Teroris Ditangkap
Teroris Direkrut Lewat Facebook dan Telegram, Mantan Napiter: Wanita Lebih Militan dari Laki-laki
”Sekarang ini karena teknologi sudah canggih, orang bisa direkrut tanpa bertemu muka. Mereka bisa aktif berdialog dan dibina lewat medsos."
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan Napiter yang kini menjadi Pembina Hubbul Wathon Indonesia 19, Haris Amir Falah, mengungkapkan perekrutan para calon teroris kini marak dilakukan melalui media sosial.
Bukan cuma perekrutan, pembinaan pun juga dilakukan melalui media sosial.
”Sekarang ini karena teknologi sudah canggih, orang bisa direkrut tanpa bertemu muka. Mereka bisa aktif berdialog dan dibina lewat medsos,” kata Haris dalam diskusi Polemik Trijaya FM, Sabtu (3/4).
”Jadi orang tanpa bertemu bisa menjadi seorang pengantin lah," tuturnya.
Haris mengatakan, media sosial yang kerap digunakan yaitu Telegram hingga Facebook.
”Ada beberapa medsos yang jadi alat yang mereka lakukan secara intensif, misalnya Telegram atau juga di medsos lain, di Facebook juga saya rasa itu digunakan," kata dia.
Ia menjelaskan perekrutan teroris zaman sekarang jauh sudah berubah. Kini kaum milenial telah menjadi sasaran untuk dijadikan teroris.
Bahkan kelompok teroris juga mulai melibatkan wanita dan anak-anak saat melancarkan aksinya. Hal yang dulu tidak pernah terjadi.
Bahkan kata Haris, tren pelaku terorisme saat ini kebanyakan adalah wanita. Kaum pria sudah kalah jauh dibanding perempuan dalam aksi terorisme.
”Saya terakhir (bergabung kelompok terorisme) 2010, saya ditangkap. Ini memang trennya justru dulu tidak ada. Artinya wanita itu tidak kami sertakan, apalagi anak-anak,” kata Haris.
”Dari temuan saya di lapangan, justru wanita itu lebih militan daripada laki-laki. Banyak yang suaminya ikut, bukan karena suaminya yang ngajak istrinya, tetapi justru istrinya yang ngajak suaminya," ujarnya.
Haris kemudian menceritakan bagaimanencontohkan seorang temannya di kawasan Jakarta Selatan yang terpaksa ditinggal istrinya lantaran temannya itu tidak mau mengikuti keinginan sang istri masuk dalam kelompok terorisme.
"Dia dianggap kafir, tidak mau ikut JAD," tutur Haris.
Dalam diskusi itu Haris juga membeberkan bagaimana para pengantin bom bunuh diri dan pelaku terorisme selalu beranggapan presiden, polisi, dan TNI, sebagai pihak yang harus diserang.
Pembina Hubbul Wathon Indonesia 19 itu mengatakan, kelompok radikalisme menganggap presiden, polisi, dan tentara, sebagai tagut.