Habib Rizieq Shihab
Jaksa Kutip Hadis Nabi, Minta Rizieq dan Pengacaranya Tak Lagi Memaki
Dalam tanggapannya jaksa menilai beberapa poin dalam eksepsi merupakan argumen dari Habib Rizieq yang tak terkait dengan ruang lingkup nota keberatan.
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Sidang kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung dengan tersangka Muhammad Rizieq Shihab kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (30/3) kemarin.
Sidang kali ini beragendakan tanggapan jaksa penuntut umum atas nota keberatan atau eksepsi Habib Rizieq.
Dalam tanggapannya jaksa menilai beberapa poin dalam eksepsi merupakan argumen dari Habib Rizieq yang tak terkait dengan ruang lingkup nota keberatan.
"Nota keberatan eksepsi terdakwa Habib Rizieq Shihab atas dakwaan penuntut umum dimulai dari hal 1 sampai 3 bukanlah ruang lingkup eksepsi sebagaimana dikehendaki pasal 156 KUHP. Keberatan Terdakwa dimaksud bukanlah bagian dari dalil hukum yang berlaku, melainkan bersifat argumen Terdakwa menggunakan ayat-ayat suci Al-Quran, dan hadis Rasulullah SAW, yang tidak jadi padanan penerapan pidana umum di Indonesia," kata jaksa.
Jaksa kemudian mengutip kisah Nabi Muhammad SAW dari hadis yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari & Muslim.
Jaksa membacakan hadis bagaimana Nabi Muhammad SAW bertindak adil kepada orang yang melakukan kesalahan, sekalipun orang yang bersalah itu adalah keturunannya.
Dalam hadis ini, digambarkan keturunan Nabi adalah Fatimah, anak Nabi Muhammad SAW.
"Jaksa terketuk hati, meminjam sebagai kutipan, di saat Rasul mengumpulkan para sahabat dan bersabda yang artinya sesungguhnya sudah binasa umat sebelum kamu lantaran jika di antara mereka ada seorang atau yang dianggap mulia atau terhormat mencuri atau dibiarkan, tapi jika ada seorang lemah atau rakyat biasa mencuri ditegakkan hukum, demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya," kata jaksa.
Dari sabda Rasul tersebut, kata JPU, memperlihatkan tak ada perbedaan perlakuan hukum baik terhadap siapa pun.
Apabila seseorang bersalah dan melanggar hukum, tetap harus diadili sebagaimana mestinya.
"Dari sabda Rasulullah, JPU memaknai siapa pun yang bersalah hukum tetap ditegakkan. Dengan menegakan nilai-nilai keadilan sebagaimana suri tauladan Rasulullah, sekalipun Fatimah putri dan juga zuriah keturunan langsung dari Muhammad SAW, tetap diberlakukan dengan menghukumnya," kata jaksa.
Jaksa kemudian menanggapi eksepsi Rizieq yang membandingkan proses hukum kasus kerumunan di Petamburan dengan kerumunan yang dilakukan tokoh nasional, artis, hingga Presiden Jokowi.
Jaksa menilai pernyataan Rizieq itu tidak tepat sebab hanya membandingkannya dengan kasus kerumunan saat Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan.
"Eksepsi Habib Rizieq menganggap dakwaan jaksa penuntut umum penuh dengan fitnah dan keji terhadap Terdakwa dan sahabat-sahabat Terdakwa dengan membanding-bandingkan kerumunan ribuan orang yang melanggar protokol kesehatan yang dilakukan tokoh nasional, artis, pejabat negara, termasuk presiden. Akan tetapi Terdakwa menganggap Kepolisian dan Kejaksaan begitu sigap penuh semangat melakukan kriminalisasi pada kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pernyataan Terdakwa tersebut tidaklah tepat dan hanya menampilkan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW," jelas jaksa.
"Padahal selain kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW, bersamaan juga Terdakwa menyelenggarakan pernikahan anaknya yang kurang lebih dihadiri 5 ribu umat dan kegiatan sebelumnya pun sudah menyelenggarakan peresmian peletakan batu pertama Markaz Syariah di Pondok Pesantren milik Terdakwa di Megamendung, Bogor, yang dihadiri 3 ribu orang," lanjut jaksa.
Jaksa menyayangkan eksepsi Rizieq yang menganggap dakwaan merupakan fitnah.
"Padahal dari setiap kata dan puluhan lembar dakwaan dari jaksa penuntut umum tidak satu huruf atau kata-kata berisi fitnah yang ditujukan kepada Terdakwa, melainkan dakwaan tersebut adalah rangkaian fakta sebagaimana alat bukti yang ada," kata jaksa.
Dalam tanggapannya jaksa juga meminta Rizieq tak perlu mengkambinghitamkan Menkopolhukam Mahfud MD atas kerumunan di Bandara Soetta.
Sebab Rizieq dinilai mengetahui dampak kedatangannya dari Arab Saudi pasti akan menimbulkan kerumunan. Terlebih menurut jaksa, Rizieq justru menimbulkan kerumunan di tempat-tempat lain seperti Petamburan dan Megamendung.
"Seharusnya sebagai yang memahami dampak dari kerumunan tidaklah perlu kita mengkambinghitamkan Menko Polhukam (Mahfud MD-red) sebagai penghasut atas kerumunan dimaksud," kata jaksa. "Justru atas kedatangan Terdakwa mengakibatkan kerumunan luar biasa baik di Bandara dan kegiatan-kegiatan Terdakwa di beberapa tempat," lanjut jaksa.
Selain itu, kata jaksa, argumen Rizieq yang menyalahkan Mahfud MD tidak relevan terhadap dakwaan kerumunan di Petamburan.
"Terdakwa menyebut Menko Polhukam Mahfud MD yang mengumumkan langsung agar massa menjemput Terdakwa di Bandara. Kalimat-kalimat tersebut tidak ada relevansinya dengan kerumunan yang ditimbulkan atas kedatangan terdakwa," ucap jaksa.
Sementara itu menanggapi ucapan Rizieq yang meminta Kepolisian dan Kejaksaan bertobat agar tidak kena azab Allah SWT, menurut jaksa ucapan tersebut tak perlu dipertontonkan oleh seseorang yang memahami etika.
”Tidak semestinya ada kata-kata pada akhir eksepsi berbunyi 'Kepolisian dan Kejaksaan sebaiknya bertobat sebelum kena azab Allah SWT'. Inilah contoh kata-kata yang tidak perlu dipertontonkan sebagai seorang yang paham tentang etika," ujar jaksa.
Sebelumnya dalam eksepsi, Rizieq menilai dakwaan jaksa terhadapnya berisi fitnah dan tudingan keji. Ia pun berpandangan kasus kerumunan Petamburan yang diusut kepolisian pun terkesan dipaksakan.
Salah satu yang dipermasalahkan Habib Rizieq terkait pasal penghasutan yang diterapkan jaksa. Menurut Habib Rizieq, undangan Maulid Nabi bukan merupakan hasutan kejahatan.
"Demi Allah saya bersumpah bahwasanya hanya manusia tidak beragama atau antiagama yang memfitnah Undangan Ibadah sebagai "Hasutan Kejahatan," kata Habib Rizieq.
"Karenanya, melalui sidang ini saya serukan kepada kepolisian dan kejaksaan segeralah tobat kepada Allah SWT sebelum kalian kena Azab Allah SWT," imbuhnya.
Namun menurut jaksa, pernyataan Rizieq yang menyebut Kepolisian dan Kejaksaan menganggap undangan Maulid Nabi SAW sebagai sebuah hasutan, merupakan sebuah kesimpulan tidak berdasar.
"Terdakwa mendiskreditkan Kepolisian dan Kejaksaan dengan mengatakan telah melakukan pemufakatan jahat dengan menyamakan undangan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah hasutan melakukan kejahatan dan melupakan logika menyesatkan," ucapnya.
Jaksa juga menilai pernyataan Rizieq dalam eksepsi yang menyebut bahwa jaksa dungu dan pandir merupakan cermin perkataan orang tak terdidik.
"Adanya kalimat dalam eksepsinya, menganggap JPU sangat dungu dan pandir soal SKT, menganggap JPU mencoba menyebar hoaks dan fitnah, kalimat-kalimat seperti ini bukanlah bagian dari eksepsi, kecuali bahasa-bahasa seperti ini digunakan oleh orang-orang yang tidak terdidik dan dikategorikan kualifikasi berpikir dangkal," kata jaksa.
Jaksa kemudian menyebut bahwa arti kata pandir dalam kamus umum Bahasa Indonesia yakni bodoh dan bebal. Sementara, kata dungu artinya sangat tumpul otaknya, tidak mengerti, dan bodoh.
"Tidaklah seharusnya kata-kata yang tidak terdidik ini diwujudkan, apalagi ditempelkan ke jaksa penuntut umum," kata JPU.
"Sangatlah naif kalau jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara terdakwa dkk dikatakan orang bodoh, bebal, tumpul otaknya dan tidak mengerti. Kami jaksa penuntut umum yang menyidangkan terdakwa adalah orang-orang yang intelektual, yang terdidik dengan berpredikat rata-rata strata 2 dan berpengalaman puluhan tahun di bidangnya," sambungnya.
"Atas dasar itu, jaksa meminta hal ini tidak diulang Habib Rizieq. Jaksa meminta Rizieq tak justifikasi dan meremehkan orang lain. "Sifat demikian menunjukkan akhlak dan moral yang tidak baik," ucapnya.
Tak lupa jaksa menyinggung perilaku serta ucapan Rizieq dan tim pengacaranya selama sidang dalam tanggapan terhadap eksepsi kerumunan.
Diketahui sebelum sidang ditetapkan offline, Rizieq dan tim pengacaranya sempat memprotes keras sidang online, bahkan walk out hingga berteriak di persidangan.
Jaksa menyatakan, dakwaan kasus kerumunan terhadap Habib Rizieq semata merupakan proses penegakan hukum.
Sehingga jaksa berharap Rizieq dan kuasa hukumnya melakukan pembelaan dengan tujuan yang sama, yakni mencari dan menemukan kebenaran materiil dengan cara-cara yang baik, profesional, dan beretika.
"Sehingga tidak akan terulang lagi sikap-sikap yang arogan, berteriak, memaki dan menghujat, dan melontarkan kalimat-kalimat yang buruk terhadap pihak-pihak lainnya, baik kepada jaksa penuntut umum maupun majelis hakim dengan sebutan bodoh, pandir, dungu, zalim, dan tuduhan tidak berdasar yang lain kepada kami. Seolah kami telah melakukan fitnah terhadap terdakwa," ucap jaksa.
Jaksa pun berharap tensi yang tinggi dalam persidangan bisa mereda sehingga bisa fokus pada kebenaran materiil.
Hal itu menurut jaksa sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surah ke-49 Al-Hujurat ayat 11. Berikut arti surah ke-49 Al-Hujurat ayat 11 yang dibacakan jaksa di sidang:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela darimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar-gelar yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Jaksa menegaskan kepada Rizieq dan tim pengacara, sekaligus terhadap seluruh masyarakat yang mengikuti persidangan bahwa tidak ada niat sedikit pun memperlakukan eks Imam Besar FPI itu secara diskriminatif dan zalim.
"Karena setiap tindakan hukum yang kami lakukan dalam hal menentukan dapat tidaknya dilakukan penuntutan terhadap Terdakwa telah memperhatikan objektivitas, kecermatan, kehati-hatian dalam melakukan penelitian terhadap berkas perkara yang kami terima dari penyidik, apakah sudah memenuhi kelengkapan formil dan materiil yang disyaratkan yaitu kelengkapan unsur-unsur pasal yang didakwakan baik objektif maupun subjektif atau mens rea," kata jaksa. "Dan kami menjadikan Terdakwa sebagai subjek, bukan objek pemeriksaan, serta menjamin terpenuhinya semua hak-hak Terdakwa dalam tiap tingkat pemeriksaan," tutupnya.
Minta Waktu
Mendengar tanggapan jaksa itu Rizieq dan pengacaranya sempat meminta waktu tambahan kepada majelis hakim untuk menyampaikan tanggapan atas jawaban jaksa terhadap eksepsinya.
"Kami tetap meminta yang mulia agar kami diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban walaupun hanya 5 menit atau 10 menit daripada jawaban penuntut umum di akhir nanti daripada pembacaan yang kedua. Kami minta, walaupun secara lisan, agar kami menyampaikan jawaban," kata Rizieq.
Menurut Rizieq, persidangannya telah digelar secara terbuka sehingga bisa diakses oleh banyak orang.
Dia meyakini bahwa masyarakat ingin mengetahui jawabannya atas tanggapan jaksa terhadap eksepsinya.
"Sebagaimana yang mulia katakan sidang ini terbuka untuk umum, nasional semua melihat, semua menyimak, semua ingin tahu jawaban kita walaupun hanya 5 menit untuk saya, maupun 5 menit untuk penasehat umum, paling tidak di sana ada catatan yang perlu disampaikan," ujar Rizieq.
"Itu harapan besar kami kepada majelis hakim," lanjutnya.
Namun, majelis hakim menolak permintaan tersebut.
"Kalau mengenai ini yang terakhir, ini tidak bisa kami penuhi," ujar ketua majelis hakim.
Menurut majelis hakim, penyelenggaraan sidang tetap mengacu pada Pasal 156 KUHAP sehingga tidak ada waktu tambahan untuk menanggapi pernyataan jaksa penuntut umum.
"Kita bersidang ada hukum acaranya KUHAP jelas Pasal 156 itu walaupun hanya satu kata ditambah, di sini nanti minta lagi di sana, akhirnya tambah panjang, akhirnya kami tambah salah lagi. Tolong dimengerti, mohon maaf, jangan ditambah-tambah lagi," ucap ketua majelis hakim.
Sementara itu pengacara Rizieq, Aziz Yanuar, ditemui seusai persidangan menanggapai soal Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengutip hadis nabi dalam sidang tanggapan hari ini.
Menurut Aziz, hadis yang disampaikan jaksa itu benar. Namun hadis itu tidak tepat jika disamakan dengan kasus Habib Rizieq.
"Hadisnya benar, tapi penyampaian yang salah, waktunya tidak tepat," kata Aziz.
"Ya tidak tepat menanggapinya, apa urusannya. Kita kan bicara soal keadilan, seperti itu. Kita setuju hadis tersebut tapi istidal-nya tidak pada tempatnya," lanjutnya.
Sementara terkait pernyataan jaksa yang menyebut kata dungu dan pandir hanya digunakan oleh orang-orang tidak terdidik, Aziz menyebut jaksa baper.
Menurut Aziz, yang dikatakan Rizieq adalah fakta dan ada buktinya.
"Tapi yang ada kan kebanyakan jaksa kan malah melempar bahwa banyak isinya baper atau tersinggung dengan kata-kata dungu," kata Aziz.
Pihaknya pun bersikeras untuk tetap pada eksepsinya.
"Kita tetap pada permohonan kita untuk eksepsi tersebut," ucapnya. (tribun network/dng/den/mal/dod).
• Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2022, Belgia vs Belarus, Setan Merah Mengamuk dengan 8 Gol
• Sekolah Tatap Muka Akan Dibuka dengan Menerapkan Protokol Kesehatan, Jarak Antar Siswa 1 Meter
• Impor Beras Menuai Polemik, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso Yakin Indonesia Bisa Ekspor Beras