Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Terorisme

Masih Ingat Mukhtar Khairi, Eks Napiter Teror? Kini Ungkap Pengakuan Densus 88: Kita Kesulitan . .

Mukhtar Khairi berpendapat fenomena terorisme saat ini telah memasuki era baru. Densus 88 sampai kesulitan tangkap teroris. Mengapa?

Editor: Frandi Piring
Alinea.id/Youtube
Eks Teroris Mukhtar Khairi ungkap Densus 88 kesulitan deteksi teroris. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Masih ingat Mukhtar Khairi, Mantan Narapidana Terorisme (Napiter)?

Mukhtar Khairi kin berpendapat fenomena terorisme saat ini telah memasuki era baru dan sudah sulit terdeteksi.

Di masa sekarang, Mukhtar Khairi menyebut teroris-teroris cukup belajar dari media sosial, berimprovisasi, berinovasi,

dan melakukan amaliyah (aksi teror) secara sendiri-sendiri.

Padahal di masa lalu, katanya, para teroris harus berkoordinasi dengan kelompoknya sebelum melakukan aksi teror.

Eks Teroris <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/mukhtar-khairi' title='Mukhtar Khairi'>Mukhtar Khairi</a>.Alinea.id

(Foto: Eks Teroris Mukhtar Khairi./Alinea.id)

Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi bertajuk Memperkuat Kontra Radikalisme yang ditayangkan di kanal Youtube Alinea ID pada Rabu (7/4/2021).

"Kalau sekarang memang teroris-teroris itu cukup mempelajari dari media sosial kemudian berimprovisasi, inovasi,

dan melakukan amaliyah secara sendiri-sendiri," kara Mukhtar.

Akibatnya, kata Mukhtar, aksi-aksi teror belakangan ini sulit terdeteksi.

Ia mengaku sempat berbincang dengan anggora Densus 88 Antiteror yang mengaku kesulitan untuk mendeteksi teroris era baru tersebut.

"Kemarin saya juga ngobrol dengan anggota Densus 88 dia bilang seperti itu, kita kesulitan karena eranya sudah berbeda.

Mereka tidak berkoordinasi, belajar langsung dari media sosial," kata Mukhtar.

(Ilustrasi - penangkapan teroris/Antara Foto-M Iqbal)

Tanggapan Mantan Teroris Abu Rimba

Mantan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI), Munir alias Abu Rimba buka suara soal aksi teror yang terjadi belakangan ini.

Mantan anggota kombatan yang menjadi salah satu tokoh pelatihan teroris JI itu muncul setelah lama tak disorot.

Kabar terbarunya, Abu Rimba menyoroti aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.

Abu Rimba alias Munir mengatakan hanya orang bodoh yang bilang bom bunuh diri itu mati syahid.

"Pemahaman yang ditanamkan kepada saya dulu bahwa kita melawan musuh, kita ingin mati di tangan musuh, kalau mati di tangan musuh katanya syahid.

Itu dulu, sekarang bom Makassar, kita gak ada musuh, pasang bom di badan, mati, apakah itu syahid?

Hanya orang bodoh yang bilang itu syahid," kata Abu Rimba dalam keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Rabu (31/3/2021) pewartaan Suara.com.

Pernyataan Abu ini sembari menanggapi sepasang suami istri melakukan aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) pagi.

Aksi bom bom bunuh diri itu tidak memakan korban selain kedua pelaku. Korban tewas dari pihak Gereja dilaporkan tidak ada, namun ada yang terluka akibat ledakkan.

Lalu apakah dua sejoli itu mati syahid?

Menurut Abu Rimba, aksi bom bunuh diri suami istri di Makassar itu adalah aksi bom bunuh diri konyol.

Abu Rimba dengan tegas mengatakan cara-cara seperti bom bunuh diri itu salah besar.

Dijelaskannya, langkah seperti ini hanya ingin mencari perhatian. Apalagi bom bunuh diri dilakukan di tempat ibadah.

"Kalau pendapat saya tindakan begitu jelas salah. Ini maaf saya bilang, masa Rasulullah aja nggak mendzalimi yang bukan beragama Islam, ini malah mau membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa.

Sepertinya mereka hanya ingin cari perhatian sehingga gereja itu dijadikan sasaran,” jelas Munir sebagaimana dilansir dari Antara.

Abu Rimba juga menilai, pelaku bom bunuh diri itu pemahamannya sudah jauh dari hakikat agama Islam itu sendiri, yaitu Islam rahmatan lil alamin.

Ia yakin kalau mereka paham dengan Islam rahmatan lil alamin, dia tahu hukumnya melakukan tindakan bom bunuh diri.

“Dosa besar itu kita membunuh orang yang nggak mendzalimi kita. Kecuali kalau orang itu sudah mengganggu kita, sudah mendzalimi umat Islam,” kata Abu Rimba.

Abu Rimba mengungkapkan, dulu ia masuk ke jaringan teroris berawal dari niatnya menjadi relawan pergi membela Palestina yang ditindas Israel tahun 2008.

Saat itu, dari selebaran yang ia dapat, ia tahu FPI butuh relawan untuk ke Palestina. Ia pun ikut tes dan pelatihan di FPI di Aceh Utara.

Setelah pelatihan fisik di Lhoksuemawe, agar bisa mengikuti pelatihan sesuai selebaran ia dapat.

Ia berangkat ke Jakarta untuk bergabung dan persiapan berangkat ke Palestina.

Akan tetapi cita-citanya tidak terwujud karena ia gagal berangkat.

Abu Rimba harus membayar mahal keterlibatannya dalam kelompok pelatihan teroris di Jalin Jantho tersebut.

Ia pun harus mendekam di penjara selama tujuh tahun untuk membayar kesalahannya tersebut dan tidak ingin kembali ke masa lalunya

dan ingin mengisi masa depannya dengan hal-hal yang bermanfaat.

Abu Rimba juga menyarankan kepada semua pihak, terutama generas muda, agar selalu waspada dengan penyebaran paham kelompok-kelompok teroris.

“Hati-hati jangan sama sekali bersentuhan dengan mereka. Juga buat kawan-kawan yang pemahamannya tidak radikal lagi,

agar sama-sama ikut menjaga dan mengantisipasi, penyebaran ideologi radikal ini,” jelasnya.

Selain Abu Rimba, mantan teroris bom Bali 1 tahun 2002, Ali Imron juga buka suara terkait teror bom di Makassar tersebut.

Di tengah suasana pasca bom bunuh diri suami istri di Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/03/21),

teringat pernyataan eks teroris Ali Imron terkait tujuan dan maksud bagi mereka yang melakukan teror dalam bentuk pengeboman.

Pada kesempatan kala itu, Ali Imron menjelaskan cara kerja para teroris untuk melakukan serangan teror.

Ali Imron mengatakan bahwasanya para teroris itu memang suka dengan kerusuhan dan kericuhan.

Menurut Ali Imron, sebagai mantan teroris, Ali Imron mengimbau agar tidak memberi ruang terhadap teroris dan penganut paham radikalisme.

Ia lantas menjabarkan alasan terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Yaitu para teroris tujuannya ingin membentuk negara Islam.

Pernyataan itu diungkap Ali Imron dalam acara Indonesian Lawyers Club TV One edisi “Misteri Penusuk Wiranto” 2019 lalu.

Rekaman pernyataan Ali Imron itu ditayangkan lagi pada beberapa bulan yang lalu,

tepatnya tanggal 30 November 2020 di kanal Youtube ILC, kala itu lagi ramai peristiwa terorisme di Sigi, Sulawesi Tengah,

yang didalangi oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora di wilayah Poso.

Menurut Ali Imron sendiri, teroris itu—baik Al-Qaeda maupun ISIS, memiliki dua tujuan yang sama.

Pertama, para teroris ingin mendirikan negara Islam.

Kedua, mereka menjalankan Jihad Fi Sabilillah.

“Negara Islam dan khilafah ada hubungannya, tidak mungkin bisa mendirikan negara Islam tanpa adanya jalan Jihad (perang),” tuturnya kala itu, seperti dikutip tribunmanado.co.id, Selasa 30 Maret 2021.

“Teroris paling radikal menganggap pemimpin muslim statusnya tauhid.

Sedangkan, non muslim statusnya kafir, semuanya boleh diperangi dan diserang,” lanjutnya.

Hal itu pulalah yang mendasari Ali Imron melakukan pengeboman Kedubes Filipina di Indonesia.

Ia menjelaskan, hal itu karena Indonesia dianggapnya bukanlah negara Islam, maka itu sah dilakukan.

Tanggapan Mantan Teroris Ali Imron

Demikian juga ketika Ali Imron melancarkan pemboman gereja saat malam Natal di beberapa kota di Indonesia yang ditimbulkan oleh nuansa SARA di Ambon dan Poso.

Sama dengan Bom Bali I yang merupakan program oknum Jamaah Islamiyah pimpinan Ali Ghufron alias Mukhlas bersama Ali Imron.

Tujuannya saat itu, yaitu mereka hendak membalas serangan Amerika terhadap Afghanistan pascatragedi 9/11 dengan menargetkan turis asing yang berlibur di Bali.

Dalam video, Ali Imron lantas menyampaikan pesan kepada masyarakat agar jangan sampai tambah “pecah”.

Ali Imron menjelaskan cukup urusan pemilu saja yang sudah pecah.

Pada akhir video pernyataannya, Ali Imron turut menanyakan pertanyaan terhadap Presiden ILC Karni Ilyas terkait kapan dirinya akan dibebaskan dan tak dianggap sebagai antek pemerintah.

Melansir Tribunwow.com, Ali Imron sempat kemudian menjelaskan alasan dirinya melakukan aksi terorisme.

Ali Imron kemudian menceritakan kepada Garil, anak dari salah satu korban bom Bali 1, apa yang ia percayai kala itu.

Ia mengakui dirinya memiliki kepercayaan bahwa aksi pembunuhan masal yang dilakukan olehnya memiliki dasar yang dapat dibenarkan.

"Satu yang saya ingat, apakah jihad melawan atau membalas Amerika dengan cara melakukan pengeboman terhadap orang-orang Bule di Bali itu benar menurut Islam atau fiqih jihad," paparnya.

"Bahkan menurut Osama bin Laden, ini benar," lanjut Ali Imron.

Kala itu, Ali Imron menjelaskan target pengeboman ia pilih lantaran di wilayah tersebut paling banyak terdapat orang asing.

"Pilih diskotek atau klub yang paling banyak bulenya," ujarnya.

"Kami dapatilah Sari Club dan Paddies Pub yang berseberangan jalan," tambah Ali Imron.

Ali Imron mengatakan dirinya menjelaskan semua hal tersebut untuk menyampaikan fakta yang terjadi kala itu.

"Saya cerita seperti ini bukan karena saya bangga, saya menyampaikan fakta," terangnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kata Mantan Napi Terorisme: Sekarang Belajar Bikin Aksi Teror Cukup dari Media Sosial,

https://www.tribunnews.com/nasional/2021/04/08/kata-mantan-napi-terorisme-sekarang-belajar-bikin-aksi-teror-cukup-dari-media-sosial?page=all.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved