Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Penipuan Menggunakan Telepon Seluler Ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Telepon seluler atau biasa disingkat ponsel biasa disebut sebagai Telepon mobil Nirkabel (Tanpa Kabel), wireless mobile phone, wireless HP.

Editor: Rhendi Umar
Istimewa
Thedorus Rumampuk 

Oleh: Theodorus Rumampuk, SH,MH Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara

Dewasa ini teknologi di bidang telekomunikasi semakin berkembang dengan pesat.

Hal ini dapat kita lihat dengan adanya sarana komunikasi berupa telepon seluler yang berfungsi untuk membantu manusia menyampaikan pesan kepada orang lain yang berada jauh dari tempatnya tanpa harus mencari fasilitas telepon tetap (fixed line).

Telepon seluler atau biasa disingkat ponsel biasa disebut sebagai Telepon mobil Nirkabel (Tanpa Kabel), wireless mobile phone, wireless HP.

Telepon jenis ini dihubungkan dengan radio dalam suatu jaringan, dan oleh karena itu disebut telepon mobil nirkabel, karena dapat berpindah dengan mudah tanpa terjadi putusnya komunikasi.

Sebagai catatan,  demi kelancaran tulisan ini, mobile diartikan sebagai perpindahan yang mudah dari satu tempat ketempat yang lain.

Sedangkan telepon tetap kabel adalah sebutan untuk terminal telepon yang terhubung dengan kabel, dan oleh karena itu tidak bisa berpindah dan harus tetap bergantung pada lokasi telepon ini dipasang. ( Silalahi, 2002,hal.1

Dari rumusan pengertian di atas menunjukkan bahwa telepon seluler ini sangat praktis untuk digunakan dalam melakukan komunikasi di mana saja kita berada.

Di lain pihak kehadiran media telepon seluler ini bermanfaat dalam rangka penggunaan waktu yang efisien, tanpa harus membuang waktu untuk menemukan fasilitas telepon tetap (fixed line) di tempat lain.         

Heru Sutadi, pengamat telematika yang sedang studi pada program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, menulis dalam surat kabar Sinar Harapan tanggal 7 September 2002, mengatakan bahwa : “Mencermati perkembangan dunia telekomunikasi di Indonesia, salah satu fenomena yang menarik untuk diamati tahun ini adalah jumlah pelanggan telepon tetap (fixed line) PT. Telkom sebanyak 7,2 juta pelanggan.

Diakhir tahun 2001, industri seluler melayani 6,57 juta pemakai telepon seluler”..

Penggunaan telepon seluler di era globalisasi saat ini, dapat dilihat sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting.

Gaya hidup going mobile ini, di mana orang ingin menghubungi dan dihubungi di manapun berada, menyebabkan telepon seluler menjadi alat yang wajib untuk dimiliki dan dibawah kemana saja oleh setiap orang.

Peningkatan pemilikan atas telepon seluler memperlihatkan bahwa alat yang digunakan dalam proses komunikasi sekunder ini, selain merupakan barang mewah juga merupakan barang wajib untuk dimiliki.

Dalam ilmu komunikasi proses komunikasi sekunder diartikan sebagai proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Alat atau sarana sebagai media kedua terdiri dari surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi,

film dan lain-lain. (Effendy; 1984, hal.16) Selanjutnya dijelaskan bahwa penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media pertama yang dimaksud adalah pengertian dari proses komunikasi primer.

Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain-lain. (Effendy; 1984, hal. 11)

Sebelum menguraikan tentang bagaimana tindak pidana penipuan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bagaimana modus kejahatan penipuan dengan menggunakan Telepon Seluler sehubungan dengan penulisan ini, perlu kiranya diuraikan terlebih dahulu pengertian Teknologi.

Dalam Undang-undang nomor 18 Tahun 2002  tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang IPTEK pasal 1 angka 2 Teknologi didefinisikan adalah

cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.

Dari rumusan pengertian yang ditegaskan dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 18 Tahun 2002 ini terlihat bahwa teknologi merupakan hasil yang diperoleh dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk pemenuhan kebutuhan manusia.

Selanjutnya dalam pasal 1 Angka 1 Undang-Undang ini, ditegaskan tentang pengertian Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan / atau gejala kemasyarakatan tertentu.

Dalam hubungan dengan penulisan ini, diuraikan pula pengertian tentang Telekomunikasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditegaskan dalam pasal 1 angka 1 tentang pengertian telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan / atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.

Selanjutnya dalam pasal 1 angka 2  Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 ditegaskan pengertian Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Dan dalam pasal 1 angka 4 disebutkan Sarana dan Prasarana Telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi.

Dari beberapa ketentuan yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang IPTEK terdapat keterkaitan dengan telepon seluler, sehingga dapatlah dikatakan bahwa telepon seluler merupakan produk yang dihasilkan dari penerapan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dalam pasal 1 angka 2  jika dihubungkan dengan telepon seluler maka dapat dikatakan bahwa telepon seluler merupakan salah satu  alat telekomunikasi.

Telekomunikasi merupakan salah satu media manusia berinteraksi, dalam hal ini interaksi yang dilakukan dalam jarak jauh. Telekomunikasi perlu mendapatkan pengertian tersendiri karena memiliki karakteristik tersendiri pula. Ketika dua orang saling berinteraksi padahal berada di luar jangkauan pandang, maka boleh dikatakan mereka ber-“telekomunikasi”.

Oleh karena itu bertelekomunikasi pasti melibatkan alat bantu seperti, radio, telepon, dan dengan perkembangan teknologi yang pesat sekarang ini, internet.

Berkomunikasi  baik antara individu dengan individu, individu dengan sekelompok individu lain, maupun sekelompok individu yang satu dengan yang lainnya, pada masa sekarang ini intensitasnya sangat tinggi.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk menggunakan telepon seluler sebagai alat komunikasi penting selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak negatif.

Dampak negatif tersebut yaitu dengan munculnya modus kejahatan baru di era teknologi informasi dengan menggunakan media telepon seluler berupa penipuan dengan menggunakan Short Message Service (SMS).

Peningkatan tindak kejahatan penipuan dengan menggunakan telepon seluler ini, disebabkan karena para pelaku menganggap bahwa kejahatan yang mereka lakukan itu tidak akan diketahui oleh orang lain, baik korban maupun pihak kepolisian.

Hal tersebut terungkap dalam pengakuan para pelaku yang telah ditangkap oleh pihak kepolisian. Sehubungan dengan itu para pelaku kejahatan penipuan dengan modus operandi mengirimkan SMS ini, belum ada satupun kasusnya diputuskan oleh pengadilan untuk memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Bagi kita yang mempunyai telepon seluler mungkin pernah menerima SMS serupa yang berisi tentang pemberitahuan bahwa kita telah mendapat undian dari salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi, seperti PT. Satelindo, PT. Telkomsel, atau Pro XL.

Dari SMS tersebut jika kita belum mengetahui tentang modus kejahatan ini pasti kita akan merasa terkejut dengan di sertai perasaan gembira dan langsung menuruti apa yang ada dalam SMS itu, sehingga kita menjadi korban berikutnya.

Yang menjadi pertanyaan, apakah kejahatan penipuan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan, sebagaimana yang diatur dalam KUHPidana.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah modus operandi dari penipuan dengan menggunakan media telepon seluler melalui Short Message Service (SMS) itu.

Pentingnya bahasan terhadap masalah ini agar hukum pidana dapat diterapkan untuk menjerat pelaku kejahatan penipuan menggunakan media telepon seluler dengan mengirimkan Short Message Service (SMS) agar supaya kejahatan ini dapat segera diberantas.

Dan mengingat pula bahwa kejahatan penipuan dengan menggunakan telepon seluler ini belum ada satupun kasusnya telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap oleh Pengadilan.

 Dalam kamus umum bahasa Indonesia istilah penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu dsb) dengan maksud menyesatkan, mengakali atau mencari untung; kecoh. Sedangkan dalam Hukum Pidana Penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang pengaturannya dapat dijumpai dalam KUHPidana. Pengaturan tersebut  terdapat dalam pasal 378 – 395. Dalam sistimatika KUHPidana yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :

Buku Kesatu   : Ketentuan Umum

Buku Kedua    : Kejahatan

Buku Ketiga    : Pelanggaran

Tindak kejahatan ini terdapat dalam Buku kedua bab XXV yang mengatur tentang penipuan.

Dari sistematika KUHPidana diatas dapat dilihat bahwa tindak penipuan digolongkan sebagai kejahatan dan bukan pelanggaran.

Mengenai istilah kejahatan dan pelanggaran  dikatakan bahwa  : “Kata-kata “kejahatan” dan “pelanggaran” kini merupakan  istilah-istilah sebagai terjemahan dari istilah-istilah misdrijf  dan overtreding dalam bahasa Belanda.

Misdrijf  atau “kejahatan” berarti suatu perbuatan yang tercela dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada “Perbuatan melanggar hukum”. “Overtreding” atau “pelanggaran” berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu, dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada “perbuatan melanggar hukum”.

Jadi sebenarnya arti kata dari kedua istilah itu sama, maka dari arti kata tidak dapat dilihat perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini.” (Projdodikoro; 1986, hal. 30)

Bersambung....

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved