar hingga akhirnya mendapat uang Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari.
Uang tersebut, kata dia, digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebab, uang pensiunan suaminya sebesar Rp 2 juta per bulan
habis untuk membayar utang pinjaman modal ke bank dan hanya tersisa Rp 200 ribu.
"Pensiunan dari suami ya dapat, cuma kan anak saya banyak.
Pertama mereka kerja tapi karena gak berhasil pindah jadi pedagang."
"Jadi saya harus pinjem ke bank, karena belum berhasil juga,
setiap tahun saya mengajukan lagi, harus dibagi-bagi," katanya.
Kini, dia tinggal bersama 3 orang anak, 1 cucu, dan 1 menantu di rumahnya yang sedang direnovasi.
Sedangkan anak-anak yang lainnya sudah tinggal di rumahnya masing-masing.
Kapolres Sumedang, AKBP Eko Prasetyo Robbyanto,
membenarkan bahwa Erni merupakan istri dari pensiunan polisi
yang saat ini harus menjadi pemulung dan tinggal di rumah tidal layak huni (rutilahu).
"Kapolda Jabar telah memberikan bantuan untuk pembangunan rumah
yang tidak layak huni kepada istri pensiunan Polri (warakawuri) Saudari Eli Marliana
yang pekerjaan sehari-harinya sebagai pemulung untuk menghidupi keluarganya," kata Eko.
Eko mengatakan, pekerjaan sebagai pemulung dilakukannya Erni karena dia tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Sementara itu, ke-7 orang anaknya tidak bekerja sehingga Erni menjadi tulang punggung keluarga.
Pembangunan rumah Erni, kata Eko, sudah dilaksanakan sejak tiga hari
yang lalu dan pembangunannya ditargetkan bisa selesai pada 12 April 2021.
"Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Kapolda yang telah membantu warakawuri
yang berada di wilayah Sumedang. Semoga amal baiknya di terima oleh Allah Swt," ucap Eko.
Pemulung Sukses Sekolahkan Anak hingga PNS
Nama aslinya Suparno (69), tetapi warga asli bantaran Kali Ciliwung di Manggarai, Jakarta Selatan, biasa memanggilnya Pak Kentir.
Entah lah alasan Suparno dipanggil Kentir.
Barangkali panggilan itu dinobatkan kepadanya lantaran di usia yang senja ini, ia masih kuat bekerja demi sesuap nasi.
Soalnya, kakek yang tampak ringkih bertubuh kurus itu masih turun ke dalam derasnya kali Ciliwung
nan butek demi mengangkuti sampah. Tak heran bila warga memanggilnya kentir alias agak edan.
Saat ditemui di bawah kolong jembatan Kali Ciliwung, Pak Kentir sedang menepikan pelampung di pinggir kali.
Pelampung milik Pak Kentir dibuat sederhana hanya bermodalkan busa dari kulkas bekas.
Seusai menambatkan tali tambang di tepi kali,
kedua tangannya memilah-milah berbagai sampah hasil pulungan ke dalam karung goni putih.
Di atas pelampung itu, terdapat sejumlah barang hasil tangkapannya.
Di antaranya seng bekas, pipa paralon, besi tua dan karung berisi beragam sampah.
Saat senja hendak berganti malam, pria paruh bayah itu sudah berlabuh di kolong Jembatan
untuk mengangkat hasil pulungannya ke gerobak.
Sambil memilah sampah ke karung goni, ia bercerita bahwa pekerjaan ini sudah dilakoni sejak tahun 1987.
Setiap pagi, Pak Kentir bekerja mengais sampah yang teronggok di kali Ciliwung.
Biasanya, ia mulai turun di daerah Cawang untuk mencari sampah.
Budaya warga sekitar membuang sampah ke kali menjadi rezeki Pak Kentir.
Sesudah sampah terkumpul di gerobak, ia membawanya ke pengepul tak jauh dari bantaran kali.
"Jam 8 pagi saya sudah mulai kerja naik Bajaj (ke Cawang)," ujarnya pada Jumat (12/3/2021).
Selama bertahun-tahun bergelut di kali keruh, Pak Kentir sempat mengambil sejumlah temuan.
Yang paling teringat, ia pernah menemukan 'harta karun' berupa emas seberat 2 gram di kali.
Pak Kentir tak begitu jelas menerangkan emas itu dalam bentuk perhiasan atau yang lainnya.
"Kuningan ya segala macem, perabotan. emas juga pernah pas lagi banjir. Emas 2 gram pernah," katanya.
Ia kini hidup sebatang kara di bawah kolong jembatan.
Istrinya sudah lama tutup usia sedangkan ketiga anaknya sudah berkeluarga di luar kota.
Pak Kentir mengaku bahwa dua anaknya sudah menjadi pegawai negeri
sedangkan satunya bekerja di sebuah dealer kendaraan.
Salah satu warga sekitar yang sudah lama hidup di sana tak begitu mengetahui latar belakang Pak Kentir.
Namun, warga itu membenarkan bahwa ia sudah lama bekerja sebagai pemulung sampah di kali.
Kakek asal Desa Gadu, Jombang, Jawa Timur itu hidup di gerobak usangnya. Ia tak memiliki tempat tinggal.
Kemiskinan masih saja membelit hidupnya.
Penghasilannya pun terbilang pas-pasan dalam sehari yang rata-rata sekitar Rp 50 ribu.
Uangnya sudah terkuras habis untuk beli rokok dan ongkos bajaj sehari-hari.
Kesejahteraan tampaknya masih sulit diraih Pak Kentir. Namun, hidup harus terus berjalan.
Pak Kentir menolak menyerah dalam keadaan. Bekerja lebih baik ketimbang hanya meratapi nasib.
"Saya enggak betah kalau enggak kerja. Saya juga enggak mau merepotkan anak-anak saya di kampung.
Kalau saya sudah berkaki tiga (pakai tongkat) mungkin saya berhenti," ceritanya duduk di sebelah gerobaknya sambil merokok santai.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Dulu Hidup Berkecukupan, Kini Istri Pensiunan Polisi Jadi Pemulung Demi Bertahan Hidup