Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Irjen Napoleon

Irjen Napoleon Ngaku Lebih Baik Mati Usai Divonis Majelis Hakim: Cukup Sudah Pelecehan Martabat Saya

Irjen Napoleon Bonaparte divonis hukuman penjara 4 tahun saat sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021). Mengaku lebih baik mati.

Editor: Frandi Piring
ANTARA/GALIH PRADIPTA
Irjen Napoleon Bonaparte mengaku Lebih Baik Mati Usai Divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim. 

"Yang menuding bahwa Pemerintah Indonesia, terutama penegak hukum terkait, telah kecolongan," sambungnya.

Masifnya pemberitaan tersebut diperparah dengan munculnya foto surat keterangan bebas Covid-19 atas nama Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra, dan pengacaranya, Anita Kolopaking, yang diteken pihak Pusdokes Polri.

Sehingga, membuat kepercayaan atas institusi Polri kian menurun.

Sebab, kata dia, ada anggapan Polri sebagai biang keladi di balik rentetan kasus Djoko Tjandra.

"Telah menggulirkan tudingan publik kepada Polri, bahwa yang dianggap sebagai biang keladi tercorengnya kewibawaan pemerintah akibat kelemahan aparat hukum negara," paparnya.

Dituntut 3 Tahun Penjara

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte, hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Napoleon dinilai terbukti menerima suap penghapusan red notice Interpol Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

"Menuntut dengan pidana penjara selama 3 tahun, dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," ucap JPU dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).

Tuntutan jaksa ini merujuk pada sejumlah pertimbangan.

Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme.

Napoleon juga dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.

Sedangkan hal yang meringankan tuntutan, jaksa menilai Napoleon bersikap kooperatif selama proses persidangan bergulir, dan baru sekali melakukan tindak pidana.

Atas dua pertimbangan tersebut, Napoleon dianggap melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Santrawan Paparang, kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte mengatakan, tuntutan jaksa hanya copy paste dari isi dakwaan dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan.

"Tuntutan pidana jaksa penuntut umum itu copy paste aja dari dakwaan."

"Sehingga ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan itu tidak diangkat," kata Santrawan, ditemui usai sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).

Sebab, pihak tim hukum Napoleon menyebut pemberian uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte tak terbukti dalam persidangan.

Saat Tommy Sumardi menjadi saksi, ia hanya menerangkan perkara itu bertumpu padanya.

Sehingga, tim hukum menyebut penyerahan uang tersebut tidak pernah terjadi.

"Sehingga fakta-fakta yang mengatakan telah terjadi penyerahan uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte, nol."

"Itu faktanya, penyerahan dan penerimaan uang itu nol."

"Kami menyampaikan ini agar supaya menjadi koreksi bersama," paparnya.

Santrawan menilai kliennya seharusnya dituntut bebas, atas segala dakwaan dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Sebab, kata Santrawan, berdasarkan fakta dalam proses persidangan dan merujuk keterangan Tommy Sumardi, Irjen Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang pengurusan red notice tersebut.

"Kalau ada fakta dalam proses persidangan, jaksa seharusnya berani tuntut bebas."

"Karena negara memberi kewenangan kepada jaksa untuk mengajukan tuntutan bebas."

"Kalau tidak terbukti tuntut bebas dong kalau berani," ucap Santrawan.

"Kami tidak mempermasalahkan, karena kata jaksa penuntut umum cuma terfokus pada kata dan kalimat menuntut mengadili," tuturnya.

Atas hal ini, kubu Napoleon memastikan bakal mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan JPU.

"Jadi kami akan mengajukan hak kami selaku tim penasihat hukum, untuk mengajukan pleidoi atau pembelaan. Kami mohon waktu satu minggu," jelasnya.

Napoleon Bonaparte sebelumnya didakwa menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.

Uang tersebut diterima lewat perantara Tommy Sumardi.

Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari daftar DPO atau red notice.

Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.

Dalam surat dakwaan JPU, Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kabag Jatinter Set NCB Interpol Divhubinter Polri Kombes Tommy Aria Dwianto, membuat surat kepada pihak Imigrasi pada 29 April 2020.

Surat tu ditandatangani Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Isi surat tersebut menginformasikan Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sedang melakukan pembaruan sistem database DPO yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7.

Dan diinformasikan data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Napoleon juga memerintahkan Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat pada 4 Mei 2020, perihal pembaharuan data Interpol Notices yang ditandatangani Brigjen Nugroho Slamet Wibowo untuk Ditjen Imigrasi, yang isinya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice.

Pada 5 Mei 2020, Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto membuat surat soal penghapusan red notice yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dan ditandatangnai Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.

Isi surat tersebut menginformasikan red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 setelah 5 tahun.

(Kompas.com/Warta Kota/Reza Deni)

Tautan:

https://nasional.kompas.com/read/2021/03/10/17100681/divonis-4-tahun-irjen-napoleon-saya-lebih-baik-mati-daripada-martabat

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved