Terkini Nasional
Begini Penjelasan IDI Soal Adanya Vaksin Murah dan Mahal
Seiring program vaksinasi bredar isu di masyarakat salah satunya kabar vaksin untuk Presiden harganya mahal dan untuk rakyat biasa harganya murah.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Seiring program vaksinasi bredar isu di masyarakat salah satunya kabar vaksin untuk Presiden harganya mahal dan untuk rakyat biasa harganya murah.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) membantah isu tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Ketua PB IDI, Daeng M Faqih saat jumpa pers di Sekretariat PB IDI, Jakarta Pusat, Rabu, (11/3/2021).
Ketua Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Daeng M. Faqih s. (Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy)
"Vaksin sekarang yang ada, yang dipakai Presiden sampai sekarang yang juga dipakai masyarakat, pelayanan publik dan pedagang di pasar, vaksinnya masih sama, yang ada hanya Sinovac.
Jadi tidak benar itu berbeda-beda, saya sampaikan ke media mohon media sampaikan ke masyarakat anggapan itu tidak benar," ujar Daeng.
Daeng juga menjelaskan bahwa kemungkinan besar, vaksin Sinovac masih akan digunakan sampai April 2021.
"Tapi sebenernya, bagi dunia kesehatan, apapun mereknya tidak masalah yang penting kualitas dan jaminan keamanan," tambahnya.
Sebelum vaksinasi, vaksin terlebih dahulu di uji klinis.
Meski sudah ada program vaksinasi, namun diingatkan agar kita tetap menghindari terpaparnya Covid-19, dengan mematuhi protokol kesehatan.
Vaksin Nusantara Dikritik BPOM, Terawan: Uji Klinis pada Hewan Sudah Dilakukan di Amerika Serikat
Vaksin Nusantara, vaksin Covid-19 buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendapat kritik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPOM menyayangkan tak dilakukannya uji pra klinis vaksin Nusantara pada hewan seperti vaksin lainnya. Dokter Terawan angkat bicara.
Tim peneliti menolak permintaan BPOM melakukan Uji Klinis pada hewan dengan alasan teknologi sel dendritik sudah sering digunakan pada terapi kanker.
Terawan Agus Putranto mengatakan Uji Klinis pada hewan terhadap vaksin Nusantara sudah dilakukan di Amerika Serikat, AIVITA Biomedical.
"Saya sudah WA-kan hasil uji klinik mengenai vaksin safety dan efikasi oleh pihak ketiga di Amerika karena itu sudah dikerjakan," ujar Terawan, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3/2021)
"Dan itu hasilnya ada, kita kan kirimkan vaksin safety dan efikasi pada uji binatang ini juga sudah kita konsultasikan ke Prof Nidom, sudah saya kirim," imbuh Dokter Terawan.
Dalam kesempatan itu, Guru Besar Unair Prof Chairul A Nidom turut menegaskan bahwa laporan Uji Klinis pada hewan yang diterimanya sudah sesuai dengan uji atau penelitian vaksin pada umumnya.
Prof Nidom juga mengklaim uji coba menggunakan tikus tak menimbulkan efek atau perubahan apapun kepada subjek penelitian.
Mendengar hal itu, Kepala BPOM Penny K Lukito mengingatkan agar vaksin Nusantara benar-benar harus sudah teruji dan aman bagi manusia.
"Jangan sampai kita memberikan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya," kata Penny.
Juru bicara program vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia turut menjelaskan pihaknya sangat berhati-hati dalam mengizinkan penelitian atau uji coba vaksin.
Dia juga mempersoalkan antigen yang diimpor dari perusahaan AIVITA.
Sebab meski teknologi sel dendritik sudah biasa digunakan pada terapi kanker, vaksin Nusantara ditambahkan antigen hingga perlu melihat dulu keamanan vaksin tersebut.
"Antigen itu yang akan berfungsi sebagai vaksin, tentunya kami harus memastikan sel dendritik yang nantinya akan disuntikkan sudah bebas dari antigen yang diinkubasikan ke dalam sel dendritik tersebut karena bagaimanapun juga antigen itu dibuat dari virus," kata Rizka.
"Kami harus mematikan keamanannya dan dia sudah tidak terkandung dalam sel dendritik, oleh karena itu kami meminta dilakukan uji pre klinik pada hewan," imbuhnya.
Karena peneliti vaksin Nusantara tetap kekeh tak akan melakukan uji coba pada hewan, Rizka mengatakan pihaknya akhirnya memberi perizinan dengan syarat penelitian pertama hanya dilakukan kepada tiga subjek saja.
"Karena tidak dilakukan kami memberikan kondisional dengan menyatakan bahwa dilakukan dulu di tag orang pertama. Karena kami sangat berhati-hati, first in human ini harus benar-benar dipastikan ini aman dan kami meminta pengujian apakah ada residu antigen di dalam sel dan kritiknya."
"Dari antigen yang diimpor dari AIVITA itu kami ingin tahu bagaimana residunya dan apakah itu masuk ke dalam tubuh pasien tersebut," ujar Rizka.
BERITA TERKINI TRIBUNMANADO:
Baca juga: Kaesang Pangarep Diminta Mengambil Celana Dalamnya di Rumah Felicia Tissue, Singgung Soal Otot Besar
Baca juga: Nasib Kopka Ade Casmita, Anak Buah Jenderal Andika yang Lumpuh Disengat Tawon Ndas, Begini Kabarnya
Baca juga: Lantamal VIII Bersama Lanudal Bersepakat Bangun Zona Integritas
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Benarkah Ada Vaksin Murah dan Mahal? IDI Tegaskan Tidak Ada Perbedaan